Resep Pisang Pasir untuk Buka Puasa

Friday, May 18, 2018

Ada satu makanan kesukaan yang Mas Amay sering minta untuk Mama buatkan, yaitu Pisang Pasir a.k.a Pisang Crispy ala mamakepiting. Kalau Mama sedang terlihat membuatnya, Mas Amay dan Dek Aga selalu tak sabar untuk mencicipinya segera. Dan karena tadi pagi Mbak Sayur membawa pisang kepok kuning lagi, akhirnya Mama membuat cemilan berbahan pisang dengan resep sederhana untuk takjil atau makanan pembuka saat berbuka puasa.

Bahannya sangat sederhana. Nggak pakai ribet pokoknya. Yang pasti, sediakan pisang kepok kuning, kupas, kemudian bagi dua. 

Untuk balurannya, kita hanya membutuhkan tiga bahan, yaitu;
- Tepung panir
- gula pasir 1/2 sdm
- garam 1/4 sdt

Mas Amay saat membantu Mama membuat Pisang Pasir

Caranya: 
- Campur tepung panir, gula pasir dan garam. Aduk-aduk pokoknya, supaya nanti rasa manis dan gurihnya merata.
- Gulingkan pisang yang sudah dikupas dan dibagi dua tadi, ke dalam tepung panir. 
- Remas-remas pisangnya, hingga tepung panirnya menempel rata.
- Masukkan ke dalam wadah, lalu simpan ke dalam freezer.
- Jelang maghrib, goreng beberapa potong. Nikmati selagi hangat.

adonan Pisang Pasir siap dimasukkan ke dalam freezer

Oya, ada yang menggunakan telur ayam supaya tepung panirnya mudah menempel. Tapi mamakepiting tidak suka dengan bau amisnya, hihi... Dan begini saja, Mas Amay dan Dek Aga sudah senang banget koq. Hehe.. Tapi jika Mama lebih suka jika menggunakan telur, silakan saja. Yang pasti, menu ini bisa jadi alternatif, jika kita sudah mulai bosan dengan kolak pisang. Praktis kan?

Untuk resep buka puasa yang lain, Mama juga bisa mencoba resep praktis Puding Puyo. Selamat mencoba ya, Ma.. ☺❤
Read More

Liburan di Purworejo, Ngapain Aja?

Friday, May 11, 2018


Duh, dalam sekali makna kutipan tentang "kampung halaman" di atas, ya... Memang, seperti lapar, yang menjadikan makanan terasa lebih lezat saat dimakan, jarak, kita perlukan agar kita pandai memaknai arti kerinduan. 

Alhamdulillah, akhir April kemarin keluarga Mama Kepiting bisa pulang kampung. Alhamdulillah, selain bisa berkunjung ke rumah Akung, kami juga bisa membasuh rindu di kampung halaman tercinta, Purworejo Berirama. 

Tugu Clorot di Alun-alun Purworejo

Hari sudah gelap saat kami akhirnya bisa mencium wangi udara Purworejo. Dari stasiun, kami menaiki angkot sampai alun-alun. Di alun-alun, tepat di seberang tugu clorot di atas, Tante Opik memesan taksi online, untuk mengantar kami ke rumah Akung.

Eh, sudah tau clorot belum? Clorot adalah makanan khas dari Purworejo. Rasanya manis, teksturnya kenyal, dan clorot ini dibungkus dengan menggunakan janur. Seperti ini:

Clorot Purworejo. pict by Mama Arinta Adiningtyas, mamakepiting.com

Sebenarnya Akung menawarkan untuk menjemput kami. Tapi daripada makin repot, lebih baik kami naik taksi online saja, lebih praktis. Thanks to taksi online, deh... Sampai di rumah Akung, kami disambut dengan teh hangat dan mie instan rebus buatan Bude Nana. Alhamdulillah, akhirnya perut ini terisi juga, hihi... Kami pun bisa beristirahat dengan nyenyak.

Di Purworejo Ngapain Aja? 

Di Purworejo, kami tidak pergi kemana-mana. Hanya di Minggu pagi, Mama pergi ke pasar untuk membeli nasi megono dan lupis kesukaan. Dua makanan ini mengandung kenangan. Waktu Mama kecil, pergi ke pasar desa yang bernama Pasar Sayir alias Pasar Lugosobo alias Pasar Gintungan, adalah sebuah rutinitas mewah. Makanya, Mama bersyukur sekali kemarin, karena bisa kembali merasakan sensasi itu, sembari mengenang masa lalu.


Oya, sebenarnya Purworejo memiliki tempat wisata lho, hanya saja masih kurang terekspos. Tempat wisata ini berada di daerah pegunungan di Kecamatan Bruno. Mama pernah menulisnya di kayusirih.com


Kenapa kemarin kami tidak pergi ke sana? Salah satu alasannya adalah kami tak punya kendaraan yang memadai. Selain itu, kondisi Adek Aga belum memungkinkan untuk diajak mendaki gunung, lewati lembah, sungai mengalir indah (lha koq jadi nyanyi...), eh, maksudnya Adek Aga kan masih kecil, jadi belum bisa diajak jalan-jalan ke Curug. Bisa sih, asal Mama atau Papa mau menggendong. Tapi kan berat.. :(

Tapi meski kami nggak kemana-mana, Mas Amay dan Adek Aga tetap bahagia koq. Harus bahagia lah, hehe... Di Purworejo, Mas Amay dan Dek Aga bisa berlarian dengan bebas. Sok sana, lari sampe capek. Mama ijinkan.. Kalau di Solo, kan nggak bisa, hehe... 

lari-larian di halaman rumah Akung
Selain itu, Mas Amay memancing bersama Afizna, anaknya teman Mama. Di mana? Di kolam ikan di belakang rumahnya Afizna lah. Hehe... Ibunya Afizna memelihara ikan gurame, sama dengan Akung. Tapi, kalau Akung memelihara ikan yang masih kecil-kecil, Ibunya Afizna justru memelihara ikan yang sudah lebih besar. 

Dapet ikan nggak?

Enggak.

Susah banget nangkapnya. Mungkin mereka sudah kenyang. Udah gitu, ada ular lagi. Ular sawah sih, tapi tetap saja kan, geli. Hiiiii...



Karena nggak dapat-dapat juga, Mas Amay sempat pindah ke kolam di sebelahnya. Tapi tetap saja sih, itu ikan nggak mau dipancing. Huhuhuhu...

Tidak apa-apa. Liburan yang akan datang, kita coba lagi ke sana yaa... Mama sudah bilang sama Ibunya Afizna, boleh tidak kalau kami ngabuburit sambil memancing ikan? Dan alhamdulillah dijawab dengan kata "boleh bangeeet laaah..." gitu. Hihihi...

Nggak sabar deh jadinya menunggu liburan lebaran sekaligus liburan kenaikan kelas nanti. Teman-teman Mama, sudah ada rencana liburan belum? Semoga liburannya nanti menyenangkan yaaa...☺
Read More

Belajar Jujur dan Bertanggung Jawab Sejak Kecil

Tuesday, May 8, 2018

Mama sering mengatakan pada Mas Amay, "Mama nggak bisa mengawasi Mas Amay setiap saat, but Allah does." Kalimat ini bermula sejak tahun lalu, saat Mama mengajak Mas Amay untuk berlatih puasa. Mengapa Mama mengatakannya? Karena saat berlatih puasa itu, diam-diam Mas Amay makan jajanan yang sedang dimakan Adek Aga. 

Mama sih tidak marah. Mama paham, apalagi Mas Amay baru berumur 6 tahun waktu itu, masih belajar puasa juga. Tapi, kalau Mama tidak menegur saat itu juga, Mama khawatir Mas Amay akan menganggap bahwa ketidakjujuran adalah hal yang biasa-biasa saja.


Dan Mama beruntung, setelah kejadian itu Mas Amay belajar, lebih baik jujur dengan mengatakan tidak kuat lagi menahan puasa, daripada harus berbohong, sembunyi-sembunyi makan jajan, dan kembali "melanjutkan puasa" yang sesungguhnya sudah tidak ada gunanya. Lebih baik jujur. Ya kan, Mas?

bohong dosa! red cross from pixabay

Dan pelajaran untuk selalu jujur itu, alhamdulillah masih Mas Amay ingat sampai hari ini ya... Waktu itu Tante Opik cerita, saat menjemput Mas Amay pulang sekolah, Tante Opik menunggu lama sekali di luar pagar. Padahal, teman-teman Mas Amay sudah pada pulang.

Tante Opik pun masuk ke kelas, dan dilihatnya Mas Amay sedang melakukan piket sendirian. Ada satu anak perempuan lain yang juga piket, justru mengatakan, "Udah yuk, May, kita pulang aja nggak usah piket..."

Tapi salut, Mas Amay tetap menyelesaikan tugas, karena itu sudah menjadi tanggung jawab Mas Amay. Mama terharu. Mas Amay tidak terlatih, dan semoga tidak akan pernah terlatih, untuk melakukan kecurangan. Karena, meski Bu Guru tidak melihat, tapi Allah Maha Melihat. Dan Allah punya malaikat yang akan mencatat.

Jaga kejujuranmu, ya, Mas.. ☺❤
Read More

#TanyaMama 1; Mama, Cari Istri Itu di Mana, Sih?

Sunday, April 15, 2018

Hari Jumat kemarin, begitu Papa pulang dari sholat Jumat, Mama lapor.

👩: "Pa, Opik nanti nggak pulang, soalnya dia mau nginep di tempat Coco." FYI, Coco adalah sahabat Tante Opik di kampus.

👨: "Oiya, acaranya besok ya?" Papa menanggapi.

👩: "Iya, akadnya jam 6 pagi soalnya, jadi Opik disuruh nginep." Terang Mama lagi.

👨: "Oh, ya udah, nggak apa-apa..."

Lalu Mas Amay nimbrung.

👦: "Emangnya temennya Tante Opik kenapa to?" Tanyanya.

👩: "Temennya Tante Opik mau menikah." Jawab Mama.

👦: "Kalau mau menikah itu memangnya harus cari sendiri?" Mas Amay tanya lagi.

👩: "Ya terserah Mas Amay, mau cari sendiri boleh, mau dicarikan sama Mama juga nggak apa-apa."

Amay merespon dengan ekspresi yang menggelikan. Dia berkata,

👦: "Susahnyaaaa mau menikah..."

Mama nggak bisa menahan tawa. Mama lalu ingat, belum lama ini Mas Amay juga tanya-tanya soal pernikahan. Kenapa kok Mama menikahnya sama Papa? Kalau Mas Amay mau menikah sama Mama boleh apa nggak?

Daaaan yang paling menggelikan adalah ketika Mas Amay tanya, "Kalau mau cari istri itu di mana, sih, Ma?"

Mama tepok jidat lah yaa..

Lalu obrolan tadi ditutup sama si Papa. "Udah, Mas Amay nggak usah mikirin itu. Nanti kalau udah waktunya juga ketemu."

Sebenarnya Mama mau menambahi, bahwa Allah itu sudah menciptakan kita berpasang-pasangan, jadi nggak usah khawatir dengan jodoh. Pokoknya janji Allah, laki-laki baik-baik hanya untuk perempuan baik-baik, dan sebaliknya. 

Mama pengen bilang begini juga; Makanya, Mas Amay jadi anak yang sholih, yang baik, biar dapat pasangan yang sholihah dan baik juga. Tapi untunglah Mama masih "eling" kalau Amay masih kelas satu, umurnya baru tujuh, jadi kayaknya belum perlu nasihat sedetail itu. 😂


Read More

Mama Kepiting dan Bacaan Favorit Masa Kecil

Thursday, March 29, 2018


“The more that you read, the more things you will know. The more that you learn, the more places you’ll go.” - Dr. Seuss –

Quote di atas menurut Mas Amay dan Dek Aga bagaimana? Tak terbantah, ya kan? Sungguh akan terlihat berbeda, orang yang suka membaca dengan yang tidak. Kalau tak percaya, baca tulisan Tante Widut dan Tante Rani deh...

Sebenarnya sejak kecil Mama suka membaca. Tapi karena Akung dan Uti tidak memiliki banyak uang, jadi Mama tidak punya bahan bacaan yang memadai.

Kalian beruntung lho, karena Mama tidak segan menyisihkan beberapa lembar uang dari jatah bulanan untuk membeli buku dan berlangganan majalah. Memang buku kalian mungkin tak sebanyak yang lainnya. Bahkan Mama terkadang membeli buku bekas yang harganya lebih murah. Tapi usaha Mama ini, Mama lakukan agar kalian bisa tumbuh lebih cemerlang dibanding Mama. Semoga ya...

Waktu Mama kecil dulu, Mama tak pernah punya buku selain buku pelajaran. Yang Mama baca adalah majalah Ummi, yang Uti Ning bawa. Waktu itu, Uti Ning masih menjadi mahasiswi STAN. Dan tiap kali beliau pulang ke rumah Uyut, beliau membawa setumpuk majalah.

Majalah Ummi

Kok Mama kecil-kecil baca Majalah Ummi?

Hihi, adanya cuma itu, sayang... Tapi jangan salah, di bagian tengah biasanya ada rubrik PERMATA yang khusus untuk anak-anak kok.

Dari PERMATA di majalah Ummi itu, Mama mengenal Bilal bin Rabbah. Mama masih inget banget ilustrasinya. Ada seorang pemuda berkulit hitam, yang ditindih batu besar dan dibaringkan di atas gurun pasir yang panas. Ia disuruh keluar dari Islam. Tapi karena kuatnya iman, ia bisa melewati siksaan itu.

Oya, ada lagi. Mama mengenal Fir’aun dan Nabi Musa, juga dari PERMATA. Mama ingat ilustrasinya, ketika Musa masih bayi, ia ditaruh di keranjang oleh ibundanya, kemudian dihanyutkan di sungai. Sungguh, PERMATA di majalah Ummi benar-benar bisa mewarnai hari-hari Mama saat itu.

Bacaan Mama cuma majalah Ummi?

Iya...

Sampai akhirnya Mama mengenal majalah Bobo. Bukan, bukan karena berlangganan. Tapi karena waktu itu Mama lagi liburan di rumahnya aunty Cheza di Jogja. Aunty punya banyak buku, dan bertumpuk-tumpuk majalah Bobo. Ada yang baru, ada juga yang berupa bundel berisi kumpulan majalah Bobo lawas.

Mama jadi numpang baca kalau sedang di sana. Dulu Bona masih berwarna pink, bukan ungu seperti sekarang. Temannya bernama Rong-Rong, bukan Kaka dan Ola.

Yang Mama suka dari Bobo, tentu saja cerpennya, juga ceritera dari negeri dongengnya Oki dan Nirmala. Membaca cerpen di majalah Bobo, membuat imajinasi Mama berkelana. Benar jika dikatakan bahwa reading is dreaming with open eyes.

Majalah Bobo dan Totto-chan kesukaan Mama
Sampai sekarang pun, Mama masih suka membaca cerpen-cerpen di majalah Bobo. Mama ingin suatu saat bisa membuat cerita yang indah seperti penulis-penulis di sana.

Jadi, sebenarnya Mama berlangganan majalah Bobo untuk siapa sih? Ya untuk kalian. Dan untuk Mama juga. Hihihi... Jangan lelah membaca ya, anak-anak Mama... Kelak, kalian akan merasakan sendiri manfaatnya.
Once you learn to read, you will be forever free.

Read More

Karena Tak Ada yang Memberi Kado, Anak Ini Membeli Kado Ulang Tahunnya Sendiri

Sunday, March 18, 2018


Hihi, judulnya kok begitu ya? Miris ngga sih? Eittt, tunggu dulu... Baca sampai selesai yaa..

Tanggal 16 Maret kemarin, Mas Amay menginjak usia tujuh tahun. Alhamdulillah, di Jum'at pagi itu, Mas Amay memulai hari dengan sholat subuh bersama Mama. Tak lupa, Mama mengucapkan selamat ulang tahun, dan membisikkan do'a untuknya.

Mas Amay bersiap ke sekolah dengan penuh semangat dan penuh senyuman. Tidak, Mama belum memberi apa-apa, jadi memang Mas Amay bergembira karena merasa hari itu adalah miliknya.

Memang, ada satu yang kurang, yaitu Papa yang saat itu masih dalam perjalanan dari Bandung. Seminggu itu Papa memang ke luar kota, dari Surabaya, Banyuwangi, kemudian Bandung. Dan Papa baru sampai Solo lagi di sore harinya.

Oya, mengapa Mama tidak memberi kado? Pertama, karena Mama ingin mengajarkan bahwa ulang tahun adalah pertambahan angka, yang tidak ada hubungannya dengan kue dan simbol-simbol lainnya. Kedua, Mama mengatakan pada Mas Amay bahwa bertambahnya usia, sama dengan bertambahnya tanggung jawab sebagai seorang manusia. Mas Amay harus mulai bersiap untuk taat pada kewajiban, baik itu sebagai seorang hamba, sebagai anak, sebagai kakak, sebagai seorang muslim, dan sebagai bagian dari manusia lainnya.

Berat ya?

Iya memang..

Tapi, Mas Amay masih anak Mama yang kecil, mungil dan lucu, kok. Makanya, Mama tawarkan sebelumnya, "Mas Amay mau kado apa? Mau dibeliin donat nggak?" Dan Mas Amay dengan mantap menjawab, "Enggak!".

Oya, kenapa Mama menawarkan donat dan bukan kue? Karena Mas Amay paling suka dengan donat bertabur gula putih. Tapi karena saat itu Mas Amay menolak, ya sudah, Mama tidak menyediakannya. Hihi.. Mama kejam? Anggap saja begitu. :D

Lalu Mas Amay ingin apa?

Mas Amay hanya ingin sebuah krayon untuk mewarnai. Dan krayon itu, katanya, akan dibeli dengan uang tabungannya sendiri.

Sedikit cerita, sejak ulang tahun Dek Aga 4 bulan lalu, Mas Amay mulai menabung. Mas Amay menabung karena saat itu ia ingin memiliki sebuah mainan yang cukup mahal. Kata Papa, "Mas Amay coba menabung seribu sehari. Nanti pas ulang tahun, berarti empat bulan lagi, uang Mas Amay mungkin sudah cukup. Kalau kurang nanti Papa tambahi."

Ya dan sejak itu Mas Amay mulai menabung. Uang jajan Mas Amay tidak banyak, hanya 3 ribu rupiah sehari. Mama memang tidak memberi uang terlalu banyak, karena sudah ada catering juga di sekolah. Pagi pun sudah sarapan, jadi buat apa terlalu banyak jajan?


Singkat cerita, uang tabungannya terkumpul sebanyak 110.000 rupiah. Cukup banyak untuk ukuran uang 3 ribu sehari selama 4 bulan saja. Hihihi... Dari uang tabungannya itu, Mas Amay membeli sebuah krayon dengan harga 82.000 rupiah. Bagaimana dengan mainan yang dulu diincarnya? Oh, Mas Amay sudah melupakannya ternyata.

mewarnai dengan crayon yang dibelinya sendiri

Mama melihat ada rasa bangga dan bahagia, saat Mas Amay dengan percaya diri menenteng celengan ke minimarket untuk membeli krayon impian. Jujur, Mama pun terharu, senang, dan bangga juga dengan usahamu, Nak... Sesuatu yang bisa dimiliki dengan perjuangan, rasanya akan berbeda dengan sesuatu yang didapatnya dengan cara yang mudah. Betul tidak, Mas?

Mama dan Papa bersyukur bisa memberikan "rasa" itu. Rasa puas, namanya. Puas itu perpaduan antara lega, bangga dan bahagia. Kau tahu itu, Mas?

Kelak, Mas Amay dan Dek Aga harus selalu ingat rasa ini, ya.. 😊


Read More

Lagu Kasih Ibu, Tak Cocok untuk Mama Sepertiku

Sunday, March 11, 2018

Mama lagi mellow Mas, Dek... Gara-garanya, Tante Ran dan Tante Widut mulai membicarakan tentang masa tua. Sebenarnya kita nggak boleh berandai-andai sih ya... Apalagi berandai-andai tentang usia, yang belum tentu jadi milik kita. Tapi obrolan kemarin, sungguh membuat Mama merenung.

Mas, Dek...

Kalian suka menyanyi lagu Kasih Ibu ya? Apalagi beberapa waktu lalu, lagu Kasih Ibu pun ada di buku pelajaran Mas Amay. Betapa sempurna sosok seorang ibu, hingga ia layak diabadikan dalam lagu.

Tapi Mas, Mama merasa Mama tak layak dinyanyikan lagu itu. Kenapa? Karena lagu Kasih Ibu itu cerminan ibu yang sempurna. Sedangkan Mama, ya, kalian tahu sendiri lah Mama bagaimana.


Kan katanya Kasih Ibu tak terhingga sepanjang masa, tapi nyatanya, terkadang kasih sayang Mama ada syaratnya. Misalnya, Mama lebih sering menciumi kalian ketika kalian selesai melakukan sesuatu yang Mama inginkan. Kalau kalian tidak mau, Mama jadi ngomel melulu.

Oh ya, katanya Kasih Ibu itu hanya memberi tak harap kembali, tapi Mama bahkan pernah bertanya pada mas Amay, kalau nanti mama udah tua, mas Amay mau mijitin Mama kayak sekarang mama mijitin Mas Amay apa nggak ya? Hahaha Mama ingin diingat jasanya..



Lalu ketika Mas Amay melihat bekas sesar di perut Mama, Mama bilang, "Nih lihat, perut Mama disobek untuk ngeluarin Mas Amay. Mas Amay nggak boleh berani sama Mama lo, ya..."

Dengan bukti-bukti itu Mama jadi ragu, apakah Mama layak menjadi salah satu ibu yang disebut di lagu Kasih Ibu?

Kasih Mama pada kalian memang besar. Bahkan Mama pernah menulis bahwa cinta mama pada kalian tetap bulat sempurna walaupun anak Mama ada dua di Cintaku Terbagi Dua. Tapi, jangan berpikir bahwa Mamamu ini sesempurna ibu di lagu Kasih Ibu, atau lagu-lagu tentang ibu lainnya, karena Mama masih punya kekurangan. Mama masih mengharapkan balasan dari kalian.

Iya, Mama punya keinginan agar kalian menjadi anak-anak yang Shalih, yang sudi mendoakan Mama, yang Mama harapkan bisa mempermudah jalan Mama di akhirat kelak. 

Apa kalian keberatan?




Tidak, Mama tidak akan memaksa kalian untuk memberi uang bulanan pada Mama setelah kalian bekerja. Mama juga tidak akan memaksa kalian untuk tetap tinggal di rumah ini, bersama Mama Papa hingga kami tiada. Tidak. 

Mama Papa cuma mengharapkan kalian untuk bisa rukun selamanya, dan tak pernah lupa untuk mendoakan kami berdua..

Itu saja cukup.
Read More