12 Gaya Populer Kekeliruan dalam Komunikasi

Thursday, August 29, 2019


Jika sebelumnya Mama Kepiting menulis tentang Pengaruh Verbal Bullying terhadap Masa Depan Korban yang inspirasinya datang dari tayangan di channel YouTube Pak Dedy Susanto, kali ini Mama Kepiting akan membahas tentang 12 Gaya Populer Kekeliruan dalam Komunikasi menurut ibu Elly Risman. Dua tulisan ini masih saling berkaitan ya, Ma... 

Ya, kekeliruan dalam berkomunikasi masih sering sekali terjadi. Kekeliruan ini kadang terjadi begitu saja, tanpa disengaja, karena kita sudah terbiasa mengatakannya, entah karena pengaruh lingkungan atau pola asuh dalam keluarga. Dan karena sudah terbiasa, kita jadi kurang peka. Kata-kata yang mungkin baik tujuannya, bisa ditangkap sebaliknya oleh si penerima.

Maka tak heran jika Ibu Elly Risman mengatakan bahwa ada 12 gaya populer kekeliruan dalam komunikasi. Kekeliruan yang tanpa disadari, dan jika dibiarkan, anak menjadi kebiasaan yang turun-temurun.


Pesan Bijak Ibu Elly Risman
12 Gaya Populer Kekeliruan dalam Komunikasi Menurut Ibu Elly Risman


12 Gaya Populer Kesalahan dalam Komunikasi menurut Ibu Elly Risman ini, antara lain;

1. Memerintah
Sebenarnya tujuan orang tua adalah untuk mengendalikan situasi dan menyelesaikan masalah dengan cepat. Namun, pesan yang ditangkap oleh anak adalah bahwa mereka harus patuh dan tidak punya pilihan.

2. Menyalahkan
Orang tua ingin menunjukkan kesalahan si anak, sementara itu, anak meresa bahwa mereka tidak pernah benar atau baik.

3. Meremehkan
Tujuan otang tua untuk menunjukkan ketidakmampuan anak, dan mempertegas bahwa orang tua lebih tahu segalanya. Namun, yang ditangkap oleh anak adalah bahwa dirinya tidak berharga atau tidak mampu.

4. Membandingkan
Orang tua sebenarnya ingin memberi motivasi dengan memberi contoh tentang orang lain, akan tetapi anak merasa bahwa ia tidak disayang, orang tua pilih kasih, dan merasa bahwa iya, dirinya memang selalu jelek.

5. Mencap
Maksud orang tua sih ingin memberitahu kekurangan anak agar anak berubah. Namun, yang ditangkap oleh anak adalah iya, itulah saya.

6. Mengancam
Orang tua mengancam agar anak mau menurut atau patuh, akan tetapi yang dirasakan oleh anak adalah cemas dan takut.

7. Menasehati
Maksud orang tua sih, agar anak tahu mana yang baik atau buruk. Namun, anak menganggap bahwa orang tuanya sok tahu, bawel, dan membosankan.

8. Membohongi
Mengapa orang tua suka sekali membohongi anaknya? Tujuannya adalah agar urusannya menjadi gampang. Namun, anak akan menilai bahwa orang dewasa itu tidak dapat percaya.

9. Menghibur
Tujuannya agar anak tidak sedih atau kecewa, sehingga anak jadi senang dan tidak larut dalam kesedihan. Namun, efeknya adalah anak akhirnya akan lupa dan melarikan diri dari masalah. Padahal, anak juga harus belajar merasakan kekecewaan.

Nggak salah nih?

Iya, Ma. Anak harus tahu bahwa hidup ini tidak selalu menyajikan apa yang kita inginkan. Jadi, merasa kecewa adalah sebuah hal yang wajar. Heinz Kohut, seorang Psikoanalis mengemukakan bahwa rasa kecewa atau frustasi justru diperlukan untuk anak agar bisa menjadi pribadi yang dewasa. Tugas orang tua adalah mendampingi anak menghadapi rasa kecewa itu.

Coba baca artikel menarik ini, Ma.. Melatih Anak Menghadapi Rasa Kecewa

10. Mengkritik
Ortu menginginkan agar anak bisa memperbaiki kesalahan dan meningkatkan kemampuan diri. Namun, anak akan merasa bahwa dirinya selalu kurang dan salah.

11. Menyindir
Tujuannya untuk memotivasi, tapi dengan cara menyatakan yang sebaliknya. Efeknya, anak akan menganggap hal ini menyakiti hati.

12. Menganalisa
Orang tua ingin mencari penyebab kesalahan anak dan berupaya mencegah agar anak tidak melakukan kesalahan yang sama lagi. Namun, anak menganggap bahwa orang tua sok pintar.


Tuh kan... Mana di antara 12 kekeliruan itu, yang sering kita lakukan pada anak-anak? Susah ya menghindarinya? Memang, karena mulut ini sudah terbiasa. Namun, kita bisa mencoba untuk mengurangi kebiasaan buruk ini, Ma.. Caranya antara lain dengan mengingat hal-hal berikut ini:

  1. Tidak tergesa ketika bicara. Atur kalimat, jangan emosi, sehingga lawan bicara (tidak hanya anak-anak kita, yaa) mengerti yang kita komunikasikan.
  2. Kenali lawan bicara kita. Setiap individu berbeda. Perlakukan ia sebagai pribadi yang unik. Sadari dan pahami bahwa keinginan dan kebutuhan tiap individu itu berbeda.
  3. Baca bahasa tubuhnya. Tandai pesan dari gelagat dan jangkau perasaan lawan bicara.
  4. Buka komunikasi dengan menjaga perasaan lawan bicara. Saat berbicara dengan anak-anak, pikirkan bahwa mereka juga perlu berpikir, memilih dan mengambil keputusan.
  5. Menjadi pendengar aktif. Bukan "pembicara" yang aktif ya, Ma... Ini akan membuka komunikasi dan hubungan yang harmonis dengan lawan bicara.


Nah, kalau masih suka lupa, mungkin lebih mudahnya kita menahan diri untuk tak banyak bicara. :)



Read More

Pengaruh Verbal Bullying terhadap Masa Depan Korban

Friday, August 23, 2019


Adakah yang sudah melihat tayangan berjudul "Terapi Psikologis untuk Mimi Peri" di channel YouTube milik Pak Dedy Susanto? Kalau belum, coba tonton deh, Ma. Meski durasinya cukup panjang, tapi yang saya rasakan, tayangannya sama sekali tidak membosankan. Malahan, tayangan tersebut membuat saya tertegun. Ternyata lidah itu tak bertulang, tapi luka akibat sayatannya bisa lebih parah dari sabetan pedang.

Itulah yang terjadi pada Mimi Peri. Mimi Peri menjadi seperti sekarang ini, adalah akibat lingkungan yang membentuknya sejak kecil. Oya, Mama sudah tahu Mimi Peri kan? Mimi Peri bisa dibilang selebgram, karena jumlah follower instagramnya sudah mencapai angka 1,6 juta saat ini. Sukses sebagai selebgram, kini Mimi Peri pun mulai muncul di acara TV.

Nah, Mama sudah kenal kan? Sekarang saya tanya, ketika pertama kali melihat Mimi Peri, apa yang Mama pikirkan?

Kalau Mama Kepiting sih, awalnya membatin, "Duh, koq mirip almarhum Olga, ya? Agak feminin juga." Selanjutnya, fokus saya teralihkan dengan ide-ide di setiap postingannya.


Akibat verbal bullying
Mimi Peri dan kostumnya

"Ini orang sebenarnya cerdas, banyak ide, kreatif, hanya minim anggaran saja dan (maaf) agak kebablasan." Itulah yang tebersit dalam benak saya. Selanjutnya, tanpa bermaksud untuk menghakimi, saya menduga bahwa ada yang terjadi di masa lalunya, yang menjadikan Mimi Peri seperti sekarang ini. Dan ternyata dugaan saya 2-3 tahun lalu itu terjawab saat saya menyaksikan tayangan itu.

Jadi, apakah gerangan yang terjadi pada Mimi Peri di masa lalu?

Salah satunya adalah karena verbal bullying. Benar kan, lidah itu tidak bertulang, tapi kalau salah digunakan, efeknya bisa mengubah hidup seseorang. Siapa yang setuju dengan postingan di bawah ini?


pengaruh verbal bullying

Saya jadi ingat sebuah amanah dari film India yang pernah saya tonton. Filmnya berjudul Taare Zameen Par, dengan Aamiir Khan sebagai pemeran sekaligus produsernya.

Baca : Belajar tentang Anger Management dari Film Taare Zameen Par

Film ini berkisah tentang sebuah keluarga, yang ayahnya sering sekali melabeli atau mengumpat anaknya. Singkat cerita, anak ini disekolahkan di sebuah sekolah khusus, dan harus tinggal di asrama. Bertemulah ia dengan Aamiir Khan, seorang guru yang sabar, kreatif, juga bijaksana.

Suatu kali ada sebuah masalah terjadi, hingga Aamiir Khan harus menemui orang tua anak ini. Di pertemuan itulah, Aamiir Khan berkata kurang lebih seperti ini;

Penduduk Pulau Solomon tak perlu repot menebangi hutan ketika ingin membuka lahan baru. Mereka cukup mengelilingi hutan itu sambil mengumpat dan mengutuk. Beberapa hari kemudian, pohon-pohon di sana akan layu, dan siap digantikan dengan tanaman-tanaman baru yang telah mereka siapkan. Mereka menganggap, dengan umpatan dan kutukan yang mereka teriakkan itu, roh-roh yang menghuni pohon akan takut.

Intinya adalah benar bahwa ucapan adalah doa, dan percayalah, pengaruh negatif dari verbal bullying itu nyata. Dampak dari bullying ini bisa membuat korban seperti ini;

1. Depresi
2. Rendahnya kepercayaan diri / minder
3. Pemalu dan penyendiri
4. Merosotnya prestasi akademik
5. Merasa terisolasi dalam pergaulan
6. Terpikir atau bahkan mencoba untuk bunuh diri
7. Berperilaku menyimpang

Ya, seperti yang terjadi pada Mimi Peri itu. Dan saya yakin, di luar sana, masih banyak Mimi Peri - Mimi Peri yang lain, hanya tidak terekspos saja.

Baca : Seminar Parenting; Bullying yang Bikin Pening

Jadi, mari kita berusaha bersama-sama untuk memutus lingkaran bullying ini. Kita saling mengingatkan, yaa... Karena memang, sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan, tentu tak mudah untuk ditinggalkan. Ya, semacam sudah mendarah daging, begitu. Hiks... Yang pasti sih, ingat dosa, Ma... Karena dengan mem-bully beberapa detik saja, kita berpotensi untuk membuat seseorang tersiksa seumur hidupnya. Na'udzubillah min dzalik. :(






Read More