Ingin Anak Kita Secerdas Maudy Ayunda? Coba Lakukan Ini Setiap Hari!

Saturday, April 27, 2019

Pernahkah membayangkan anak-anak kita nanti bisa secerdas Maudy Ayunda yang diperebutkan oleh Stanford dan Harvard University? Huwaaa, i just can’t imagine how proud i will be

Kalau sampai itu terjadi, tentu alhamdulillah sekali. Sebagai orang tua, pastinya kita punya mimpi besar untuk anak-anak kita, kan? Kita ingin agar mereka menjadi anak yang pintar dan cerdas sehingga mereka dapat mencapai apa yang mereka cita-citakan. 

Dari artikel yang saya baca, untuk memiliki anak-anak yang cerdas ternyata kita tak perlu mengeluarkan banyak uang, lho. Hayo, adakah yang sempat terpikir untuk memasukkan anak-anak ke bimbingan belajar yang mahal? Atau memenuhi waktu mereka dengan seabrek jadwal les di sana-sini?

No way, Ma! Kita, dengan tangan kita sendiri sesungguhnya dapat menghasilkan anak-anak yang cerdas. Asaaal, kita melakukan hal ini secara rutin. Jika kegiatan ini sudah menjadi “habitual action”, maka memiliki anak-anak yang cerdas tak lagi menjadi mimpi di siang bolong.

Apakah itu?

Jawabannya adalah mendongeng atau membacakan mereka buku.

Nah, Ma, jadikanlah kegiatan membaca ini sebagai rutinitas harian dengan anak-anak. Tak perlu terlalu lama, 10 – 15 menit sehari pun cukup. Bacakan buku untuk mereka, meski kelak mereka sudah bisa membacanya sendiri.

Manfaat Mendongeng untuk Anak
Mendongeng untuk Anak. Sumber Gambar: Pexels

Mengapa Harus dengan Membacakan Buku? 


Mengapa harus membaca buku? Karena sebuah penelitian menunjukkan bahwa membacakan buku pada anak-anak adalah kebiasaan kuat yang akan mengantar mereka menjadi anak-anak yang cerdas dan berkarakter positif.

Menjadi orang tua memang mengikat waktu kita. Kita tahu bahwa profesi ini menuntut waktu yang tak terbatas. Tak hanya selesai setelah mengandung anak-anak selama 9 bulan atau menyusui mereka sampai 2 tahun lamanya, tetapi semua itu berlanjut. Dengan cucian yang seakan tak ada habisnya, dengan “sibling rivalry” yang seringkali mengisi hari-hari, dengan PR si kakak yang cukup banyak, dengan menu masakan yang setiap hari menuntut variasi, dan lain-lainnya.

On and on and on.

Namun, jangan jadikan kesibukan tadi sebagai alasan untuk tidak melakukan rutinitas yang baik ini ya, Ma. Because, this is what happens when you read aloud to your child every day:

1. Membacakan buku dapat meningkatkan perbendaharaan kata pada anak-anak kita. 

Orang tua yang telah membacakan buku pada anak-anaknya sejak usia pra sekolah, sesungguhnya telah membantu anak-anak mereka dalam memahami pelajaran yang akan disampaikan oleh guru mereka di kelas saat sekolah nanti.

Tentu akan berbeda, jumlah kata yang dikuasai anak-anak yang sering dibacakan buku dengan yang tidak.

2. When you read aloud to your child every day, you grow your child’s brain, literally. 

Semakin banyak buku yang kita bacakan, semakin banyak neuron yang tumbuh dan terhubung di otaknya.

3. Dengan membacakan buku pada anak-anak, sesungguhnya kita sedang meningkatkan kemampuannya dalam mendengarkan dan berkonsentrasi. 

Dua hal ini tentu sangat penting saat mereka sekolah nanti. Membacakan buku juga dapat mengurangi kecenderungan agresif pada anak.

4. Kegiatan mendongeng yang dilakukan secara rutin, dapat membangun ikatan yang kuat antara ibu dan anak. 

Sulung saya, Mas Amay, bahkan masih ingat salah satu buku kesukaannya sewaktu balita dulu. Terkadang saat saya mengeluarkan kalimat, “Sudah sampai belum?” dia langsung teringat buku kesayangannya yang berjudul sama.

5. Membacakan buku dapat meningkatkan rasa empati pada anak. 

Ya, karena setiap buku mengandung cerita kehidupan yang berbeda-beda, kan? Membacakan berbagai macam buku cerita akan mengajarkannya untuk menjadi teman yang berempati, pandai melihat sesuatu dari berbagai sudut pandang, dan juga menjadikannya seseorang yang penuh kasih, yang ringan tangan membantu orang lain yang membutuhkan. 


Mengapa Kebiasaan Ini Sering Terlewatkan?


Sudah tahu manfaat membacakan buku bagi anak-anak, namun mengapa terkadang kita (saya khususnya), masih enggan meluangkan waktu untuk melakukannya? Nah, setidaknya ada 8 alasan mengapa kita belum terbiasa untuk mendongeng atau membacakan buku pada anak-anak. 8 alasan itu antara lain;

1. Maaf, Mama sibuk

Seperti yang sudah saya tulis di atas, terkadang cucian dan setrikaan yang menumpuk, menjadi beban yang harus segera diselesaikan. Pentingnya tumpukan pakaian itu bahkan mampu mengalahkan pentingnya menumbuhkan kedekatan dengan anak. 

Ya gimana ya, mungkin sudah naluri kita bahwa segala yang berantakan harus segera dibereskan. Tapi adakah solusi untuk “menyembuhkan” perasaan sok sibuk ini?

Di NHW 6 dengan materi Ibu Manajer Keluarga Handal, mahasiswi IIP sudah diajarkan untuk “put first thing first”. Ya, jika peran kita di rumah adalah sebagai istri/ibu, maka kewajiban kita yang pertama adalah untuk hadir sepenuhnya di hadapan mereka. Bukan di hadapan cucian, hehehe... 

Maka dari itu, semisal kita tidak sempat melakukannya, kita bisa mendelegasikan tugas kita ke laundry, misalnya.

Jadi sudah bisa memutuskan ya, lebih penting anak atau cucian, Ma? Hihi...

2. Anak saya sudah bisa baca sendiri kok.

Saya jadi ingin mengaku dosa. Setelah si sulung masuk SD, waktu saya dengannya menjadi semakin sedikit. Sepulang sekolah, urusan kami hanya sebatas mengulang hafalan dan mengerjakan PR. Membacakan buku menjadi sebuah kegiatan mewah, artinya, tidak setiap hari kami bisa melakukannya bersama. Padahal, semakin tinggi usia anak, ia membutuhkan bacaan yang semakin bervariasi. 

“Tapi kan, dia bisa baca sendiri?”

Ya betul. Namun, keterampilan membaca dan mendengarkan mulai menyatu di sekitar kelas delapan. Sampai usia itu, anak-anak biasanya lebih banyak memahami sesuatu dari apa yang mereka dengarkan daripada yang mereka baca. Oleh karena itu, anak-anak dapat mendengar dan memahami cerita yang lebih rumit dan lebih menarik daripada apa yang dapat mereka baca sendiri.

Nah, mumpung Mas Amay masih kelas 2 SD, Mama Kepiting harus mulai merutinkan kembali kebiasaan yang hilang. Semoga Mama selalu ingat bahwa anak yang lebih besar pun masih suka dibacakan, meskipun ia tidak mengatakannya!

Menumbuhkan Kecintaan Pada Buku
Membaca Buku, Sumber Gambar; Pexels


3. Saya paling males baca keras-keras

Ini penyebabnya mungkin antara dua; memang Mama tidak menyukai buku, atau karena Mama tidak suka membaca dengan keras. 

Memang membaca dengan keras membutuhkan keterampilan. Apalagi jika yang dibaca adalah buku anak-anak yang ekspresif. Tapi ini kan dilakukan di rumah, Ma. Jadi nggak usah malu lah, hihi..

Lagi pula, membaca dengan keras bukanlah tentang kemampuan untuk tampil. Ini tentang hubungan atau bonding dengan anak-anak, karena kedekatan fisik dan ikatan emosional yang terlibat dalam kegiatan ini. Membaca dengan keras adalah sesuatu yang anak-anak sebut sebagai kegiatan favorit mereka untuk dilakukan dengan orang tua mereka.

Jadi, yuk mulai dari sekarang. Pilihlah buku yang paling menarik yang Mama ingin bacakan. Oya, sekalian promosi, saya juga jualan buku anak-anak lho! Xixixi... 

4. Anakku nggak mau anteng

Ini saya alami sendiri. Anak pertama dan kedua saya memiliki karakter yang sangat berbeda. Si sulung lebih bisa tenang dan memiliki rentang konsentrasi yang cukup panjang, sementara si kecil tidak terlalu suka mendengarkan. Ternyata, ini berpengaruh pula pada kemampuan mereka dalam berkomunikasi.

Menyadari hal itu, saya tetap membacakan untuknya, meski kadang ia pergi meninggalkan mamanya. Hiks... Saya pun tetap mencarikan buku paling menarik, yang kira-kira akan disukainya. Dengan kebiasaan membaca keras setiap hari, ia pun belajar cara mendengarkan. Belakangan, ia meminta saya untuk membacakan buku kesayangannya.

Ingatlah bahwa ketika kita membaca dengan keras, sesungguhnya kita juga sedang meningkatkan kemampuan anak-anak untuk memperhatikan dan berkonsentrasi – keterampilan ini yang akan membantu anak-anak di sekolah dan dalam kehidupan di luar sekolah.

5. Saya lelah...

Pekerjaan sebagai ibu rumah tangga yang sekolah tak ada habisnya, terkadang menguras energi kita. Setuju kan, Ma? Efeknya, saat malam tiba kita sudah tak berdaya, dan ingin cepat-cepat tidur. Akhirnya, kegiatan membacakan buku sebelum tidur pun ditinggalkan. Lagi dan lagi.

Nah, bagaimana jika sekarang kita ubah jadwalnya?  Coba lakukan kegiatan membaca ini lebih awal dari biasanya. Misalnya saat sarapan, atau saat bersantai di sore hari. Atau bisa juga saat jelang tidur siang.

6. Usia anak saya jauh berbeda

Ya, perbedaan usia anak yang cukup jauh juga bisa menjadi pemicu malasnya membaca. Mau baca untuk si sulung, adiknya ribut minta dibacakan juga, dan begitu pula sebaliknya. Hihi... 

Lalu bagaimana cara mengatasinya? Bedakan jadwal membaca untuk mereka. Karena anak kedua saya belum sekolah, jadi saya biasa membaca untuknya saat si Mas pergi sekolah. Untuk si sulung, biasanya kami membaca bersama setelah sholat maghrib dan mengaji.

7. Anakku sering menyela... Di setiap halaman. Dan itu bikin males.

Tidak ada orang yang suka diganggu, memang. Termasuk saat membaca, yang sebenarnya tujuan awal kegiatan ini adalah untuk mereka. Tapi ternyata jika kita mau bersabar dan memahami mereka, sesungguhnya apa yang mereka lakukan ini adalah bagian dari proses belajar. Terlebih jika kemudian terjadi diskusi tentang buku ini. Wow!

Jadi, jika pertanyaan anak adalah tentang cerita itu sendiri, silakan jawab langsung karena mungkin saja ia tidak sepenuhnya memahami apa yang terjadi dan itulah mengapa dia bertanya. Namun jika pertanyaannya tidak berhubungan dengan isi buku yang sedang dibacakan, katakan, “Ooh, pertanyaan yang bagus. Nanti kita bahas setelah selesai baca buku ini, yaa...”

8. Baca buku yang sama berkali-kali itu membosankan

Iya, benar. :D

Namun sayangnya kita memang harus terus melakukannya, karena saat anak-anak mendengar kosakata yang sama secara berulang-ulang, hal ini akan semakin menguatkan pemahamannya terhadap kata tersebut. Jadi, bersabarlah, Ma. 

Jika Mama memang sudah telanjur bosan sementara anak kita maunya buku itu-itu saja, coba singkirkan buku itu dari pandangan mereka. Selanjutnya, cari buku pengganti yang lebih menarik lagi. Bila perlu, saat membeli buku baru, ajak anak untuk memilih buku yang disukainya.




Nah Ma, mari kita sama-sama berusaha untuk konsisten membacakan buku untuk anak-anak agar mereka bisa tumbuh menjadi anak yang cerdas dan berperilaku baik. Siapa tahu, mereka bisa tumbuh menjadi secerdas Maudy Ayunda, ya kan? Aamiin. 10-15 menit sehari saja, cukup bagi mereka. Kelak, mereka akan mengingat ini sebagai pengalaman terbaik di masa kecil. Selamat memilih buku dan membacakannya untuk anak-anak, Ma!


Read More

NHW #9, Bunda Sebagai Agen Perubahan

Monday, April 1, 2019

Waktu begitu cepat berlalu, dan pada akhirnya kami sampai di sini. Mahasiswi Institut Ibu Profesional batch 7, minggu ini menghadapi NHW terakhir, yaitu NHW #9. Meski selama 3 bulan ini Mama tak terlalu aktif di grup, dan seringkali mengerjakan tugas mingguan dengan terburu-buru sehingga hasilnya kurang maksimal, namun tetap saja Mama merasa sedih dan kehilangan.

Tapi seperti kata orang bijak, cara kita melihat apakah kita cocok dengan seseorang atau tidak, yaitu ketika kita merasa lupa waktu. Dan ya, minggu demi minggu, hari demi hari yang kami lewatkan dengan obrolan seru, membuat kami benar-benar lupa waktu. Sampai kemudian kami tersadar, yah, ini adalah tugas terakhir, sebelum kami dinyatakan lulus atau tidak.

NHW #9 ini, merupakan tindak lanjut seusai pencarian jati diri. Jika di NHW #8 kemarin kita sudah menentukan Misi Hidup dan Produktivitas, kali ini kita diarahkan untuk menjadi agen perubahan.

Change Maker, source; youtube.com

Kedengarannya koq wow banget yaa.. Agen Perubahan, gitu lho! Tapi kembali lagi ke fitrah kita sebagai manusia. Manusia yang bermanfaat adalah manusia yang menjalankan kehidupan sesuai dengan fitrahnya.

Jadi, jika kita sudah menemukan passion (ketertarikan minat) ada di ranah mana, mulailah melihat isu sosial di sekitar kita, lalu belajarlah untuk membuat solusi terbaik di keluarga dan masyarakat.

Karena ketertarikan Mama ada di dunia tulis-menulis, Mama buat seperti ini;




Social Venture adalah suatu usaha yang didirikan oleh seorang social entrepreneur baik secara individu maupun organisasi yang bertujuan untuk memberikan solusi sistemik untuk mencapai tujuan sosial yang berkelanjutan. Sedangkan social entrepreneur adalah orang yang menyelesaikan isu sosial di sekitarnya menggunakan kemampuan entrepreneur.

Untuk membuat perubahan di masyarakat, kita bisa mengawalinya dari rasa empati. Dan untuk membuat usaha yang berkelanjutan, kita bisa mengawalinya dengan menemukan passion, dan menjadi orang yang merdeka menentukan nasib hidupnya sendiri. Jika kita bisa menyelesaikan permasalahan sosial di sekitar kita dengan kemampuan entrepreneur yang kita miliki, kita tak perlu lagi menunggu dana dari luar untuk melakukan perubahan, karena modal sesungguhnya cukup dengan tekad kuat dari dalam hati.

Nah, Mama punya mimpi, kesadaran literasi di sekitar kita meningkat. Jika kesadaran literasi meningkat, kita tak akan mudah dibohongi. Kita pun akan semakin pandai dalam mencari informasi, menganalisa, menemukan, sehingga informasi yang terdistribusi adalah informasi yang benar, bukan hoaks semata.

Untuk mengawali kampanye literasi digital ini, Mama dan teman-teman Mama di KEB Solo, akan mengadakan kelas blogging untuk pemula dalam waktu dekat. Semoga kelak semakin banyak blogger yang menghasilkan karya-karya inspiratif, yang bisa mendorong masyarakat untuk menggunakan internet secara lebih bijak.


Quote about Change Maker by Mahatma Gandi


Read More

NHW #8 ; Misi Hidup dan Produktivitas

Monday, March 25, 2019

Jika minggu lalu di NHW #7 kita sudah belajar tentang "Ikhtiar Menjemput Rezeki" dengan "Kenali Diri, Bangkitkan Potensi", di NHW #8 kali ini kita akan belajar tentang "Misi Hidup dan Produktivitas".

NHW #8, Misi Hidup dan Produktivitas

Secara kebetulan, hari Sabtu kemarin Mama dan Mas Amay terlibat obrolan seru. Mas Amay yang tanggal 16 Maret kemarin berulang tahun ke delapan, Mama ajak bicara dari hati ke hati. Obrolan ini bermula saat kami membahas seorang temannya yang sudah berhari-hari mogok sekolah. Mengapa temannya itu tidak mau sekolah? Bagaimana hal itu membuat ibunya sangat sedih? Sampai kemudian kami membahas tentang cita-cita, bagaimana agar bisa mewujudkannya? Mengapa Allah mengaruniai kita otak untuk berpikir, tangan untuk bekerja, dan hati untuk merasa?

Dalam banget. Terlebih sehari sebelumnya, yaitu hari Jumat, Mas Amay menerima rapor mid semester. Jujur, Mama bersyukur dengan apa yang Mas Amay dapatkan. Tapi Mama lebih bahagia saat Bu Husna berkata bahwa Mas Amay senang menggambar, dan di kelas, Mas Amay sering menggambarkan sesuatu untuk teman-teman.

Mama bahagia, karena Mama melihat ada binar-binar di mata Mas Amay saat Mas Amay menggambar. Insya Allah ke depannya kita akan lebih mudah berjalan, karena titik cahaya itu sudah kelihatan.

Saat Mama bertanya tentang cita-cita, jawaban Mas Amay ada dua. "Mas Amay mau jadi arsitek kayak papa, terus mau menulis buku juga."

Bismillah ya, Nak...

Untuk buku, tahun lalu Mas Amay sudah membuat satu judul buku. Insya Allah tahun ini kita buat lagi ya. Oya, ini cerita tentang buku Mas Amay : Mas Amay Belajar Berbagi; Jual Buku untuk Korban Gempa Lombok, Palu dan Donggala.

Buku Pertama Mas Amay

Mama hanya bisa berdoa dan memberi support. Semoga Mas Amay bisa istiqomah di jalan yang sudah Allah tunjukkan. Mas Amay harus bersyukur, karena setidaknya Mas Amay sudah punya mimpi di usia ini. Mama, harus mencari dan menemukannya di usia yang tak lagi muda.

Mas Amay harus bersyukur, Mama dan Papa selalu support kegiatan Mas Amay. Mama, dulu berada di kondisi yang sangat terbatas. Jangankan untuk mengasah potensi, untuk membeli buku bacaan saja, Akung dan Uti kesulitan.

Tapi alhamdulillah, kini semua sudah terlewati.

Sekarang, jika Mama ditanya;

A. Apakah ada ranah aktivitas yang sesuai dengan kuadran SUKA dan BISA, seperti yang tertulis di NHW #7?

Alhamdulillah, apa yang Mama lakukan pada hari ini, sudah sesuai dengan potensi yang Mama miliki. Ya, Mama akhirnya benar-benar kecemplung di dunia tulis-menulis, dunia yang Mama impikan, sejak tahun 2013. 

Namun, meski sudah berjalan 6 tahun lamanya, Mama masih harus banyak belajar untuk menjadi seorang Blogger Profesional.

B. Tentang "Be, Do, Have"

1. Mental seperti apa yang harus dimiliki untuk menjadi seorang blogger profesional?
Menurut Mama, seorang Blogger Profesional itu;

- Rendah Hati. Seperti ilmu padi, makin berisi makin merunduk, seperti itulah Blogger Profesional. Seperti Mak Carolina Ratri yang rajin berbagi ilmu ngeblog di blognya, atau seperti almarhum CumiLebay yang sering berkunjung ke blog-blog, tanpa melihat apakah blogger ini terkenal atau tidak.

- Haus Ilmu. Teknologi semakin berkembang, dan tentu, ini berpengaruh juga terhadap dunia per-blogging-an. Jangan pernah merasa puas, atau kau akan terlindas. Belajar lagi, belajar lagi, belajar lagi, karena di luar sana jumlah blogger atau penulis akan semakin banyak.

- Punya Value. Yap! Kata orang, profesi blogger semakin wangi. Mulai banyak brand yang menggunakan jasa blogger untuk mengiklankan produknya. Namun, seorang Blogger Profesional tidak gebyah uyah. Blogger Profesional tidak hanya mengejar materi saja. Blogger Profesional adalah blogger yang mengutamakan profesionalisme dalam berkarya. Untuk itu, blogger profesional harus mampu memilah dan memilih pekerjaan yang sesuai dengan hati nuraninya. Seperti pesan Ibu Septi Peni, "Rejeki itu pasti, Kemuliaan yang harus dicari."

2. Apa yang harus Mama lakukan untuk menjadi Blogger Profesional?

Belajar. Seperti yang sudah Mama tulis di NHW #5; Learning How to Learn,

- Mama harus selalu memperbaiki tulisan
- Mama harus bisa menaklukkan sebuah lomba
- Belajar tentang coding, SEO, juga tentang adsense

3. Apa yang akan Mama lakukan apabila Mama sudah memiliki apa yang Mama harapkan?

Seperti poin nomor 1 tadi, Mama harus tetap rendah hati, tidak pelit ilmu, sekaligus tetap belajar agar tidak tergilas perkembangan zaman. Satu lagi, Mama harus tetap punya value. 

C. Tentang 3 aspek dimensi

1. Apa yang ingin dicapai dalam kurun waktu kehidupan kita?
Mama ingin tetap berada di jalan-Nya, semakin baik dari waktu ke waktu, bisa memberikan manfaat untuk diri sendiri, untuk keluarga, dan untuk lingkungan sekitar.

2. Apa yang ingin dicapai dalam waktu 5-10 tahun ke depan?
Ingin sekali dari hasil menulis, bisa ditabung untuk memberangkatkan Akung menunaikan rukun islam ke 5.

3. Apa yang ingin dicapai dalam kurun waktu satu tahun?
Ingin sekali bisa memenangkan lomba blog, dan bisa memberangkatkan Akung umroh. Siapa tahu nanti ada lomba blog berhadiah umroh, ya kan? Jika menang, hadiahnya akan Mama berikan untuk Akung.

Mohon doanya semoga impian-impian Mama bisa tercapai ya... Aamiin YRA.

Ya, lebih dari itu, Mama ingin bisa mendampingi Mas Amay dan Dek Aga untuk mengejar cita-cita, memberi manfaat untuk banyak orang. Semoga Mama, Papa, Akung, Mas Amay dan Dek Aga, senantiasa diberi kesehatan dan keselamatan agar bisa beribadah dengan baik. Semoga kita selalu berada dalam penjagaan-Nya. Aamiin YRA. 





Read More

NHW #7 ; Kenali Diri, Bangkitkan Potensi

Monday, March 18, 2019

"Before you can successfully make friends with others, first you have to become your own friend." Stephen Richards 
Suatu hari Mama menemukan motivational quotes di atas, dan kalimat itu benar-benar membuat Mama merenung. Ya, sebelum bisa berteman dengan orang lain, pertama-tama kita harus bisa berteman dengan diri kita sendiri. Berteman dengan diri sendiri, artinya kita mampu mengenali diri sendiri, baik kelemahan maupun potensi yang dimiliki. Berteman dengan diri sendiri juga berarti mengetahui hal-hal yang kita sukai dan yang tak kita sukai. 

Menjadi mahasiswi di Institut Ibu Profesional, Mama semakin akrab dengan pesan Bu Septi Peni, yaitu, "Meninggikan gunung dan bukan meratakan lembah." Ini lagi-lagi membuat Mama manggut-manggut. Oiya ya, kenapa kita harus repot-repot menjadi orang lain dengan 'meratakan lembah'? Kenapa kita tidak menonjolkan kemampuan kita saja? Jadi diri sendiri itu lebih membuat kita nyaman, ya kan?

Bersyukur di NHW #7 ini, kami para mahasiswi, diajak untuk menyelami diri sendiri. Jangan salah, menguliti diri sendiri ternyata tidak lebih mudah dari menilai pribadi orang lain, lho, hihi... Makanya ada peribahasa yang mengatakan, gajah di pelupuk mata tak tampak, semut di seberang lautan tampak.

Buya Hamka bahkan berkata, "Mengenal diri sendiri jauh lebih sukar daripada ingin mengetahui kepribadian orang lain, sebab itu, kenalilah dirimu sendiri sebelum mengenal pribadi orang lain."

Beruntung, IIP mendapatkan izin untuk menggunakan tools temuan Abah Rama Royani, seorang yang sering menjadi guru tamu di komunitas Ibu Profesional. Tools tersebut beralamat di www.temubakat.com

Setelah mencoba tools tersebut, hasil yang Mama dapatkan adalah sebagai berikut;


ARINTA ADININGTYAS, anda adalah orang yang senang mengkomunikasikan sesuatu yang sederhana menjadi menarik, analitis, teliti & suka mengumpulkan informasi, senang mempelajari latar belakang, senang olah pikir, menyendiri, analitis dan senang berkomunikasi, senang mengkomunikasi ideanya, suka mengumpulkan berbagai informasi atau literatur. 

Ternyata, potensi Mama Kepiting adalah sebagai communicator, evaluator, explorer, interpreter, dan journalist

Apa iya sih? Memang, hasil tesnya bisa berubah-ubah, tergantung mood. Tapi, di sana kita diberikan beberapa pilihan, mana yang paling cocok sampai dengan yang paling tidak cocok dengan karakter kita.

Mama Kepiting tentu tidak cocok menjadi operator atau producer, karena memang Mama Kepiting kurang terampil dalam membuat atau mengoperasikan sesuatu. Misalnya, menjahit baju atau membuat menu makanan baru. Duh, Mama tidak mampu.

Selain itu, Mama akui, Mama bukan marketer yang baik. Iya, selama ini, Mama memang mencoba menjadi reseller dan marketer buku-buku anak. Tapi, tujuan dari berjualan buku itu bukan untuk menjadi kaya atau banyak uang. Mama ikut memasarkan buku hanya agar bisa memiliki buku untuk Mas Amay dan Dek Aga, tanpa harus kehilangan banyak uang, hehe.. Kan kalau jadi reseller atau marketer, diskonnya lebih banyak. Dengan mengumpulkan teman-teman Mama yang ingin membeli buku itu juga, setidaknya Mama bisa mendapatkan buku incaran Mama dengan harga lebih murah, syukur-syukur dapat gratis. Hehe... 

Lalu, apakah benar potensi terbesar Mama adalah sebagai communicator, evaluator, explorer, interpreter, dan journalist?

Mama belum pernah menggali potensi sebagai evaluator, explorer, dan interpreter sih. Namun sebagai communicator, Mama memang sebenarnya suka tampil di depan umum. Hanya saja, permasalahan utama yang dulu Mama hadapi adalah soal ketidakpercayaan diri.

Sampai suatu hari, saat diadakan seminar parenting di TK Mas Amay, Mama diminta untuk menjadi moderator. Meski deg-degan pada awalnya, namun alhamdulillah, Mama bisa membuktikan pada diri sendiri bahwa Mama bisa melakukannya.



Lanjut soal potensi menjadi journalist. Ya, meski mungkin bukan sebagai jurnalis profesional, tapi setidaknya sudah terlihat bahwa Mama memiliki dua blog sebagai tempat menuangkan isi hati dan isi kepala. Anggap saja ini berkaitan dengan potensi sebagai journalist yaa, hehe... 

Alhamdulillah, so far hasil tesnya tidak terlalu jauh dari karakter Mama selama ini.

Baiklah, setelah mencoba mengenali potensi diri melalui www.temubakat.com, kemudian mengkonfirmasi ulang apakah Mama benar-benar seperti hasil tes itu, Mama kemudian bisa memetakan hal apa saja yang Mama suka dan Mama bisa, Mama suka namun Mama tak bisa, Mama tak suka namun Mama bisa, dan yang Mama tak suka dan tak bisa.

Suka dan Bisa
- Menulis
- Berbicara di depan banyak orang/anak
- Memotivasi orang lain untuk melakukan sesuatu

Suka, namun Tidak Bisa
- Bermain Musik
- Menggambar / Mendesain 

Tak Suka, namun Bisa
- Memasak
- Bersih-bersih rumah

Tak Suka dan Tak Bisa
- Menjahit
- Crafting

Sebagai penutup, Mama petik sebuah kalimat, yang mungkin nanti berguna untuk Mas Amay, Dek Aga, dan yang lainnya.
Before anything else, find yourself, be yourself and love yourself. 



Read More

NHW #6; Ibu Manajer Keluarga Handal

Monday, March 11, 2019

Memasuki NHW #6, kali ini Mama belajar tentang bagaimana menjadi manajer andal. Jika Ibu Septi Peni mempunyai program menjadikan pakaian "daster" bagi ibu-ibu hanya dipakai dari Subuh sampai pukul tujuh pagi, di mana saat berdaster itu merupakan waktu untuk mengerjakan pekerjaan rutin di rumah, berbeda dengan Mama. Mama lebih suka menggunakan daster sepanjang hari, karena mayoritas waktu Mama memang berada di ranah domestik ini.

Ibu Septi, setelah jam tujuh pagi, berganti pakaian yang lebih rapi, dan beliau siap mendidik anak-anaknya dan bermain total bersama mereka. Ya, kalau Mama tidak salah, Bu Septi mendidik sendiri putra-putrinya di rumah, atau bisa disebut homeschooling. Setelah pukul tujuh malam, beliau berdaster kembali.

Program ini dikenal dengan nama '7 to 7' dan sekarang menjadi program andalan di Institut Ibu Profesional.

Dulu Ibu septi membuat program 7 to 7 tujuannya agar bisa bertindak sebagai ibu profesional dengan adanya jam kerja. Dalam mendidik anak, beliau berpenampilan rapi selayaknya guru yang mengajar sejak jam 7 pagi hingga jam 7 malam. Intinya beliau belajar menghargai diri bahwa ibu rumah tangga juga sebuah profesi yang bisa dikerjakan secara profesional, bisa dandan cantik dan modis di jam tersebut.

Mengapa Mama tidak menirunya? Karena Mama lebih nyaman "bekerja" dengan daster, hehe.. Pun, Mas Amay dan Dek Aga tidak menjalani homeschooling. Jadi kelak, saat Dek Aga sudah resmi menjadi anak TK, waktu Mama untuk "menyendiri" dengan tugas-tugas domestik insya Allah akan lebih panjang.

Nah, maka dari itu, saat ada materi tentang kandang waktu, Mama mengumpamakan saat Dek Aga sekolah nanti. Toh, insya Allah tinggal beberapa bulan lagi.

Dan karena rata-rata waktu sekolah Dek Aga adalah sejak pukul 7:30 sampai pukul 12 siang, maka kandang waktu Mama adalah sebagai berikut :

Jam 5 - 7 pagi, Mama menjadi koki dan "qyu-si". Apa itu qyu-si? Hihi.. Itu maksudnya QC alias Quality Control. Setelah menyiapkan sarapan pagi, Mama harus mengecek keperluan Mas Amay dan Dek Aga, juga keperluan Papa sebelum mereka berangkat.

Jam 7 - 11 siang, waktunya memasak untuk sehari, mencuci, menyapu dan mengepel. Mama harus menyelesaikan tugas ini dalam waktu 4 jam. Bisa? Harus bisa. Kalaupun terpaksa belum selesai, Mama boleh menundanya keesokan hari.

Di IIP, ada kandang waktu yang bersifat dinamis, atau bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Nah, untuk tugas domestik seperti ini, Mama harus menetapkan prioritas juga.

Di antara 4 hal yang harus Mama kerjakan di 4 jam ini, yaitu memasak, mencuci, menyapu dan mengepel, yang paling wajib adalah memasak. Mengapa? Setidaknya ada 2 alasan;

1. Tidak memasak, artinya boros. Sedangkan Mama harus pandai mengatur keuangan keluarga juga. Ya kan? Jika salah perhitungan, khawatirnya akan mempengaruhi kebutuhan lainnya.
2. Memasak supaya gizi keluarga terjamin.

Untuk mencuci, menyapu, dan mengepel, jika Mama tak sempat, maka akan dilakukan sesempatnya. :)

Jam 11-1 siang, waktu Mama untuk menulis. Menulis sekenanya. Menulis sedapatnya. 

Mengapa Mama membuat kandang waktu menulis di jam ini? Jam 11, Mama harus berhenti dari mengerjakan pekerjaan domestik. Dan jam 1, adalah waktu sebelum anak-anak pulang sekolah. Jika anak-anak pulang lebih cepat, Mama akan mengurangi waktu untuk menulis ini.


Kandang Waktu Mama Kepiting


Jam 1-8 malam, waktu Mama akan tercurah untuk anak-anak, dan untuk papa. Ini waktu untuk menemani mereka bermain dan belajar. Jika diperlukan, waktunya akan Mama tambah.

Before Bedtime, Mama akan melanjutkan kegiatan menulis, membuat desain postingan untuk sosial media, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan kegiatan mama sebagai Mom Blogger.

Ya, itulah jadwal yang telah Mama susun, setidaknya untuk hari Senin-Jumat, saat anak-anak dan papa punya kegiatan di luar rumah. Terkhusus untuk hari Kamis, Mama harus menyediakan waktu menjadi Makmin di WA Grup Kumpulan Emak Blogger, karena hari itu adalah jadwal drop link blog walking.

Untuk weekend atau Sabtu dan Minggu, jika tidak mudik dan tidak ada acara dengan komunitas menulis baik itu IIDN maupun KEB, maka Mama akan menggunakan waktu untuk having fun bersama keluarga, plus, menyetrika. Hehe..

Do'akan semoga Mama bisa mematuhi jadwal yang Mama buat sendiri ini yaaa... Selamat me-manage waktu untuk keluarga juga ya, Ma..


Read More