Mengompos, Upaya Penerapan Hablun Minal 'Alam

Thursday, November 12, 2020

hablun minal 'alam

Kemarin, di tugas belajar daringnya Mas Amay, ia diminta untuk menganalisa sebuah tulisan tentang Kakek Duha Juhaeri, Sang Penyelamat Lingkungan. Di situ tertulis bahwa Kakek Juhaeri berhasil mengubah kerusakan menjadi keteduhan. Saat mendampingi Mas Amay belajar itulah, tercipta sebuah diskusi di antara kami berdua, bahwa kewajiban ibadah bukan hanya sebatas sholat lima waktu, puasa, dan ibadah mahdhah lainnya. Ada banyak hal baik lainnya, yang jika kita lakukan dengan ikhlas, pun bisa bernilai ibadah.

Islam memang memiliki ajaran yang istimewa. Islam tidak hanya memerintahkan untuk beribadah kepada Tuhan saja (hablun min Allah), tetapi juga mewajibkan pemeluknya untuk membina hubungan yang baik dengan sesama manusia (hablun minannas) dan alam sekitar (hablun minal 'alam). Ketiganya sama pentingnya. Bahkan jika dicari dalil naqlinya, banyak sekali perintah untuk berbuat baik kepada sesama dan alam sekitar.

Dalam hubungannya dengan hablun minal 'alam, berikut ini adalah salah satu dalilnya;

"Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman." (QS. Al-A'raf [7]: 85)

Nah, mari kita tanya pada diri sendiri, hal baik apa yang sudah kita perbuat untuk lingkungan? Saya mengaku, sampai detik ini saya belum berbuat banyak. Saya masih "nyampah" setiap hari. Rumah yang kami tinggali saat ini pun berdiri di atas sawah yang telah "dilenyapkan".

Namun, pelan-pelan kami mencoba "berbuat baik" pada alam, dimulai dari hal-hal kecil seperti menanam tanaman di halaman rumah, meski lahan yang kami punyai sangat terbatas. Semoga tanaman-tanaman yang kami tanam bisa bermanfaat bagi lingkungan, misalnya untuk menghasilkan oksigen, menyediakan makanan bagi serangga, dll. Selain itu, kami juga mencoba untuk konsisten mengompos, agar sampah organik yang dihasilkan dari dapur kami masih bisa dimanfaatkan.

Baca : Kisah Menghadirkan Proses Metamorfosis di Rumah

Tentang mengompos, beberapa waktu lalu Mama Kepiting berkesempatan ngobrol bareng Ibu DK Wardhani, seorang dosen, penulis, pecinta lingkungan, yang juga merupakan founder dari kelas #mengompositumudah.

#KEBNgobrol soal sampah

Saat itu, banyak yang bertanya, bagaimana agar bisa konsisten memisahkan sampah organik dan anorganik, mengingat bahwa mengelola sampah adalah kegiatan yang ribet. Iya kan?

Ibu Dhini (panggilan akrab beliau) menjawab, "Kita harus punya strong why, motivasi internal, misalnya dari sisi spiritualitas, bahwa semua yang kita lakukan di dunia ini ada pertanggungjawabannya. Tentu kita pun sudah tahu apa bahayanya jika terus-terusan mengirim sampah ke TPA. Setelah itu, niatkan lillahi ta'ala, insya Allah apa yang kita lakukan ini worth it."

"Mengelola sampah adalah bentuk tanggung jawab kita sebagai manusia, karena kita sudah diizinkan untuk tinggal di sini. Dan sebenarnya, kita sedang mempersiapkan masa depan kita (bumi kita)." tambah beliau.

Benar sih, kalau kita abai terhadap kondisi lingkungan, entah apa yang akan terjadi sepuluh, lima belas, dua puluh tahun yang akan datang? Akankah udara yang kita hirup masih sesegar sekarang? Akankah air yang kita minum masih sebersih sekarang?

Mengompos itu ribet, memang. Pertama, kita harus memilah sampah terlebih dahulu. Kemudian, kita harus menyediakan tempat untuk sampah-sampah organik itu. Selanjutnya, kita masih harus rajin mengaduk setiap hari. Ribet memang. Namun, inilah ibadah. Setelah ilmu dan niat, kita diminta untuk bersabar saat menjalankannya.

Tentang 4 unsur dalam ibadah, Mama pernah menuliskan di sini: 4 Unsur dalam Ibadah

Jadi, untuk teman-teman yang belum mulai mengompos, yuk kita mulai perlahan-lahan. Jadikan kegiatan ini sebagai bagian dari gaya hidup. Siapa tahu, apa yang teman-teman lakukan bisa menginspirasi yang lainnya. Insya Allah, semakin banyak yang berbuat baik pada bumi, bumi pun akan tetap menjadi tempat ternyaman untuk ditinggali. 😊

 

Ditulis dengan Cinta, Mama

Post a Comment