Manfaat Susu Formula Soya untuk Bayi

Monday, November 11, 2019

Manfaat Susu Formula Soya untuk Bayi
Manfaat Susu Formula Soya untuk Bayi

Orangtua yang memiliki anak dengan alergi susu sapi, mungkin merasa kebingungan bagaimana cara memenuhi kebutuhan nutrisi putra-putrinya. Memang, ada susu kedelai atau dikenal juga dengan nama susu soya, tetapi tidak seperti susu sapi yang kaya kalsium, kandungan kalsium dalam susu soya masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Namun ternyata, pendapat ini tak sepenuhnya benar, karena kini sudah ada susu formula soya.

Lho, apa bedanya susu soya dengan susu formula soya? Check this out, Mama!

Seperti yang kita tahu, susu soya memang menjadi alternatif pilihan bagi seseorang yang alergi terhadap susu sapi. Tidak salah, karena di dalam susu soya terkandung beragam manfaat untuk tubuh. Manfaat-manfaat itu antara lain:

1. Menjaga Kesehatan Jantung


Sebuah penelitian menyebutkan bahwa susu soya mampu menurunkan tekanan darah lebih baik dibandingkan dengan susu sapi, pada pasien dengan hipertensi ringan sampai sedang. Pada pasien dengan diabetes tipe 2 pun, konsumsi susu kedelai memiliki efek yang baik untuk tekanan darah. Ini menjadi bukti bahwa mengonsumsi susu soya sangat baik untuk meningkatkan kesehatan jantung.

Selain itu, kandungan protein yang terdapat dalam susu soya juga bermanfaat sebagai sumber nutrisi dan untuk pertumbuhan. Protein tersebut terbuat dari asam amino yang berguna untuk mencegah berbagai penyakit. Nah, asam amino dan isoflavon inilah yang berfungsi untuk menurunkan kadar kolesterol dalam darah.

2. Menjaga kesehatan tulang


Kandungan kalsium dalam susu kedelai memang tidak sebanyak pada susu sapi, tapi bukan berarti susu kedelai tidak dapat membantu memelihara kesehatan tulang. Faktanya, kedelai juga memiliki kandungan kalsium, magnesium, kalium, dan fosfor yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tulang.

Mengonsumsi susu kedelai secara rutin dapat menjaga kesehatan tulang dan menurunkan risiko pengeroposan tulang. Susu kedelai yang mengandung isoflavon juga dipercaya dapat memelihara sendi dan mengatasi gejala radang sendi.

3. Mencegah Obesitas


Kedelai adalah makanan dengan kadar glikemik indeks rendah, sehingga mengonsumsi susu kedelai tidak akan menimbulkan obesitas, asalkan susu kedelainya tidak diberi tambahan kadar gula yang tinggi.

4. Melancarkan Pencernaan


Susu kedelai mengandung banyak protein, lemak, dan karbohidrat yang baik untuk tubuh. Berbagai macam manfaat dari susu kedelai ini didapatkan dari isoflavone yang terkandung di dalamnya. Isoflavon dikenal baik dalam meningkatkan absorpsi usus sehingga pencernaan menjadi lebih lancar.

5. Meningkatkan Sistem Imun


Manfaat susu kedelai selanjutnya adalah untuk meningkatkan sistem imun tubuh. Ini karena susu kedelai kaya akan antioksidan yang merupakan salah satu kunci untuk meningkatkan imunitas tubuh. Jika imunitas terjaga maka tubuh akan terlindungi dari berbagai macam patogen yang dapat menginfeksi tubuh.


Melihat berbagai macam manfaat yang terkandung dalam susu kedelai, tak heran jika susu kedelai menjadi alternatif pertama sebagai pengganti susu sapi di pasaran, meski sebenarnya ada susu almond, susu oat dan yang lainnya. Namun begitu, karena susu soya murni tidak mengandung kalsium dan vitamin D, diciptakanlah susu formula soya yang sudah dilengkapi dengan kalsium, vitamin D, mineral, asam amino, juga asam lemak.

Jadi, sudah jelas ya, perbedaan antara susu soya dengan susu formula soya? Sekarang, Mama tak perlu khawatir jika ananda mengalami alergi susu sapi. Hanya saja, harus selalu diingat bahwa susu soya tidak direkomendasikan untuk dikonsumsi oleh anak di bawah usia 6 bulan. Hal ini dikarenakan pada usia tersebut pencernaan anak belum berkembang sempurna, dan memang, kita dianjurkan untuk memberikan ASI secara eksklusif hingga 6 bulan.



Ditulis dengan Cinta,

Mama




Sumber Referensi:

1. https://hellosehat.com/hidup-sehat/nutrisi/manfaat-susu-kedelai-bagi-kesehatan/
2. https://kumparan.com/babyologist/manfaat-susu-soya-untuk-bayi-1rLYBddFZPr
3.https://doktersehat.com/manfaat-kedelai/
4. https://www.klikdokter.com/info-sehat/read/3627985/apakah-nutrisi-dalam-susu-soya-setara-dengan-susu-sapi




Read More

12 Gaya Populer Kekeliruan dalam Komunikasi

Thursday, August 29, 2019


Jika sebelumnya Mama Kepiting menulis tentang Pengaruh Verbal Bullying terhadap Masa Depan Korban yang inspirasinya datang dari tayangan di channel YouTube Pak Dedy Susanto, kali ini Mama Kepiting akan membahas tentang 12 Gaya Populer Kekeliruan dalam Komunikasi menurut ibu Elly Risman. Dua tulisan ini masih saling berkaitan ya, Ma... 

Ya, kekeliruan dalam berkomunikasi masih sering sekali terjadi. Kekeliruan ini kadang terjadi begitu saja, tanpa disengaja, karena kita sudah terbiasa mengatakannya, entah karena pengaruh lingkungan atau pola asuh dalam keluarga. Dan karena sudah terbiasa, kita jadi kurang peka. Kata-kata yang mungkin baik tujuannya, bisa ditangkap sebaliknya oleh si penerima.

Maka tak heran jika Ibu Elly Risman mengatakan bahwa ada 12 gaya populer kekeliruan dalam komunikasi. Kekeliruan yang tanpa disadari, dan jika dibiarkan, anak menjadi kebiasaan yang turun-temurun.


Pesan Bijak Ibu Elly Risman
12 Gaya Populer Kekeliruan dalam Komunikasi Menurut Ibu Elly Risman


12 Gaya Populer Kesalahan dalam Komunikasi menurut Ibu Elly Risman ini, antara lain;

1. Memerintah
Sebenarnya tujuan orang tua adalah untuk mengendalikan situasi dan menyelesaikan masalah dengan cepat. Namun, pesan yang ditangkap oleh anak adalah bahwa mereka harus patuh dan tidak punya pilihan.

2. Menyalahkan
Orang tua ingin menunjukkan kesalahan si anak, sementara itu, anak meresa bahwa mereka tidak pernah benar atau baik.

3. Meremehkan
Tujuan otang tua untuk menunjukkan ketidakmampuan anak, dan mempertegas bahwa orang tua lebih tahu segalanya. Namun, yang ditangkap oleh anak adalah bahwa dirinya tidak berharga atau tidak mampu.

4. Membandingkan
Orang tua sebenarnya ingin memberi motivasi dengan memberi contoh tentang orang lain, akan tetapi anak merasa bahwa ia tidak disayang, orang tua pilih kasih, dan merasa bahwa iya, dirinya memang selalu jelek.

5. Mencap
Maksud orang tua sih ingin memberitahu kekurangan anak agar anak berubah. Namun, yang ditangkap oleh anak adalah iya, itulah saya.

6. Mengancam
Orang tua mengancam agar anak mau menurut atau patuh, akan tetapi yang dirasakan oleh anak adalah cemas dan takut.

7. Menasehati
Maksud orang tua sih, agar anak tahu mana yang baik atau buruk. Namun, anak menganggap bahwa orang tuanya sok tahu, bawel, dan membosankan.

8. Membohongi
Mengapa orang tua suka sekali membohongi anaknya? Tujuannya adalah agar urusannya menjadi gampang. Namun, anak akan menilai bahwa orang dewasa itu tidak dapat percaya.

9. Menghibur
Tujuannya agar anak tidak sedih atau kecewa, sehingga anak jadi senang dan tidak larut dalam kesedihan. Namun, efeknya adalah anak akhirnya akan lupa dan melarikan diri dari masalah. Padahal, anak juga harus belajar merasakan kekecewaan.

Nggak salah nih?

Iya, Ma. Anak harus tahu bahwa hidup ini tidak selalu menyajikan apa yang kita inginkan. Jadi, merasa kecewa adalah sebuah hal yang wajar. Heinz Kohut, seorang Psikoanalis mengemukakan bahwa rasa kecewa atau frustasi justru diperlukan untuk anak agar bisa menjadi pribadi yang dewasa. Tugas orang tua adalah mendampingi anak menghadapi rasa kecewa itu.

Coba baca artikel menarik ini, Ma.. Melatih Anak Menghadapi Rasa Kecewa

10. Mengkritik
Ortu menginginkan agar anak bisa memperbaiki kesalahan dan meningkatkan kemampuan diri. Namun, anak akan merasa bahwa dirinya selalu kurang dan salah.

11. Menyindir
Tujuannya untuk memotivasi, tapi dengan cara menyatakan yang sebaliknya. Efeknya, anak akan menganggap hal ini menyakiti hati.

12. Menganalisa
Orang tua ingin mencari penyebab kesalahan anak dan berupaya mencegah agar anak tidak melakukan kesalahan yang sama lagi. Namun, anak menganggap bahwa orang tua sok pintar.


Tuh kan... Mana di antara 12 kekeliruan itu, yang sering kita lakukan pada anak-anak? Susah ya menghindarinya? Memang, karena mulut ini sudah terbiasa. Namun, kita bisa mencoba untuk mengurangi kebiasaan buruk ini, Ma.. Caranya antara lain dengan mengingat hal-hal berikut ini:

  1. Tidak tergesa ketika bicara. Atur kalimat, jangan emosi, sehingga lawan bicara (tidak hanya anak-anak kita, yaa) mengerti yang kita komunikasikan.
  2. Kenali lawan bicara kita. Setiap individu berbeda. Perlakukan ia sebagai pribadi yang unik. Sadari dan pahami bahwa keinginan dan kebutuhan tiap individu itu berbeda.
  3. Baca bahasa tubuhnya. Tandai pesan dari gelagat dan jangkau perasaan lawan bicara.
  4. Buka komunikasi dengan menjaga perasaan lawan bicara. Saat berbicara dengan anak-anak, pikirkan bahwa mereka juga perlu berpikir, memilih dan mengambil keputusan.
  5. Menjadi pendengar aktif. Bukan "pembicara" yang aktif ya, Ma... Ini akan membuka komunikasi dan hubungan yang harmonis dengan lawan bicara.


Nah, kalau masih suka lupa, mungkin lebih mudahnya kita menahan diri untuk tak banyak bicara. :)



Read More

Pengaruh Verbal Bullying terhadap Masa Depan Korban

Friday, August 23, 2019


Adakah yang sudah melihat tayangan berjudul "Terapi Psikologis untuk Mimi Peri" di channel YouTube milik Pak Dedy Susanto? Kalau belum, coba tonton deh, Ma. Meski durasinya cukup panjang, tapi yang saya rasakan, tayangannya sama sekali tidak membosankan. Malahan, tayangan tersebut membuat saya tertegun. Ternyata lidah itu tak bertulang, tapi luka akibat sayatannya bisa lebih parah dari sabetan pedang.

Itulah yang terjadi pada Mimi Peri. Mimi Peri menjadi seperti sekarang ini, adalah akibat lingkungan yang membentuknya sejak kecil. Oya, Mama sudah tahu Mimi Peri kan? Mimi Peri bisa dibilang selebgram, karena jumlah follower instagramnya sudah mencapai angka 1,6 juta saat ini. Sukses sebagai selebgram, kini Mimi Peri pun mulai muncul di acara TV.

Nah, Mama sudah kenal kan? Sekarang saya tanya, ketika pertama kali melihat Mimi Peri, apa yang Mama pikirkan?

Kalau Mama Kepiting sih, awalnya membatin, "Duh, koq mirip almarhum Olga, ya? Agak feminin juga." Selanjutnya, fokus saya teralihkan dengan ide-ide di setiap postingannya.


Akibat verbal bullying
Mimi Peri dan kostumnya

"Ini orang sebenarnya cerdas, banyak ide, kreatif, hanya minim anggaran saja dan (maaf) agak kebablasan." Itulah yang tebersit dalam benak saya. Selanjutnya, tanpa bermaksud untuk menghakimi, saya menduga bahwa ada yang terjadi di masa lalunya, yang menjadikan Mimi Peri seperti sekarang ini. Dan ternyata dugaan saya 2-3 tahun lalu itu terjawab saat saya menyaksikan tayangan itu.

Jadi, apakah gerangan yang terjadi pada Mimi Peri di masa lalu?

Salah satunya adalah karena verbal bullying. Benar kan, lidah itu tidak bertulang, tapi kalau salah digunakan, efeknya bisa mengubah hidup seseorang. Siapa yang setuju dengan postingan di bawah ini?


pengaruh verbal bullying

Saya jadi ingat sebuah amanah dari film India yang pernah saya tonton. Filmnya berjudul Taare Zameen Par, dengan Aamiir Khan sebagai pemeran sekaligus produsernya.

Baca : Belajar tentang Anger Management dari Film Taare Zameen Par

Film ini berkisah tentang sebuah keluarga, yang ayahnya sering sekali melabeli atau mengumpat anaknya. Singkat cerita, anak ini disekolahkan di sebuah sekolah khusus, dan harus tinggal di asrama. Bertemulah ia dengan Aamiir Khan, seorang guru yang sabar, kreatif, juga bijaksana.

Suatu kali ada sebuah masalah terjadi, hingga Aamiir Khan harus menemui orang tua anak ini. Di pertemuan itulah, Aamiir Khan berkata kurang lebih seperti ini;

Penduduk Pulau Solomon tak perlu repot menebangi hutan ketika ingin membuka lahan baru. Mereka cukup mengelilingi hutan itu sambil mengumpat dan mengutuk. Beberapa hari kemudian, pohon-pohon di sana akan layu, dan siap digantikan dengan tanaman-tanaman baru yang telah mereka siapkan. Mereka menganggap, dengan umpatan dan kutukan yang mereka teriakkan itu, roh-roh yang menghuni pohon akan takut.

Intinya adalah benar bahwa ucapan adalah doa, dan percayalah, pengaruh negatif dari verbal bullying itu nyata. Dampak dari bullying ini bisa membuat korban seperti ini;

1. Depresi
2. Rendahnya kepercayaan diri / minder
3. Pemalu dan penyendiri
4. Merosotnya prestasi akademik
5. Merasa terisolasi dalam pergaulan
6. Terpikir atau bahkan mencoba untuk bunuh diri
7. Berperilaku menyimpang

Ya, seperti yang terjadi pada Mimi Peri itu. Dan saya yakin, di luar sana, masih banyak Mimi Peri - Mimi Peri yang lain, hanya tidak terekspos saja.

Baca : Seminar Parenting; Bullying yang Bikin Pening

Jadi, mari kita berusaha bersama-sama untuk memutus lingkaran bullying ini. Kita saling mengingatkan, yaa... Karena memang, sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan, tentu tak mudah untuk ditinggalkan. Ya, semacam sudah mendarah daging, begitu. Hiks... Yang pasti sih, ingat dosa, Ma... Karena dengan mem-bully beberapa detik saja, kita berpotensi untuk membuat seseorang tersiksa seumur hidupnya. Na'udzubillah min dzalik. :(






Read More

Cari Tahu Tentang Magnet Sembari Berkreasi Membuat Magnetic Butterfly Box

Wednesday, July 31, 2019


Kalau Mama adalah pengguna instagram, coba ikuti instagram @thedadlab deh. Di situ ada banyak permainan yang bisa mengasah kreativitas anak. Jadi, anak-anak nggak hanya main-main saja, tapi juga sambil belajar. 

Nah, salah satu yang Mama Kepiting contek dari @thedadlab adalah ini nih: Magnetic Butterfly Box. Ketika melihat Mas Amay dan Dek Aga bermain magnet di Minggu pagi kemarin, Mama jadi teringat salah satu postingan @thedadlab saat membuat kotak kupu-kupu. Akhirnya, kami  mencoba membuatnya bersama-sama.

Sebelum dimulai, kita siapkan dulu bahan-bahannya, ya ... Apa saja itu?

1. Box atau kardus bekas. Mama Kepiting pakai box bekas puding Holland Bakery.
2. Kertas dan krayon / spidol, untuk membuat kupu-kupu dan pemandangan.
3. Benang.
4. Paper Clip.
5. Magnet.

Cara membuatnya mudah sekali, Ma. Mungkin ini adalah karya termudah dan tercepat, tapi awet dan bikin seneng juga. Nih ya, coba ikuti ; 

1. Pertama, gambar kupu-kupu, lalu warnai.



2. Gunting gambar kupu-kupu tadi. Yang rapi, yaaa...



3. Siapkan kardus bekas. Potong seperti ini.




4. Siapkan gambar pemandangan juga, agar kupu-kupu semakin semangat terbangnya. :)






5. Tempelkan paper clip / penjepit kertas di bagian belakang kupu-kupu. Taruh paper clip-nya agak ke atas yaa, agar tarikan dengan magnetnya lebih kuat. 

6. Siapkan benang dengan panjang melebihi tinggi box. Ikat satu ujungnya pada paper clip, dan tempelkan ujung lainnya di dasar box. Usahakan kupu-kupunya menyentuh langit-langit box yaa... 




7. Masukkan gambar pemandangan tadi. Jadilah seperti ini.



8. Letakkan magnet di atas box, tegakkan kupu-kupunya, lalu geser-geser deh.






Nah, Magnetic Butterfly Box-nya sudah jadi. Sambil bermain dengan anak-anak, Mama bisa jelaskan apa itu magnet, bagaimana sifat-sifat magnet, dll. Selamat berkarya, yaaa... :)




Read More

Sistem Zonasi Bikin Emosi?

Wednesday, June 19, 2019


Sudah menjadi rahasia umum jika Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan sistem zonasi di sekolah-sekolah negeri tahun ini cukup menguras emosi. Sebenarnya aturan ini mulai diberlakukan sejak tahun lalu, akan tetapi belum semua sekolah menerapkannya. Nah, tahun ini, seluruh sekolah negeri, tampaknya harus mengikuti aturan baru. Mau tidak mau.

Nah, seperti yang sudah jamak terjadi, setiap ada aturan baru biasanya ada kontroversi yang mengikuti. Dan terkait sistem zonasi tahun ini, terus terang, saya termasuk salah satu yang kurang menyetujuinya. Ya, mungkin sebenarnya kita (atau saya saja ya?) cuma perlu waktu untuk beradaptasi sih.

Sebagai informasi, saya adalah alumnus SMP Negeri 2 Purworejo. Beberapa hari lalu, ada berita yang cukup menarik dari sekolah ini. 

Sistem Zonasi SMPN 2 Purworejo, via detikNews

Ya, demi sekolah idaman untuk putra-putrinya, para orang tua rela tidur di trotoar depan sekolah. Mereka mengejar 45 kuota zona utama yang disediakan khusus untuk warga yang bertempat tinggal di sekitar sekolah. Tentu saja, berita seperti ini langsung jadi topik diskusi yang seru di WAG alumni.

Baca beritanya aja udah kebayang ruwetnya nggak sih? 

Memang, banyak yang mengkritik sistem PPDB seperti ini. Salah seorang teman yang putrinya masuk SMP tahun ini, mengeluhkan alur pendaftaran yang bikin mumet. Teman yang lain yang juga merupakan guru kelas 6 SD, mengeluhkan sulitnya memotivasi anak didiknya untuk belajar di Ujian Nasional kemarin. Menurutnya, anak-anak ini sudah paham bahwa mereka tidak akan bisa sekolah di sekolah favorit karena tempat tinggal mereka jauh dari sekolah idaman. Lalu untuk apa susah-susah belajar? 

Kalau begini, sistem zonasi bikin males belajar, opini atau fakta? :)

Sebenarnya sih kalau dilihat, sistem zonasi ini memiliki tujuan mulia, yaitu untuk memberikan akses dan keadilan terhadap pendidikan bagi semua kalangan masyarakat, seperti yang dikatakan oleh Mendikbud Muhadjir Effendy. Namun, jika melihat keluhan-keluhan para orang tua dan guru terkait dengan sistem zonasi ini, tampaknya peraturan ini perlu dikaji lebih dalam lagi.

Pertama, ini kan masih permulaan atau perkenalan. Sebaiknya prosentase untuk warga sekitar jangan terlalu besar. Bertahap dulu lah, supaya nggak terlalu kaget. Pertimbangkan pula usaha anak-anak yang sudah berjuang untuk meraih nilai yang baik di Ujian Nasional.

Kedua, label sekolah favorit atau sekolah tidak favorit, mestinya perlahan-lahan mulai ditiadakan. Ini berarti, tidak perlu lagi ada ranking-rankingan.

Ketiga, sarana dan prasarana sekolah juga mesti disamaratakan. Jika fasilitas sudah merata, saya rasa anak-anak berotak cemerlang yang rumahnya jauh dari sekolah favorit, akan legowo jika ia harus sekolah di sekolah yang dekat dengan rumah.

Tapi, terlepas dari semua  itu, sebagai anak desa yang dulu berkesempatan untuk merasakan sekolah di tengah kota, saya harus bilang, ada kebahagiaan tersendiri ketika kita bisa mengenal teman-teman dari daerah lain. Saat class meeting atau saat minggu bebas pasca ujian, kami bahkan punya agenda berkunjung ke rumah teman. Ini jadi pengalaman yang seru, lho!

Tanpa adanya sistem zonasi seperti sekarang ini, anak kampung seperti saya juga bisa merasakan bagaimana bahagianya ketika pulang sekolah bisa mampir ke swalayan untuk jalan-jalan, membeli barang-barang impian dengan uang saku yang telah lama dikumpulkan. Dengan adanya sistem zonasi, apakah sensasi seperti ini akan bisa dirasakan anak-anak kampung seperti saya lagi? :)


Hmm, semoga tahun depan ada kebijakan yang lebih bijak lagi deh, yaa.. Jika memang sistem zonasi akan tetap diberlakukan, semoga tidak ada drama lagi lah yaa, karena kita ini Indonesia, bukan Korea. Eeaaaa... Senyum dulu ah. 😁



Read More