Anggota Keluarga Baru Itu Bernama Mayo...

Thursday, November 19, 2020

 

Sudah lama Mas Amay minta izin memelihara binatang di rumah. Dia ingin sekali memelihara kucing, karena teman-temannya memiliki kucing juga. Tapiii, jika mengingat  pengalaman buruk Mama Kepiting yang di waktu kecil pernah dicakar oleh binatang satu ini, tentu tidak mudah untuk mewujudkan keinginan Mas Amay. 

Nah, sebagai pengganti kucing, tahun lalu Papa membelikan seekor ikan. Namun, sedih sekali, tak berapa lama ikan itu mati. Kami menduga penyebabnya adalah cuaca yang ekstrim. Memang, saat ikan itu mati, cuaca sedang dingin-dinginnya. Padahal memelihara ikan adalah pilihan yang aman, karena ikan tidak akan menyerang. Namun, kematian si ikan membuat kami trauma.

~

Beberapa bulan belakangan, Amay kembali merengek-rengek minta kucing. Aduuuh, Mama sampai pusing. Mama mengusulkan hewan lain, hamster atau kelinci misalnya. Ia setuju, tetapi Mama tak kunjung membelikan binatang itu, hehe... Mama perlu waktu untuk berpikir. 

Mama mulai berubah pikiran ketika bulan lalu, Adek Aga belajar tentang tema binatang. Ada beberapa tugas sekolah yang tidak bisa ia kerjakan karena kami tidak memiliki binatang peliharaan. Tugas itu adalah memberi makan hewan peliharaan dan bermain bersama hewan peliharaan. Huhu, Adek Aga sempat sedih, tapi mau bagaimana lagi?

Qodarullah, sekitar dua minggu lalu, Ummi Malik (Umminya teman Aga), membuat status WA. Beliau menawarkan 4 ekor kucing bagi siapa saja yang ingin mengadopsi. Usianya sekitar 2 bulan, dan tak lagi menyusu pada induknya. 

Status WA Ummi Malik langsung Mama tunjukkan pada Papa. Papa sempat bertanya, "Bener, dirimu pengen adopsi?"

Mama jawab iya, tapi dengan berbagai macam syarat tentu saja. Salah satunya, Papa dan Mas Amay yang harus membersihkan pup-nya. Mama pun ngga mau dekat-dekat dengan si kucing. Pokoknya, si kucing harus jaga jarak dari Mama. Haha... 

Ya sudah... Sambil menunggu si kucing bisa dijemput (Ummi Malik ingin grooming kucingnya lebih dulu), kami mempersiapkan kandang, makanan, wadah makan dan minum, juga wadah pup beserta pasirnya. Diam-diam, Mama mempersiapkan nama untuknya. Mayo. Ya, Mayo, diambil dari nama jajanan Risoles Mayones kesukaan kami sekeluarga. 😂

Dan sampailah di hari di mana Mama dan Papa menjemput Mayo dari rumah Ummi Malik. Mama deg-degan, anak-anak pun sudah tidak sabar. Begitu Mayo sampai di rumah kami, suasana langsung berubah. Semua bahagia, termasuk Mama.

Memelihara Kucing

Mayo tak membutuhkan waktu yang lama untuk bisa beradaptasi dengan kami. Meski di awal kedatangannya ia tampak bingung, tetapi keesokan harinya ia sudah bisa "enjoy". Perlahan, kami pun belajar mengerti apa maunya. 

Witing tresno jalaran saka kulino...

Peribahasa ini sangat menggambarkan perasaan Mama saat ini. Seminggu memiliki Mayo, rasa sayang padanya tumbuh semakin besar. Oh, begini to rasanya punya peliharaan? Dulu, ketika ada yang menyebut peliharaannya dengan sebutan "anak", saya menganggapnya lebay. Ternyata memang begini rasanya. 

Rasa sayang memang tidak bisa diterjemahkan bagaimana mulanya.

Kehadiran Mayo, sedikit banyak mengubah hidup kami. Setelah memelihara kucing, setidaknya ada tiga perubahan positif pada anak-anak (terutama Mas Amay) yang bisa kami rasakan, seperti;
1. Intensitas memegang gadget sedikit berkurang. Baru sedikit sih, belum banyak, tetapi ini tentu menjadi awal yang baik. 
2. Mas Amay jadi lebih bertanggung jawab. Ia masih memegang komitmen untuk membuang pup setiap pagi-sore, juga menyiapkan makanan untuk Mayo.
3. Mayo mendatangkan keceriaan untuk seisi rumah. Meski kadang mengganggu, tetapi tingkahnya sangat lucu. Binatang berbulu ini suka sekali menemani kami memasak, "caper" saat kami sholat, manja saat tidur, dll. 

Hmm, semoga Mayo sehat selalu. Semoga Mayo betah di rumah ini, karena kata Papa, ketika nanti ia menginjak remaja, kita harus bisa merelakan dia. Kucing jantan, konon suka bertualang. Namun, jika ia merasa bahwa rumah ini adalah rumahnya, ia akan kembali lagi.

Manfaat Memelihara Kucing



Ditulis dengan Cinta, Mama

Read More

Mengompos, Upaya Penerapan Hablun Minal 'Alam

Thursday, November 12, 2020

hablun minal 'alam

Kemarin, di tugas belajar daringnya Mas Amay, ia diminta untuk menganalisa sebuah tulisan tentang Kakek Duha Juhaeri, Sang Penyelamat Lingkungan. Di situ tertulis bahwa Kakek Juhaeri berhasil mengubah kerusakan menjadi keteduhan. Saat mendampingi Mas Amay belajar itulah, tercipta sebuah diskusi di antara kami berdua, bahwa kewajiban ibadah bukan hanya sebatas sholat lima waktu, puasa, dan ibadah mahdhah lainnya. Ada banyak hal baik lainnya, yang jika kita lakukan dengan ikhlas, pun bisa bernilai ibadah.

Islam memang memiliki ajaran yang istimewa. Islam tidak hanya memerintahkan untuk beribadah kepada Tuhan saja (hablun min Allah), tetapi juga mewajibkan pemeluknya untuk membina hubungan yang baik dengan sesama manusia (hablun minannas) dan alam sekitar (hablun minal 'alam). Ketiganya sama pentingnya. Bahkan jika dicari dalil naqlinya, banyak sekali perintah untuk berbuat baik kepada sesama dan alam sekitar.

Dalam hubungannya dengan hablun minal 'alam, berikut ini adalah salah satu dalilnya;

"Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman." (QS. Al-A'raf [7]: 85)

Nah, mari kita tanya pada diri sendiri, hal baik apa yang sudah kita perbuat untuk lingkungan? Saya mengaku, sampai detik ini saya belum berbuat banyak. Saya masih "nyampah" setiap hari. Rumah yang kami tinggali saat ini pun berdiri di atas sawah yang telah "dilenyapkan".

Namun, pelan-pelan kami mencoba "berbuat baik" pada alam, dimulai dari hal-hal kecil seperti menanam tanaman di halaman rumah, meski lahan yang kami punyai sangat terbatas. Semoga tanaman-tanaman yang kami tanam bisa bermanfaat bagi lingkungan, misalnya untuk menghasilkan oksigen, menyediakan makanan bagi serangga, dll. Selain itu, kami juga mencoba untuk konsisten mengompos, agar sampah organik yang dihasilkan dari dapur kami masih bisa dimanfaatkan.

Baca : Kisah Menghadirkan Proses Metamorfosis di Rumah

Tentang mengompos, beberapa waktu lalu Mama Kepiting berkesempatan ngobrol bareng Ibu DK Wardhani, seorang dosen, penulis, pecinta lingkungan, yang juga merupakan founder dari kelas #mengompositumudah.

#KEBNgobrol soal sampah

Saat itu, banyak yang bertanya, bagaimana agar bisa konsisten memisahkan sampah organik dan anorganik, mengingat bahwa mengelola sampah adalah kegiatan yang ribet. Iya kan?

Ibu Dhini (panggilan akrab beliau) menjawab, "Kita harus punya strong why, motivasi internal, misalnya dari sisi spiritualitas, bahwa semua yang kita lakukan di dunia ini ada pertanggungjawabannya. Tentu kita pun sudah tahu apa bahayanya jika terus-terusan mengirim sampah ke TPA. Setelah itu, niatkan lillahi ta'ala, insya Allah apa yang kita lakukan ini worth it."

"Mengelola sampah adalah bentuk tanggung jawab kita sebagai manusia, karena kita sudah diizinkan untuk tinggal di sini. Dan sebenarnya, kita sedang mempersiapkan masa depan kita (bumi kita)." tambah beliau.

Benar sih, kalau kita abai terhadap kondisi lingkungan, entah apa yang akan terjadi sepuluh, lima belas, dua puluh tahun yang akan datang? Akankah udara yang kita hirup masih sesegar sekarang? Akankah air yang kita minum masih sebersih sekarang?

Mengompos itu ribet, memang. Pertama, kita harus memilah sampah terlebih dahulu. Kemudian, kita harus menyediakan tempat untuk sampah-sampah organik itu. Selanjutnya, kita masih harus rajin mengaduk setiap hari. Ribet memang. Namun, inilah ibadah. Setelah ilmu dan niat, kita diminta untuk bersabar saat menjalankannya.

Tentang 4 unsur dalam ibadah, Mama pernah menuliskan di sini: 4 Unsur dalam Ibadah

Jadi, untuk teman-teman yang belum mulai mengompos, yuk kita mulai perlahan-lahan. Jadikan kegiatan ini sebagai bagian dari gaya hidup. Siapa tahu, apa yang teman-teman lakukan bisa menginspirasi yang lainnya. Insya Allah, semakin banyak yang berbuat baik pada bumi, bumi pun akan tetap menjadi tempat ternyaman untuk ditinggali. 😊

 

Ditulis dengan Cinta, Mama

Read More