Mengajari Anak Jajan, Apakah Terlarang?

Monday, February 12, 2018

Saya termasuk orang tua yang tidak membiasakan anak jajan sembarangan, apalagi belanja ke warung sendirian. Anak saya pun tumbuh menjadi anak yang tak terlalu merepotkan, karena mereka bukan tipe anak yang tiap kali melihat pedagang lewat di depan rumah, merengek minta dibelikan. Alhamdulillah, pengeluaran harian jadi lebih hemat. Tapi kemudian ada hal yang membuat saya menyesal, mengapa tidak memperkenalkan nilai uang sejak dini?

Orang tua mana yang ingin anaknya boros? Orang tua mana yang nggak ingin anaknya anteng, puas dengan masakan rumah, tidak terbiasa minta uang untuk jajan? Makanya, menyadari bahwa mencari uang tidaklah mudah, saya pun tak membiasakan anak-anak jajan.

Anak-anak bukannya tak pernah jajan, ya... Jajan, tapi sekedarnya saja. Misalnya, saat saya harus ke minimarket atau ke toko dekat rumah untuk membeli sesuatu, kemudian anak-anak ikut serta, maka es krim, susu, biskuit atau makanan kecil lainnya, pasti menarik perhatian mereka.

Ya, mereka hanya jajan di momen ketika ada saya atau papanya atau tantenya yang menemani. Mereka bukan tipe yang minta uang, kemudian pergi jajan sendiri.

Kelihatannya menyenangkan, ya?

Di satu sisi, ini adalah hal yang sangat positif. Banyak orang tua yang menginginkan demikian, karena pengeluaran bisa terkontrol, anak pun tak akan jajan sembarangan. Tapi di sisi lain, saya agak menyesal. Kenapa?

Begini ceritanya,
Amay, sulung saya, tahun ini sudah menjadi anak SD. Sekolahnya lumayan jauh dari rumah. Karena sekolah Amay berakhir pukul 13:15, maka memberikan uang jajan menjadi hal yang wajar, meski sudah ada catering di jam istirahat ke dua. 

Awal-awal Amay masuk kelas 1, saya sempat stres.

Amay belum tahu nilai uang.

Jangankan tahu harga makanan yang dia inginkan, belinya pakai uang yang warna apa, kemudian ada kembalian atau tidak, Amay sama sekali belum paham.

Saat mengantarnya di hari pertama, saya memintanya membeli susu. Ia saya bekali uang 5K. Begitu ia kembali, ia hanya membawa sekotak susu ukuran kecil tanpa kembalian, padahal harganya adalah 2,5K. Akhirnya, sampai di rumah, Amay saya jejali dengan pengetahuan tentang nilai uang, harga jajanan yang mungkin ia beli nanti, bagaimana jika membeli dengan uang 5K sementara harganya cuma 2K, bagaimana meminta kembalian, dll. 

Dan itu takes time banget, nggak cukup hanya seminggu-dua minggu. Setiap hari pun saya harus “menginterogasi” apa saja yang dibelinya, bagaimana dia membayarnya, dan lain sebagainya, untuk make sure saja, apakah dia sudah membelanjakan uang sakunya dengan tepat. 

Repot banget.

recehan sisa uang jajan ditabung. sumber: kayusirih.com

Cerita di atas tadi adalah satu poin yang menjadi alasan penyesalan saya mengapa tidak mengenalkan nilai uang sejak dini pada Amay.

Penyesalan lainnya adalah ketika lebaran anak-anak mendapatkan angpao, lalu mereka abai dengan uang yang mereka miliki. Bukan hanya “eman-eman” atau sayang jika uangnya hilang, tapi lebih dari itu, abai dengan pemberian orang tentu akan membuat sedih pemberinya, bukan? Berapapun besarnya, sedikit atau banyak, tentu harus dihargai.

Nah, jadi kesimpulan saya; Ajarkan anak jajan supaya ia paham dengan nilai uang, disamping itu, bimbing mereka untuk membelanjakannya dengan cermat. Seperti pesan Eyang Titiek Puspa,

Jajan sih, boleh saja
Sisihkan buat nabung
Belanja sih, boleh saja
Tak lupa,nabung


Read More

Membuat Puding Puyo

Wednesday, January 10, 2018

Menjelang libur semester kemarin, Mas Amay dan Mama beraksi di dapur lagi. Kayaknya udah lamaaaa banget Mas Amay nggak diajak bantu-bantu Mama membuat sesuatu. Padahal dulu Mama rajin banget bikin kue kesukaan Mas Amay. 

Cake Cokelat Klasik ini contohnya. Kalau Mama membuatnya, Mas Amay lah yang biasa diminta menakar tepung dan gula pasirnya. Hmmm...walaupun pernah bantat, tapi tetap enak dan Mas Amay tetap suka.

Mungkin karena sekarang ada Adek Aga, jadi Mama agak kerepotan kalau harus membuat makanan seperti dulu lagi. Malahan pernah, Mas Amay marah karena tidak diajak membantu Mama memasak. Padahal Mas Amay ingin membantu, tapi malah ditinggal. Alasannya sih, mumpung Adek Aga tidur jadi Mama terburu-buru.

Tapi Mas Amay mengerti koq. Makanya ketika Mama mengajak Mas Amay membuat Puding Puyo, Mas Amay bersemangat sekali. Pulang sekolah, Mama menjemput Mas Amay, lalu kita mampir ke toko untuk membeli bahan-bahannya.

Bahan-bahan membuat Puding Puyo ala kami, diantaranya:
1. Nutrijell rasa kelapa. Mama memakai 2 bungkus, karena ukurannya kecil. 
2. 1 kaleng susu kental manis warna putih.
3. 1 sdm tepung maizena.
4. 1 liter air putih.

Membuat Puding Puyo

Caranya gampaaang banget. 
- Pertama, Mama mencampur bubuk Nutrijell dengan tepung maizena, langsung di panci yang akan digunakan untuk memasak.
- Selanjutnya, Mama menuangkan susunya. Tidak lupa, sisa susu di kaleng, dilarutkan dengan air yang telah disediakan.
- Tuang sisa air tadi ke dalam panci ya... 
- Nyalakan kompor, masak puding dengan api kecil.
- Sudah, tunggu sampai mendidih yaa.. 
- Kalau sudah mendidih, matikan api, lalu masukkan puding ke dalam cetakan. Kalau uap panasnya sudah mulai hilang, masukkan ke dalam kulkas. Puding akan semakin nikmat ketika disantap setelah dingin.

Puding Puyo

Caranya gampang kan? Rasanya juga enak. Pudingnya kayak degan, lezaaat. Mas Amay yakin, Mas Amay bisa membuatnya lagi nanti, ya meskipun saat mengaduk pudingnya, rasanya tangan Mas Amay hampir terbakar karena panas, sih. 

Teman-teman, coba juga yuk! Tapi ingat ya, kalau menyalakan kompor harus dengan sepengetahuan Mama atau orang dewasa lainnya.

Selamat mencoba... 
Read More

Outbond di Anava, Tlatar, Boyolali

Thursday, January 4, 2018

Tanggal 12 Desember 2017 yang lalu, Mas Amay dan seluruh teman-teman kelas 1, mengikuti Outbond di Anava, Tlatar, Boyolali. Mas Amay diantar Mama dan Adek Aga. Sebenarnya Mama takut repot kalau bawa Adek Aga, tapi karena Papa malu kalau nanti jadi bapak-bapak sendiri, makanya Mama yang antar. Alhamdulillah, Mama bahagia karena bisa bertemu dengan ibu-ibu lainnya. Kekhawatiran Mama kalau Adek Aga akan rewel, tidak terbukti.

Memang, Adek Aga nggak bisa diam. Bahkan, Adek Aga ingin selalu ikut bermain bersama Mas Amay dan teman-teman Mas Amay. Tapi kan nggak boleh, jadi Adek Aga cuma lihat aja. Dan karena Mama harus membuntuti Adek Aga, Mama jadi nggak bisa ikut pengajian dan ramah tamah dengan Bu Guru dan ibu-ibu lainnya.

Tapi nggak apa-apa deh. Malahan, Mama jadi bisa ambil banyak foto kan.. 😁😁



Di Anava, memang terdapat kolam renang berstandar Nasional. Tapi Mas Amay dan teman-teman berenang di kolam renang yang khusus untuk anak-anak, yang tidak terlalu dalam. Kolam renangnya bersih lho. Kamar mandi untuk membilasnya juga. Airnya pun dingin. Segaaaarrr...

Oya, saat outbond ini, Mas Amay dan teman-teman dibimbing oleh kakak-kakak dari Lembaga Psikologi Anava. Ada 7 permainan seru yang kami lakukan bersama.

1. Flying Fox
Ini yang paling seru. Mas Amay sampai bilang sama Mama, ingin mengulang flying fox lagi. Mas Amay punya ide, bagaimana kalau kita menanam dua buah pohon, lalu nanti setelah besar, kita pasang tali di sana untuk meluncur. Keren kan idenya? Tapi ketika Mas Amay menyampaikan ide itu, Mama malah tertawa. 😂😂😂

Alhamdulillah, waktu liburan ke Bandung kemarin, Mas Amay bisa main flying fox lagi di Floating Market, Lembang.

Nanti baca cerita Mama yang ini ya: Family Trip II; Floating Market, Lembang

2. Meniup Gelas Plastik
Oya, Mas Amay dan teman-teman dibagi menjadi beberapa kelompok. Mas Amay sendiri ikut kelompok abu-abu. Nah, kelompok abu-abu dan kelompok orens bertanding. Kelompok yang lain juga sama, ada lawannya sendiri-sendiri. Saat meniup gelas plastik sambil merangkak ini, kelompok Mas Amay menang lho... Tapi, Mas Amay kalah waktu lawan Hafiz dari kelompok orens.



3. Mengambil Air Memakai Gelas Bocor
Mama nggak lihat permainan ini, jadi nggak ada fotonya. Mas Amay jelasin ke Mama tapi Mama nggak ngerti-ngerti juga. Huh!

4. Menanam Padi di Sawah
Baru kali ini Mas Amay menginjak lumpur. Rasanya geli. Mas Amay suka sekali waktu mengangkat kaki, eh, kakinya Mas Amay penuh lumpur. Di dalam lumpur susah banget jalannya.

menanam padi di outbond Anava, Tlatar, Boyolali
Salut deh sama Pak Tani dan Bu Tani yang setiap hari berjuang di lumpur untuk bisa menanam padi, agar kebutuhan makanan kita tetap bisa terpenuhi.

5. Menangkap Ikan
Mas Amay bisa lho menangkap beberapa ekor ikan yang disebarkan sama kakak-kakak. Tapi waktu Mas Amay tangkap ikannya, tangan Mas Amay sempat kena durinya. Duh, perih banget. Tapi Mas Amay nggak kapok koq. Mas Amay masukkan ikan-ikan itu ke dalam plastik, lalu Mas Amay kasihkan ke Mama. Tapi karena Mama sibuk mengurusi Adek Aga yang berenang dan nggak mau selesai-selesai berenangnya, ikan yang Mas Amay kumpulkan hilang deh. Nggak tau siapa yang ambil.

Terus, Mama nyuruh Mas Amay kembali lagi ke kolam dan menangkap ikan yang baru. Alhamdulillah dapat lagi buat dibawa pulang. Tapi, ikan-ikannya pada mati. Sekarang, ikannya cuma tinggal 1 ekor di rumah.

6. Berjalan di Atas Kayu (Meniti)
Ini agak susah. Mas Amay takut banget jatuh ke lumpur. Tapi Alhamdulillah Mas Amay berhasil.


outbond Anava. berjalan di atas kayu.

7. Berenang
Mas Amay suka sekali berenang. Setelah bermain dengan lumpur, Mas Amay dan teman-teman langsung nyemplung ke air. Mas Amay juga bermain perosotan. Ada anak yang menangis karena nggak sengaja kepleset terus jatuh. Mas Amay sih sudah bisa berenang sedikit-sedikit. Mas Amay senaaaang sekali berenang di tempat ini.

Nah, ini cerita Mas Amay kali ini. Nantikan cerita selanjutnya yaa.. Byeeee...
Read More

Mimpi di Siang Bolong

Tuesday, January 2, 2018

Hari ini tumben Mas Amay tidur siang. Mungkin karena habis dimarahi Mama yaa, hehe... Habisnya, Mas Amay dan Adek Aga beranteeem aja. Ceritanya, Adek Aga mau kasih makan ikan yang Mas Amay dapat dari outbond 12 Desember lalu. Tapi, ngasih makannya pakai daun cabe yang Mama tanam. Mas Amay marah, ngasih tau kalau ngasih makan ikan bukan pakai daun, tapi Adek Aga ngeyel.

Dan sudah bisa ditebak kan akhirnya gimana? Adek Aga teriak, Mas Amay marah-marah. Mama pusing dong, dibilangin pelan-pelan nggak bisa. Pakai ilmu diam, Amaynya lapooorrrr aja, "Ini lho Ma, adeknya!" gitu melulu. 

Akhirnya pakai jurus terakhir, ancaman! Mama nggak teriak koq, cuma ngancam. Hahaha, sama aja yaa... Gini nih, "Kalau masih pada berantem, Mama mau pergi berdua aja sama Papa. Lanjutin ya berantemnya, sampai puas!" Gitu. Trus pada nangis dong dua-duanya.

Lalu Mama pun bertitah, "Cuci tangan sini, habis itu tidur!" 

Dan mereka pun pergi tidur. Hasilnya, Mas Amay bermimpi dan jadilah cerita ini.



Mimpi:  aku bertemu kelinci

1. aku melihat terowongan yang sempit banget

2. terus aku masuk ke terowongan itu

3. terowongan itu panjang sekali

4. sudah sampai aku kaget

5. kelinci-kelinci itu banyak sekali

6. aku balik lagi aku melihat satu kelinci

7. kelinci itu kelaparan

8. terus aku berikan rumput dan wortel

9. terus dia menangis mau ke ibunya

10. kuantar dia ke tempatnya dia berhenti nangis

11. dia bahagia kubawa ke truk, dia kelaparan

12. dia kubebaskan


Mungkin ada yang bingung ya dengan endingnya, tapi ini cerita yang ditulis Mas Amay sendiri, tanpa intervensi Mama. :)
Read More

Ada Ular di Rumah Kantor

Monday, November 13, 2017






Judul: Papa Ngelawan Ular

1. Mas Amay habis mau keluar ada ular
2. Mas Amay manggil papa
3. Ularnya lagi makan cicak
4. Ularnya diserang papa pakai pengki sama sapu
5. Papa nolong Mas Amay
6. Papa nolongin Mas Amay, nyuruh Mas Amay ambilin HP
7. Papa nyuruh Mas Amay HPnya diterangin
8. Papa masukin ularnya ke selokan / got
9. Mas Amay disuruh buangin sampah
1O. Kata papa, hati-hati nanti ularnya ke atas lagi

Selesai / Tamat

-------------------------------------------------------------------------------------------------

Tadi siang sepulang sekolah, Amay tiba-tiba menggambar pengalaman kemarin saat bermain ke studio Akanoma sama papanya. Kemarin, hari minggu tanggal 12 November, memang ada ular makan cicak di kantor. Kejadiannya saat maghrib. Apa yang digambarkan dan diceritakan Amay di sini memang menceritakan kronologi kejadian. 
Papanya menggunakan sapu dan pengki untuk membuang -Amay bilang, menyerang- si ular. Ular tidak dibunuh, makanya saat Amay disuruh membuang sampah, papanya berpesan untuk hati-hati. FYI, Mas Yopi memang jarang banget bunuh binatang, kecuali nyamuk. Bahkan pernah ngga sengaja bikin tikus mati, istighfarnya berkali-kali. Hahaha...
Read More

Petasan

Tuesday, May 23, 2017

Bulan Ramadhan belum juga datang, tapi bunyi petasan sudah terdengar bahkan sejak berminggu yang lalu. Bunyinya yang menggelegar, terus terang saja sangat mengganggu saya. Kadang kaget mendengar suara kerasnya yang muncul tiba-tiba, kadang juga ada rasa takut saat melihat sekumpulan anak membawa petasan-petasan yang siap diledakkan. Saya takut, anak-anak itu iseng menyalakannya tepat saat saya melewati mereka.

Yah, anak-anak seperti itu kan senang kalau ada orang lain yang dikagetkan. Rasanya mungkin sangat memuaskan. Saya sangat benci dengan benda ini, dan jadi sebal dengan mereka yang menyalakannya hanya demi kepuasan pribadi, tanpa peduli keselamatan orang lain, bahkan keselamatan diri sendiri.

petasan. foto diambil dari Regional Kompas.


**
Suatu hari, segerombolan anak itu menyalakan petasan di dekat rumah. Sekelompok di sebelah utara, dan kelompok lainnya di selatan. Mereka menyalakannya bergantian. Setelah petasan dari utara berdentum, kelompok selatan menyalakan bagian mereka. Begitu terus hingga beberapa kali.

Saya sempat minta Papa Amay untuk keluar dan menasehati anak-anak itu, tapi karena mereka sudah berhenti menyalakannya, jadi Papa Amay mengurungkan niatnya.

Entah, apa yang dipikirkan anak-anak itu, dan bagaimana orang tua mereka menyikapinya. Apakah mereka mengijinkan uang jajan yang mereka berikan digunakan untuk membeli petasan? Atau memang sengaja memberi uang untuk ini? Biar rame gitu... 

Persetan dengan mereka yang membiarkan anaknya bermain petasan dengan alasan supaya anaknya senang. Hellooow, emang nggak ada cara lain untuk bersenang-senang? Saya sih menganggap orang yang main petasan sama dengan orang yang nggak bisa menahan nafsu. “Yang penting bahagia” kata mereka, tapi mereka menghalalkan segala cara untuk bisa bahagia. Mereka masa bodoh dengan orang lain yang keberisikan, yang terganggu dengan suara jedar-jeder yang bikin jantungan.

Selain saya, tentu saja ada orang lain yang terganggu. Tepat di belakang rumah saya, ada bayi berusia 2 bulan yang saat itu menangis keras. Mungkin karena terkejut. Amay saat itu langsung berkomentar, “Itu adiknya kaget ya, Ma?” Saya mengangguk. Yah, meski bayi punya banyak alasan untuk menangis, tapi bisa jadi dia menangis karena terkejut dengan bunyi petasan kan?

Saya pun mulai bediskusi dengan Amay. Saya pikir, ini saat yang tepat untuk mengajaknya berpikir, kemudian memilih dan membedakan mana yang baik dan benar, dan mana yang salah.

“Menurut Mas Amay, orang yang main petasan itu gimana sih?” tanya saya.

“Ya mengganggu. Main petasan kan bikin kaget.” Jawabnya.

“Nah, itu! Mas Amay tahu nggak, kalau orang yang suka mengganggu tetangganya itu nggak akan masuk surga? Mereka dengan tangannya, membuat tetangganya merasa tidak nyaman. Ada bayi sampe nangis. Coba kalau ada yang sakit jantung, lalu meninggal karena kaget, gimana?” Wah, Emak ngoceh panjang kali lebar. Emosiiih.

Saya mengatakan itu bukan tanpa dasar. Ada sebuah hadits shahih yang berbunyi: "Seorang yang senantiasa mengganggu tetangganya niscaya tidak akan masuk surga." --> Lihat As Silsilah Ash Shahihah 549: [Muslim: 1-Kitabul Iman, hal. 73]

“Yang kedua. Main petasan itu mubadzir. Udah bikin kaget, uangnya dibakar untuk hal yang sia-sia dan nggak ada manfaatnya. Mending uangnya buat yang lain yang lebih bermanfaat, ya kan?” Tambah saya.



“Yang ketiga. Main petasan itu bahaya. Nggak cuma bahaya untuk diri sendiri tapi juga bisa membahayakan orang lain.” Kata saya. Saya lalu menceritakan kisah seorang saudara saya di Purworejo, yang harus kehilangan telapak tangannya karena petasan. Ini asli, bukan cerita bohong. Saat itu saya masih SD. Pulang sekolah, ibu cerita kalau baru pulang dari rumah sakit, menjenguk saudara saya itu. Umurnya nggak jauh beda dengan saya. Ibu bilang, tangan kanannya harus dipotong, dan saat ibu saya menjenguknya, dia sedang berlatih menulis dengan tangan kiri.
Ya, seperti itulah.

“Trus Ma, yang keempat apa?” tanya Amay.

Mama menjawab, "Udah cukup tiga aja! Pokoknya main petasan nggak ada gunanya."


Read More

Amay Membuat Miniatur Rumah Adat Bersama Papa

Thursday, April 20, 2017

Seminggu yang lalu, ada surat pemberitahuan dari sekolah, bahwa seluruh siswa wajib membuat miniatur rumah adat untuk dilombakan pada tanggal 21 April. Jum'at, 21 April ini bertepatan dengan puncak tema "Tanah Airku", dan rumah adat hasil karya kerjasama antara orang tua dan anak itu, wajib dikumpulkan sehari sebelumnya.

Sejak menerima surat itu, Papa Amay mulai memikirkan, rumah adat daerah mana yang akan dibuatnya. Mama mengusulkan, rumah Honai saja, yang unik. Tapi setelah Papa menunjukkan beberapa rumah adat, Amay memutuskan untuk membuat rumah Bolon. Rumah Bolon adalah rumah adat Suku Batak yang berasal dari Sumatera Utara.

Iya, Rumah Bolon ini adalah rumah pilihan Amay sendiri. Papa Amay tinggal membantu membuatkan konsepnya, dan mengerjakan hal-hal yang belum bisa Amay lakukan sendiri, seperti memotong kertas yellow board.

Kerjasama pun dimulai. Sementara Papa mengelem kertas yellow board menjadi dinding-dinding rumah, Amay menggunting kertas kokoru yang akan dipakai untuk atap. Kertasnya warna-warni, supaya cerah ceria, hihihi... Lagipula, genting atau atap tidak harus coklat kan? Terserah Amay saja, gimana bagusnya. Hehehe...

Amay pun menggambar kerbau dan orang dengan pakaian adat Batak Toba, dan Papa kemudian menempelkannya sebagai ornamen yang menggambarkan skala dan proporsi. Kenapa kerbau? Karena kerbau adalah binatang yang paling banyak dipelihara oleh masyarakat Batak disana. 

Dan ini adalah proes pembuatan miniatur rumah Bolon tersebut. Amay and Papa, you did a great job!









Read More