Dongeng Ipung Belajar Bersyukur

Wednesday, October 22, 2014

Ini adalah cerpen yang mengantarkan saya menjadi juara harapan 2 di lomba menulis dongeng Nusantara Bertutur. Tulisan ini telah dimuat di Kompas edisi Minggu, 12 Oktober 2014.

Karena cerpen inilah kepercayaan diri saya semakin besar. Ternyata saya bisa. Sebelum ini, selalu muncul keraguan dalam diri, apakah cerita-cerita yang saya buat layak untuk dibaca orang lain? Dan inilah kali pertama saya muncul sebagai juara, meski hanya harapan, di suatu lomba. Sebelumnya tak pernah seberuntung ini. :D

Nah, barangkali ada di antara ibu atau ayah di luar sana yang juga senang membacakan cerita untuk anak-anaknya menjelang tidur. Mungkin cerita ini bisa dibacakan. Semoga bermanfaat untuk semua.



Ipung Belajar Bersyukur

Ipung si capung, bersama sahabatnya Pupu si kupu-kupu, terbang ke sebuah taman.
“Lihat anak-anak manusia itu, bahagia sekali ya? Mereka berlarian dengan kedua kaki mereka.” Ujar Ipung. “Seandainya kakiku kuat seperti mereka.” Ia berandai-andai.
“Ssst, tidak boleh begitu. Kita juga punya kelebihan, lho. Lihat, dengan sayap ini kita bisa terbang. Kita harus bersyukur.” Ucap Pupu bijaksana.
Tiba-tiba seorang gadis kecil mendekati mereka dan berkata pada temannya, “Hei lihat, ada kupu-kupu dan capung!”
Temannya menimpali, “Wah iya, cantik sekali ya mereka? Coba kita punya sayap, kita bisa terbang deh, seperti mereka!”
Ipung dan Pupu yang mendengar percakapan itu saling pandang dan tersenyum. “Tuh kan, mereka juga ingin mempunyai sayap seperti kita.” Kata Pupu, yang disambut dengan anggukan setuju oleh Ipung.
“Lihat! Ada yang sedang menggambar!” seru Ipung.
“Wow, mereka sedang menggambar kita.” Pupu menimpali.
Namun beberapa saat kemudian Ipung menunduk. “Lihatlah, mereka lebih suka menggambarmu, Pu. Sayapmu indah berwarna-warni, sementara aku?” Ipung bersedih.
“Ipung, setiap makhluk mempunyai kelebihannya masing-masing. Aku memang punya sayap yang berwarna-warni, itu kelebihanku. Tapi bukan berarti aku lebih baik darimu.” Pupu kembali menghibur sahabatnya itu.
Tiba-tiba dari atas mereka terdengar suara yang keras menderu-deru. Sebuah benda melintas.
“Apa itu?” Ipung terkejut. “Ayo kita ikuti dia!” Ajaknya. Ia langsung melesat pergi, sementara Pupu tertinggal di belakang.
Pupu terengah-engah memanggil, “Ipung! Tunggu aku! Tuh kan, aku kalah cepat denganmu. Terbangmu cepat sekali. Kelebihanmu itu harus disyukuri.” Kata Pupu sambil berusaha mengatur napasnya.
Ipung tersenyum. “Hehe, maaf. Aku takut kehilangan jejak benda itu, jadi aku ngebut.” Ujarnya sambil tertawa.
“Itu helikopter, buatan manusia.” Pupu menjelaskan. Setelah mengamati dengan seksama, ia kembali berkata, “Ipung, bentuk helikopter itu hampir sama dengan bentuk tubuhmu. Coba kau perhatikan! Kepalanya besar seperti kepalamu, ekornya ramping seperti ekormu.”
“Benar juga.” Ipung pun penasaran. “Tapi mengapa manusia meniru bentuk tubuhku?”
“Karena kamu punya kemampuan terbang lebih cepat dari serangga yang lain. Manusia-manusia itu ingin lebih cepat sampai ke tempat tujuan.” Pupu menerangkan.

Ipung mengangguk dan makin menyadari kelebihannya. “Terima kasih, Pupu. Karena kamu, aku sekarang tahu bahwa setiap makhluk diberi kelebihan oleh Tuhan. Sekarang aku akan lebih banyak bersyukur.” Ipung tersenyum sambil menggandeng sahabat baiknya itu.
Read More