Showing posts with label parenting. Show all posts
Showing posts with label parenting. Show all posts

Ketika Anak Remajaku Jatuh Cinta

Sunday, June 4, 2023


Sejak beberapa tahun lalu, aku sudah menyiapkan hati kalau kelak anak-anak lelakiku mulai jatuh cinta. Meski begitu, aku nggak pernah menyangka bahwa momen itu akan datang secepat ini. Pikirku masih 2-3 tahun lagi. Dan meski sudah bersiap-siap bahwa suatu hari anak remajaku akan mengalami cinta pertama, nyatanya sebagai ibu, aku tetap saja merasa patah hati. Hiks... 

Mama, Aku Sedang Jatuh Cinta...


Semua itu berawal sejak pertengahan tahun lalu. Sulungku baru saja naik ke kelas 6 ketika tiba-tiba, suatu hari di atas motor yang melaju, dia bercerita,

"Mama tahu nggak, anak perempuan yang Mas Amay suka?" Tanyanya dari balik punggungku. Dari suaranya, ia tampak agak malu. 

"Wah, siapa? Si A? B? C?" Tebakku. Dan ternyata jawabanku salah semua. 😂

"Mau tahu nggak?" Haha, aku tahu, dia sebenarnya nggak sabar juga pengen cerita.

"Boleh, kalau Mas Amay nggak keberatan kasih tahu." Jawabku. Lalu mengalirlah semua ceritanya. Dan sejak hari pengakuan itu, setiap kali ia kuantar atau kujemput sekolah, nama gadis itulah yang selalu disebutkannya di sepanjang perjalanan. Lama-kelamaan, aku pun merasa cemburu. 


Saat Anak Remaja Jatuh Cinta


Aku tidak ingin melarangnya jatuh cinta, apalagi memarahinya. Aku takut laranganku atau kemarahanku malah akan membuatnya berjarak denganku. Di satu sisi, aku bersyukur ia mau menjadikanku tempat curhatnya, tetapi di sisi lain, aku capek mendengar anakku selalu memuji gadis itu.


"Memangnya, apa yang Mas Amay suka dari si itu?" Tanyaku, menyebut nama gadis pujaannya. 

"Dia itu suka menggambar, suka membaca juga. Sama kayak Mas Amay." Jawabnya. Oh, aku paham sekarang. Anak ini sesungguhnya mencari teman mengobrol dan berbagi cerita, bukan teman hora-hore aja.

"Mama marah nggak kalau Mas Amay suka sama si itu?" Tanyanya.

"Enggak. It's normal. Mama bisa paham apa yang Mas Amay rasain sekarang, karena Mama pernah ngerasain juga." Jawabku sok bijak, padahal perasaan di hati lumayan bergemuruh. Haha... Aku jawab begitu karena kulihat anakku belum aneh-aneh. Jatuh cintanya masih jatuh cinta 'anak-anak'.

Tapi dari situ aku selalu berdoa, semoga anakku selalu dilindungi oleh Allah SWT, dijauhkan dari hal-hal yang dibenci-Nya, termasuk ketika berhubungan dengan lawan jenis seperti saat ini. Aku nggak bisa berbuat banyak selain berusaha mendengarkan cerita-ceritanya, menjadi tempat curhat ternyaman baginya. Karena aku khawatir jika terlalu banyak larangan atau amarah yang keluar dari bibirku, dia malah nggak percaya lagi sama aku. Jadi, senjataku cuma satu, yaitu doa.


Mama, Pacaran itu Boleh apa Enggak?


Sampai kemudian, suatu hari dia bertanya dengan nada agak serius. "Mama, pacaran itu boleh nggak sih dalam Islam?"

Aku kaget mendengar pertanyaan itu. Tapi aku mencoba menjawab setenang mungkin. "Sebenarnya sih nggak boleh."

"Tapi kok Tante Opik pacaran?" Haaa, sudah kuduga dia akan bertanya seperti ini. Iya, adikku memang pacaran, dan anak-anakku tahu itu. Inilah yang membuat dilema, ya... Mau sok ketat bikin aturan, tapi yang anak-anak lihat adalah sesuatu yang berlawanan. Maka dari itu, aku berusaha tetap netral, sambil terus berdoa semoga Allah memberikan penjagaan terbaik-Nya untuk anak-anakku.

"Biasanya orang-orang itu pacaran ketika sudah yakin menemukan seseorang yang akan jadi pasangannya. Suami atau istrinya. Dan Tante Opik begitu. Tante Opik dan Om Annas kan sudah berencana mau menikah, tapi sekarang masih menabung." Aku mencoba menjelaskan.

"Oh..." Anak ini diam sejenak, lalu melanjutkan. "Mama mau tahu nggak, kenapa Mas Amay tanya soal ini?" tanyanya lagi.

"Kenapa?"

"Soalnya Mas Amay baru lihat di YouTube, kalau seseorang pacaran, orang tuanya juga akan kecipratan dosanya. Jadi kayaknya Mas Amay udah nggak mau suka-sukaan lagi." Ia menjelaskan. Aku lumayan terkejut mendengar penjelasan itu. Apakah ini adalah jawaban dari doa-doaku kemarin? Dalam hati, aku happy banget. Xixixi...

Dan sejak saat itu, aku tak pernah mendengar lagi nama gadis itu disebut. Aku pernah iseng menggoda, tapi dijawabnya, "Mama ini, anaknya udah bertobat malah nggak disupport." Haha, aku pun langsung minta maaf seketika itu juga.

Aku juga merasa bersyukur, anakku mendapat materi tentang pubertas di kelas VI ini, baik itu di pelajaran agama maupun di pelajaran umum lainnya seperti IPA dan PKn. Aku sangat terbantu untuk menjelaskan pada anakku, mengapa Islam membatasi pergaulan dengan lawan jenis, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan pubertas. Karena kita tahu, semakin hari, tantangan untuk mendidik anak-anak memang semakin berat. 




Ditulis dengan Cinta, Mama
Read More

Beberapa Ide Kegiatan untuk Mengisi Liburan Sekolah

Sunday, May 21, 2023


Setelah libur lebaran, libur kenaikan kelas pun sebentar lagi akan datang. Bahkan Sulung saya yang saat ini duduk di kelas 6 SD, sudah bisa menikmati hari libur sambil menanti hari pengumuman kelulusan datang. Tapi mau ngapain nih liburan ini? Mau jalan-jalan, adiknya belum libur. Pun saat ini kami sedang mode penghematan karena isi tabungan sudah banyak berkurang setelah dipakai mudik lebaran.

Nah, supaya Si Sulung ngga terlalu sering memegang handphone, saya pun menyibukkannya dengan berbagai kegiatan di rumah. Apa saja yang kami lakukan untuk mengisi liburan ini?

1. Bercocok Tanam


Sudah lama saya tidak "bermesraan" dengan halaman depan rumah karena berbagai kegiatan. Alhamdulillah, setelah Mas Amay selesai ujian, waktu saya juga sedikit lebih longgar. Saya pun berencana untuk kembali bercocok tanam. Kali ini kami akan menanam benih tomat dan cabai yang saya beli dari toko online. Kami menggunakan cangkang telur untuk tempat menyemai.


manfaat bercocok tanam


sprout



Kegiatan menanam seperti ini banyak memberikan pelajaran untuk saya lho. Misalnya ketika melihat pertumbuhan benih-benih itu setelah beberapa hari ditanam. Meski ditanam di hari yang sama, tetapi ada yang sudah tumbuh tinggi, ada yang baru keluar tunasnya, bahkan ada yang belum tumbuh sama sekali. 

Persis seperti jalan hidup manusia, ya... Meski lahir di waktu yang sama, tetapi tidak ada yang tahu bagaimana takdir akan membawanya. Saya meyakini bahwa ini semua terjadi karena Allah Maha Berkehendak dan Maha Teliti. Setiap makhluk yang diciptakan-Nya punya keunikan sendiri-sendiri. 

Kalau kata Pak Fahruddin Faiz, alam semesta ini ngga pernah terburu-buru. Semua sudah ada timeline-nya. Ini mengingatkan saya lagi, ketika temanmu sudah "tumbuh" lebih dulu, it's okay. Kamu punya timeline-mu sendiri. Percaya aja sama Yang Maha Mengatur, supaya kita tenang menjalani hari demi hari.

Wah, dari menanam saja sudah sepanjang ini, ya.. Yang jelas, menanam banyak memberikan untuk kita.


2. Memasak 


Anak saya, yang besar dan yang kecil (kelas 2 SD), sudah saya biasakan menyalakan kompor sendiri. Mereka sudah bisa membuat telur ceplok, telur dadar, mie instan, juga minuman hangat sendiri.

Di beberapa kesempatan, saya juga mengajak mereka untuk membuat aneka cemilan seperti pie susu, pizza, juga pisang cokelat. Oiya, terakhir mereka saya ajak membuat es lumut.


Membuat pie susu dengan anak-anak



Untuk selanjutnya, saya punya ide untuk mengajari mereka menggoreng ubi, membuat puding, juga membuat banana cake kukus. Ketiga makanan ini adalah cemilan kesukaan mereka, jadi mereka harus berlatih untuk membuatnya sendiri. 😁

3. Menulis


Ramadhan lalu saat menjadi host di IG live KEB, saya mengobrol dengan salah satu rekan blogger. Dari obrolan tersebut, saya mendapat banyak insight baru, seperti manfaat Qur'an Journaling.

Berdekatan dengan Al-Qur'an, tentu banyak sekali manfaatnya ya, teman-teman. Insya Allah, Allah akan semakin sayang. Jika membacanya saja bisa mendapatkan pahala, membaca artinya bisa menambah iman dan taqwa, apalagi jika kita menambahnya dengan mempelajari tafsirnya. Insya Allah kita akan semakin paham apa yang ingin Allah sampaikan melalui ayat demi ayat yang diturunkan-Nya.

Nah, saya ngga mau belajar sendiri. Saya ingin mengajak anak-anak juga. Semoga Allah mudahkan, ya..

Baiklah, itu dia 3 ide yang baru saya temukan untuk mengisi libur kenaikan kelas nanti. Tapi, besok saya mau membereskan tumpukan-tumpukan buku terlebih dahulu. Sebagian akan saya sumbangkan, sebagian lagi akan saya jual dan uangnya akan saya belikan buku lagi. Hihi... Mohon doa semoga Allah beri kemudahan, yaa.. Aamiin aamiin ya rabbal'aalamiin.




Ditulis dengan Cinta, Mama
Read More

Materi Pubertas di Pelajaran Kelas VI SD

Sunday, May 14, 2023


Tadi malam sewaktu mengantar si bungsu ke dokter untuk berobat, di samping saya duduk seorang ibu dan anak perempuannya, yang menurut perkiraan saya, umurnya sekitar 4 - 5 tahun. Anak kecil itu mengambil sebuah majalah (Majalah Hadila) yang disediakan di ruang tunggu. Di sampulnya, ada judul yang menarik mata saya; "Dampingi Anak di Usia Pubertas". Anak itu membuka lembar demi lembar, melihat-lihat gambarnya, hingga halaman terakhir. Ya, tentu saja dia tidak membaca isinya, karena itu bukan majalah untuk usianya. Namun, yang duduk di sampingnya inilah (saya maksudnya) yang amat sangat tertarik untuk membaca isinya.


Dampingi Anak di Usia Pubertas
Majalah Hadila, sumber: Shopee instalibrary


Anak itu lalu mengembalikan majalah yang dipegangnya ke tempat semula. Ia kemudian memilih buku lainnya lagi. Sebenarnya saya sangat ingin mengambil majalah tadi, tapi Mbak Perawat keburu memanggil nama Aga untuk diperiksa. Hiks...

Kenapa saya ingin sekali membaca majalah itu? Seperti yang sudah saya tulis di awal, majalah itu sedang membahas tentang pubertas. Issue ini sedang saya dalami, mengingat bahwa si sulung sudah berusia 12 tahun. Meskipun saya sudah mempersiapkan diri sejak jauh-jauh hari, dan paham bahwa mendampingi anak yang beranjak remaja memiliki tantangan yang berbeda, nyatanya memang setiap waktu ada saja kejutan yang saya hadapi.


Dan rasanya, semakin saya banyak membaca, banyak belajar, saya malah merasa semakin bodoh. Karena jadi ada rasa menyesal, harusnya saya begini, harusnya saya begitu. Namun memang, harus diakui bahwa ada perbedaan antara mereka yang mempelajari sesuatu, dengan yang sama sekali tidak mencari tahu. Jadi, Mama-Mama, tetaplah rajin belajar, ya... :)

Beruntungnya, di kelas 6 SD, ada beberapa pelajaran yang membahas tentang pubertas. Karena anak saya sekolah di sekolah yang berbasis Islam, maka wajar jika di pelajaran PAI-nya sudah disinggung tentang persiapan menghadapi masa balig. Yang membuat saya lebih lega lagi, di pelajaran IPA, anak-anak juga sudah mulai diajarkan tentang apa itu pubertas dan bagaimana menghadapinya.

Pubertas di Pelajaran IPA Kelas 6 SD


Setiap makhluk hidup mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Jika pertumbuhan adalah proses pertambahan jumlah dan ukuran sel tubuh, perkembangan adalah proses pematangan organ-organ tubuh. Manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan dari bayi, menjadi balita, anak-anak, remaja, dewasa, kemudian lanjut usia.

Pubertas adalah masa yang akan dialami oleh anak-anak sebagai tanda bahwa mereka telah memasuki masa remaja. Masa-masa ini ditandai dengan perubahan fisik, pola pikir, dan pematangan fungsi organ reproduksi.


Perubahan Fisik yang Dialami Remaja di Masa Pubertas


Menurut WHO, masa pubertas umumnya terjadi di usia 10 - 19 tahun. Masa pubertas itu ditandai dengan perubahan fisik, seperti:

Pada remaja laki-laki, pubertas ditandai dengan massa otot yang bertambah, suara yang menjadi lebih berat, dada yang membidang, tumbuhnya jerawat, jakun dan kumis, juga produksi keringat yang semakin banyak.

Pada remaja perempuan, pubertas ditandai dengan pinggul yang semakin besar, suara yang menjadi lebih nyaring, jerawat yang mulai bermunculan, dan produksi keringat yang semakin banyak. 


perubahan fisik pada remaja di masa pubertas


Perilaku dan Sifat Remaja di Masa Pubertas


Di masa puber, remaja cenderung mengalami emosi yang berubah-ubah. Sebenarnya perubahan emosi merupakan hal yang wajar, tetapi harus disikapi dengan bijak. Nah, di pelajaran IPA kelas 6 SD ini, anak-anak juga dibekali tentang apa saja yang harus dilakukan sebagai remaja di masa pubertas. Seperti ini;

1. Membicarakan masalah yang dihadapi dengan orang tua atau orang-orang yang dianggap bijak dan lebih berpengalaman.
2. Memilih teman-teman yang dapat saling mendukung dalam hal positif. Keberadaan teman yang baik, akan membantu remaja untuk menghadapi emosi yang berubah-ubah.
3. Menggunakan gawai dan aplikasi jejaring sosial dengan bijak.
4. Memiliki hobi untuk mengembangkan keahlian, seperti di bidang olahraga, kesenian, karya tulis, atau kegiatan sosial.
5. Menonton tayangan baik di televisi maupun di internet yang sesuai dengan usia.
6. Mendengarkan dan mematuhi nasihat-nasihat orang tua.
7. Membentengi diri dengan agama.

Sebagai orang tua, kita juga mesti mengingatkan anak-anak kita ketujuh pesan di atas. 

Cara Menjaga Kesehatan Remaja di Masa Pubertas


Perubahan fisik yang dialami oleh remaja, tentu dapat mempengaruhi aktivitas sehari-hari. Misalnya, munculnya jerawat, sedikit banyak akan berpengaruh juga pada kepercayaan diri. Produksi keringat yang mulai banyak pun harus diantisipasi. Untuk itu, para remaja harus peduli dengan tubuhnya, supaya tubuh tetap sehat dan penampilan pun terjaga.

Ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh para remaja untuk menjaga kesehatan dan penampilan, seperti;

1. Tidur yang cukup, hindari begadang.
2. Mengonsumsi makanan yang bergizi. Meskipun junk food itu enak dan mudah didapat, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan, dapat mengganggu kesehatan.
3. Rutin berolahraga. Kalau perlu, ajak keluarga untuk berolahraga bersama.
4. Jaga berat badan, ya... Kelebihan berat badan dapat memicu berbagai penyakit.
5. Mandilah secara teratur. Rajinlah mencuci muka, supaya wajah kita terhindar dari munculnya jerawat. 
6. Cuci tangan tidak hanya pada saat mau makan dan selesai makan, tetapi juga sebelum dan sesudah menggunakan toilet.
7. Kenakan pakaian yang sopan, bersih dan menyerap keringat.
8. Setelah bepergian, gantilah pakaian dengan pakaian yang bersih
9. Jaga pergaulan dengan lawan jenis. Ini penting, ya, anak-anak!
10. Jangan merokok apalagi mencicipi narkoba. 

Peran Orang Tua dalam Menghadapi Masa Pubertas


Kita harus bersyukur bahwa di zaman sekarang anak-anak bisa mendapat materi tentang pubertas dari pelajaran-pelajaran di sekolah. Zaman kita dulu sepertinya belum ada, ya... Kalaupun ada, tidak sedetail sekarang. Jadi seharusnya tugas kita lebih mudah. Namun, jangan sampai kemudahan ini membuat kita terlena. Peran orang tua masih sangat diperlukan di masa-masa peralihan ini. Kadang-kadang, karena merasa anak sudah cukup besar, kita jadi lalai untuk memenuhi kebutuhan mereka, termasuk kebutuhan untk mencurahkan isi hati. 

Saat anak memasuki masa pubertas, orang tua juga harus siap untuk;
1. Memberikan pengetahuan terkait organ reproduksi
2. Memahami ketidakstabilan emosi anak, sekaligus berusaha mengontrol emosi diri sendiri saat mendidik atau menasehati anak
3. Mengawasi pergaulan anak
4. Memberikan pengetahuan tentang kebersihan diri dan lingkungan
5. Memberikan makanan yang bergizi
6. Membekali anak-anak dengan ilmu agama

Ayah - Bunda, Mama - Papa, pertumbuhan dan perkembangan anak-anak sangat tergantung pada kondisi keluarga. Anak-anak tidak bisa tumbuh dan berkembang dengan baik tanpa peran orang tua yang baik pula. Untuk itu, mari kita "hadir" di sisi anak, untuk membantu mereka dalam menemukan jati diri, dan untuk menjaga mereka agar tidak kehilangan arah. Semoga kita semua bisa menjadi orang tua yang amanah, yang mampu mendidik anak-anak menjadi anak yang sholih dan sholihah. Aamiin aamiin Yaa Rabbal 'Aalamiin.




Ditulis dengan Cinta, Mama
Read More

Jenis Olahraga yang Bisa Menguatkan Bonding antara Orang Tua dan Anak

Sunday, March 12, 2023


Saat pandemi COVID-19 menghantam dunia, orang-orang yang sebelumnya lebih sering berkegiatan di luar rumah, dipaksa beraktivitas di dalam rumah saja. Positifnya, waktu bersama keluarga yang selama ini terabaikan, terbayar dengan keharusan #StayHome ini. Namun, di awal tahun ajaran baru kemarin ketika sudah banyak sekolah yang menerapkan sistem pembelajaran tatap muka, hampir semua rutinitas kembali ke awal. Orang-orang mulai sibuk bekerja di kantor dari pagi hingga petang, anak-anak pun mulai sekolah dari pagi sampai sore. Sehingga, waktu untuk berkumpul bersama keluarga kembali berkurang.

Ada beberapa kegiatan yang bisa orang tua lakukan untuk meningkatkan bonding dengan anak-anak, misalnya; jalan-jalan di akhir pekan, bersih-bersih rumah, memasak bersama, sarapan dan makan malam bersama, menonton film di rumah, atau olahraga bersama. 


Mengenai olahraga bersama, manfaatnya tidak hanya bisa menguatkan ikatan antara orang tua dengan anak, tetapi juga dapat mengajarkan kedisiplinan, ketekunan, juga melatih kekuatan fisik dan mental. Tak hanya itu, anak-anak dan orang dewasa yang aktif secara fisik di siang hari, dapat tidur secara lebih nyenyak di malam hari. Tidur yang nyenyak tentu berpengaruh pada kesehatan dan produktivitas kita sehari-hari bukan?

Apakah Mama Kepiting sering berolahraga bersama anak-anak? Tentu saja dong... Olahraga apa saja yang Mama Kepiting lakukan bersama dengan anak-anak?

1. Berenang


Di libur kenaikan kelas yang lalu, anak-anak meminta untuk les berenang. Ya sudah, karena Mama Kepiting pun belum bisa berenang, akhirnya Mama Kepiting ikut les berenang juga. Hihi... Alhamdulillah, meski baru bisa gaya katak, tetapi Mama senang akhirnya bisa berenang. Nah, beberapa kali saat weekend, kami berenang bersama di kolam renang dekat rumah. Mas Amay yang memang sudah lebih lincah dan sudah menguasai beberapa gaya, menjadi penjaganya Mama. 


Les berenang Solo
Suasana saat les berenang bersama coach dari Ammar Swim

2. Bersepeda


Olahraga berikutnya adalah bersepeda. Paling enak, bersepeda dilakukan di pagi hari, saat matahari terasa hangat. Biasanya, kami bersepeda di jalan-jalan desa yang sepi. Bonusnya, kami bisa menikmati udara yang bersih, juga pemandangan alam yang indah. 


Bersepeda di pagi hari


3. Hiking


Hiking adalah olahraga berjalan kaki di alam bebas seperti ke gunung atau ke air terjun. Manfaat melakukan hiking adalah untuk melatih otot paha dan kaki. Selain itu, hiking di alam bebas, bermanfaat pula untuk menjernihkan pikiran. Melihat manfaatnya, tentu ini adalah kegiatan yang sangat seru jika dilakukan bersama keluarga. 


Olahraga bersama keluarga


Foto di atas diambil saat kami berjalan-jalan ke Grojogan Sewu, Tawangmangu. Saat menapaki jalan setapak menuju air terjun, Mas Amay berkata, "Kalau paru-paru kita bisa ngomong, mungkin dia mau bilang hari ini aku bahagia karena udara yang aku hirup bersih banget, ngga kayak hari-hari biasa." 

Hihi, anak itu memang suka ada-ada aja imajinasinya. 😂


4. Senam


Ini sih bisa dilakukan di rumah, ya... Biasanya, saat malas kemana-mana, kami olahraga di rumah saja. Tinggal nyalakan YouTube melalui layar televisi, lalu pilih senam yang kita ingini. Nah, kemarin-kemarin, saat menjelang Ujian Praktik kelas 6, kami melakukan Senam PGRI sekalian mendampingi Mas Amay menghafal gerakannya. 


5. Yoga


Olahraga yang bisa dilakukan bersama anak-anak berikutnya adalah yoga. Ada banyak gerakan yang bisa dilakukan berdua dengan anak-anak. Seperti ini misalnya;


Olahraga untuk menguatkan bonding antara orang tua dan anak
yoga with kiddos


Selain berguna untuk melatih keseimbangan, gerakan ini juga bisa menguatkan otot kaki kita, Ma... Anak-anak juga pasti happy banget ketika diajak "terbang", hihi... 

Gerakan yoga for kids lainnya, misalnya seperti ini:


Yoga for kids


Seru kan? 


Oke, Ma, itulah beberapa contoh olahraga yang bisa dilakukan untuk menguatkan bonding antara orang tua dan anak. Kalau Mama suka olahraga apa nih sama anak-anak? Yuk, Ma, kapan-kapan kita jadwalkan olahraga bareng dengan anak-anak! Ketika ada kesempatan tiba, manfaatkan kesempatan itu dengan sebaik-baiknya, Ma... Karena keterikatan antara orang tua dan anak adalah salah satu sumber kebahagiaan juga. 😊




Ditulis dengan Cinta, Mama
Read More

Untungnya Aku Tidak Memilih Childfree

Thursday, February 16, 2023


Untungnya aku tidak memilih childfree. Untungnya di masa mudaku dulu, dengungan childfree belum sekencang sekarang ini. Bahkan aku tau istilah childfree juga belum lama, tepatnya setelah menyimak keviralan pemikiran Mbak Gita Savitri. 

Untungnya aku tidak memilih childfree. Di pikiranku, baik dulu maupun saat ini, ketika seorang perempuan memutuskan untuk menikah, artinya dia sudah siap memiliki anak. Baru deh, mau berapa jumlah anaknya, tergantung kesanggupan ia dan pasangannya. Aku bisa berpikir begitu karena setahuku, di agamaku, tujuan dari pernikahan selain untuk menyempurnakan separuh agama, juga untuk melanjutkan keturunan. 

Tujuan pernikahan untuk melanjutkan keturunan


Bahkan Rasulullah SAW menganjurkan pernikahan dan memperbanyak keturunan. Apa tujuannya? Karena beliau ingin membanggakan umatnya di hadapan Nabi-Nabi lainnya di hari kiamat nanti. 

Hadits tentang anjuran pernikahan?


Maka ketika istilah childfree mulai naik, aku berusaha keras memahami itu sebagai hak individu, tapi masih agak kesulitan menerimanya sebagai sebuah keputusan yang tepat. Mohon maaf ya, ngga apa-apa kok kalau kalian menyebutku kolot atau ndeso

Aku bersyukur aku telat tahu tentang childfree. Kalau dulu aku sudah tahu tentang childfree dan memutuskan untuk menganutnya, mungkin aku tak akan tahu rasanya jatuh cinta pada sosok yang belum pernah kujumpai sebelumnya. Dan karena aku tidak memilih childfree, aku jadi paham kenapa doa untuk kedua orang tua berbunyi "Ampunilah dosaku dan dosa kedua orang tuaku, dan sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangiku sewaktu kecil."

Mbak Gita memang benar, punya anak memang bisa bikin stres. Stres kalau anaknya sakit, stres kalau anaknya nggak mau makan, stres kalau tumbuh kembang anak terhambat, stres mikirin biaya sekolah, stres saat mendampingi mereka belajar di rumah, dan stres-stres lainnya.

Punya anak juga bisa bikin repot. Mau keluar rumah, mesti bawa aneka printilan seperti popok sekali pakai, baju ganti, tisu basah dan kering, mainan-mainan, cemilan-cemilan, dll. Bahkan, ibu-ibu bekerja yang masih menyusui itu, bekalnya bertambah dengan pompa asi dan wadah asi perahnya. 

Punya anak juga bikin sakit. Aku masih ingat perihnya luka operasi caesar pasca melahirkan si sulung. Aku juga masih ingat mulasnya kontraksi ketika melahirkan si bungsu, yang saat itu, saking sakitnya, meski jalan lahirku digunting tanpa dibiuspun, rasanya jadi biasa saja. Oya, aku juga tahu bagaimana perihnya puting lecet saat menyusui. Aku tahu bagaimana remuknya badan ibu akibat begadang saat si kecil sakit. Aku juga tahu, gimana sakit hatinya seorang ibu, saat anaknya dibanding-bandingkan dengan anak lain.

Wis to, jadi ibu itu komplit sakitnya.

Tapi, pengalamanku, stres itu akan hilang saat melihat senyum anak-anak terkembang. Kerepotan itu juga perlahan akan berkurang saat mereka semakin besar dan semakin mandiri. Sakit pasca melahirkan itu juga bukan nggak bisa sembuh, ya kan?

Oiya, mau cerita aja sih, anakku sekarang 12 dan 8 tahun. Kadang, aku merindukan masa kecil mereka, yang masih polos saat berbicara, yang meski habis dimarahi tapi tetep nyamperin mamanya kayak nggak ada dendam... Kalau sudah kangen begitu, kadang tanpa sadar air mataku menetes. Betapa waktu cepat sekali berlalu. 😥 Mungkin terlihat lebay, ya... Tapi serius, itulah cinta yang ibu-ibu rasakan. 

Untungnya aku tidak memilih childfree, ya...

Kalau aku childfree, mungkin aku tak akan pernah tahu rasanya dibucinin sampai ke WC aja ditangisi. Kalau aku childfree, aku tak akan pernah tahu bahagianya melihat mata mereka berbinar saat disusui. Kalau aku childfree, aku tak akan pernah tahu bahagianya melihat mereka semakin pintar dari hari ke hari. Kalau aku childfree, aku tak akan pernah tahu bagaimana puasnya hati ketika masakan kita disukai.

Kalau aku childfree, aku tak akan pernah tahu bagaimana dadaku penuh, saat si sulung berkata, "Malam ini dingin, tapi jadi hangat karena ada Mama."

Kalau aku childfree, aku mungkin tak punya pengharapan, siapa yang akan mendoakanku saat aku "pulang" nanti. Iya, mungkin bagi sebagian orang, anak bukanlah investasi. Tapi bagiku, anak sholih adalah tabungan, tempat kita menaruh harapan. Bukan, bukan harta di masa tua yang kuinginkan, tapi doa, di kehidupan di mana aku hanya bisa mengandalkan seluruh amalan.


Hadits tentang 3 amalan yang tidak akan terputus


Jadi sekali lagi, aku bersyukur aku tidak memilih childfree. Memang, ketika punya anak, kerutan di wajah kita akan bertambah. Tapi kita semua pasti tahu, kerutan di wajah itu tidak hanya disebabkan oleh kenyataan memiliki anak. Memang, ketika punya anak, uang yang harusnya bisa buat suntik botox (jujurly, aku bahkan tak pernah merencanakan akan melakukannya), habis buat bayar sekolah mereka. Tapi, kalau aku memilih childfree, mungkin aku tak akan bisa memahami lirik ini; hanya memberi, tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia

*PS: Semoga Allah merahmati para ibu di seluruh dunia. Semoga para pejuang garis dua, segera diberi amanah oleh-Nya. Aamiin aamiin Yaa Rabbal 'Aalamiin... 





Ditulis dengan Cinta, Mama
Read More

Kenangan Semasa Belajar Daring

Sunday, February 12, 2023


Sudah lebih dari satu semester anak-anak kembali belajar tatap muka di sekolah. Ada perasaan lega, bahagia, sekaligus haru karena alhamdulillah, beratnya masa-masa pandemi berhasil kita lalui bersama. Jika menarik kembali kenangan tiga tahun silam, di minggu-minggu awal pandemi saya masih bisa santai. Bahkan, belajar di rumah di awal-awal Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) sangat saya nikmati. Namun, ketika bulan berganti, saya nyaris depresi menghadapi semua ini.

Saya tidak berlebihan. Gejala depresi benar-benar saya rasakan. Rambut rontok tak berbilang, saya sering menangis secara tiba-tiba, dan yang paling terlihat adalah kacaunya siklus bulanan. Di awal pandemi itu, saya tidak haid selama 3 bulan, hingga mengira akan ada anak ketiga. Namun, meski sudah mengecek melalui alat tes kehamilan (ada beberapa merek yang saya coba), tanda-tanda kehamilan tidak muncul juga. 

Alhamdulillah, setelah berusaha menerima apa yang terjadi, kondisi saya mulai membaik. Hal-hal yang menjadi sumber ketakutan saya selama ini, satu per satu menjadi lebih mudah saya jalani. Saya pun kembali siap menjadi "madrosatul uula" bagi kedua anak saya, meski manusiawi lah ya, jika ada saat-saat saya merasa sangat penat. 

Ini sekelumit curhatan yang saya tulis di instagram, saat lelah mendampingi anak-anak belajar dari rumah.

susahnya jadi orang tua


Oh iya, pandemi datang saat si bungsu sedang senang-senangnya menjadi anak TK. Di usia ini, bermain dan belajar dari dalam rumah saja tentu sangat membosankan. Di lain sisi, sang kakak baru duduk di bangku kelas 3, yang mana katanya, materi kelas 3 adalah "gerbang" menuju materi-materi sulit nan serius. 

Jika ditanya, sulit nggak sih mendampingi dua anak yang semuanya masih butuh perhatian? Oh, tentu saja! Saya jadi sering marah-marah, meski sedetik kemudian langsung menyesal. 😥


Kesulitan lainnya adalah ketika harus mengumpulkan foto kegiatan anak, mulai dari saat berjemur, berolahraga, beribadah, mengerjakan tugas, hingga membantu orang tua. Mau dibuat senatural mungkin pun sulit, karena saya juga ingin foto-foto kegiatan itu tetap terlihat bagus. Memang yaa, pengen terlihat sempurna tuh bikin tress bangeeettt. 🙈

Nah, inilah beberapa foto yang diproduksi saat School from Home. Sssst, satu adegan kadang memerlukan belasan kali take foto, lho. 😂


Belajar daring


Kenangan saat Belajar Daring

Serba-serbi Belajar Daring
setoran tugas harian Adek Aga

Foto-foto kegiatan sehari-hari saat PJJ
dokumentasi saat anak-anak melakukan ibadah di rumah

Kenangan tentang Pembelajaran Jarak Jauh
foto saat berolahraga

Contoh kegiatan membantu orang tua
foto saat membantu orang tua

Namun, hikmahnya adalah, saya jadi ikut belajar banyak hal, terutama tentang materi-materi agama karena anak-anak saya sekolah di sekolah Muhammadiyah. Untuk saya yang merupakan produk sekolah negeri, materi agama yang saya pelajari dulu tentu sangat terbatas. Tulisan ini contohnya: Bacaan Gharib: Saktah, Tashil, Imalah, Isymam dan Naql, "lahir" saat saya mendampingi si sulung belajar materi Pendidikan Agama Islam tentang Bacaan Gharib.

Omong-omong, ada satu peristiwa lucu di tahun lalu, saat si bungsu sudah jadi anak kelas 1. Kebetulan, saat kecil dulu Adek Aga mengalami keterlambatan bicara, sehingga penguasaan bahasanya sedikit kurang jika dibandingkan anak seusianya. Jangankan belajar bahasa lain, bercerita dengan Bahasa Indonesia saja kadang masih suka muter-muter bicaranya.


Singkat cerita, suatu hari ada pelajaran Basa Jawa. Ya, Basa Jawa menjadi salah satu mata pelajaran mulok alias muatan lokal, karena kami tinggal di Solo, Jawa Tengah. Jujur saja, meski kami tinggal di Solo, tetapi untuk berkomunikasi sehari-sehari kami menggunakan Bahasa Indonesia. Salah satu alasannya karena Pak Suami berasal dari Majalengka, Jawa Barat. 

Nah, saat belajar daring itu, Aga diminta membaca cerita di buku paket Basa Jawa. Karena Basa Jawa menjadi "bahasa asing" baginya, ia pun mengalami kesulitan. Sayangnya, ketika mengalami kesulitan, Aga akan panik. Kalau sudah panik, dia akan kehilangan kendali, hingga bisa menangis atau tantrum. 

Alhamdulillah, seiring berjalannya waktu, kemampuan berkomunikasinya semakin berkembang. Aga kini sudah pandai menangkap bahasa selain Bahasa Indonesia, yaitu Basa Jawa tentu saja, dan Bahasa Inggris.  



Ditulis dengan Cinta, Mama
Read More