Materi Basa Jawa Kelas 2 SD: Pandhawa

Sunday, February 26, 2023


Basa Jawa iku salah siji piwulangan sing angel. Sapa sing setuju? Hehe... Senadyan aku iki wong Jawa tulen, nanging babagan Basa Jawa, isih akeh sing durung dakpahami. Nanging, sawise duwe anak, gelem ora gelem aku kudu melu sinau. Kayata ing kelas 2 iki, anakku sing cilik kudu ngerti sapa wae kang kalebu Punakawan, lan kepiye silsilahe Pandhawa.

Basa Jawa pancen angel. Mula aku ora maido yen jaman saiki wong tuwa luwih seneng nganggo Basa Indonesia nalika omong-omongan karo anake, amarga Basa Indonesia kuwi luwih gampang. Nanging, pancen luwih becik yen awake dhewe bisa nguri-uri kabudayan. Ya muga-muga, tulisan iki bisa dadi conto lan bisa migunani. 

Oya, sadurunge nulis babagan Punakawan lan Pandhawa, aku arep crita. Iki crita lucu nalika sekolah online ing mangsa pandemi wingi. Anakku sing nomer loro, ora ngerti carane maca menthog. Nalika Bu Guru dhawuh maca "menthog-menthog tak kandhani...", dheweke maca menthog dadi "ment - hog". Mula, anakku digeguyu marang bapake, sing maraake dheweke nangis wektu kuwi.

Alhamdulillah, saiki sekolahe wis normal maneh. Anakku uga dadi luwih terampil ngomong nganggo Basa Jawa, amarga ing sekolah, kanca-kancane sedina-dina uga nganggo Basa Jawa.

Nah, saiki, ayo sinau bareng babagan Pandhawa!


Silsilahe Pandhawa


Prabu Pandhudewanata iku raja ing Astinapura. Garwane ana loro, yaiku Dewi Kunthi lan Dewi Madrim. Dewi Kunthi putrane ana telu, yaiku Puntadewa, Werkudara, lan Arjuna. Dene Dewi Madrim, putrane ana loro, kembar, yaiku Nakula lan Sadewa.

Watake Pandhawa:

1. Puntadewa 

Jenenge liya: Yudhistira
Pusakane: Jimat Kalimasada
Watake: Sabar, jujur, ora seneng perang
Ratu ing: Ngamarta

2. Werkudara

Jenenge liya: Bima
Pusakane: Gada Rujak Polo
Watake: Ora sabar, seneng perang
Satriya ing: Jodhipati

3. Arjuna

Jenenge liya: Janaka
Pusakane: Panah Pasopati
Watake: Rupane bagus, omongane alus
Satriya ing: Madukara

4. Nakula

Jenenge liya: Pinten
Satriya ing: Bumiretawu
Keprigelane: Nambani

5. Sadewa

Jenenge liya: Tansen
Satriya ing: Sawojajar
Kaprigelane: Ngopeni jaran

Punakawan


Punakawan iku abdine Raden Arjuna. Punakawan ana papat, yaiku: Semar, Gareng, Petruk, lan Bagong.


Punakawan iku sapa wae?


1. Semar

Semar iku sejatine dewa sing malih rupa dadi manungsa. Semar iku dewa sing momong wong becik. Semar duwe anak 3: Gareng, Petruk, lan Bagong.

2. Gareng

Gareng kuwi anake Semar sing nomer 1. Mripate kera, tangane ceko. Sikile gejik, yen mlaku pincang.

3. Petruk

Petruk iku anake Semar sing nomer 2. Pawakane kuru lan dhuwur. Irunge dawa.

4. Bagong

Bagong iku anake Semar sing nomer 3. Pawakane lemu, wetenge gedhe. Irune pesek, dedege cendhek. 


Pandhawa duweni musuh, yaiku Kurawa. Kurawa pancen watake ala. Kurawa seneng gawe cilakane Pandhawa, nanging Pandhawa tansah sabar ngadhepi. Tembene Pandhawa sing slamet lan urip mulya.

Nah, iku mau bab Pandhawa. Kepiye silsilahe lan kepiye watake Pandhawa kuwi. Sugeng sinau sedaya!


Kamus:
senadyan: meskipun
gumun: kagum
maido: hran
amarga: karena
tembene: pada akhirnya


Ditulis dengan Cinta, Mama
Read More

Untungnya Aku Tidak Memilih Childfree

Thursday, February 16, 2023


Untungnya aku tidak memilih childfree. Untungnya di masa mudaku dulu, dengungan childfree belum sekencang sekarang ini. Bahkan aku tau istilah childfree juga belum lama, tepatnya setelah menyimak keviralan pemikiran Mbak Gita Savitri. 

Untungnya aku tidak memilih childfree. Di pikiranku, baik dulu maupun saat ini, ketika seorang perempuan memutuskan untuk menikah, artinya dia sudah siap memiliki anak. Baru deh, mau berapa jumlah anaknya, tergantung kesanggupan ia dan pasangannya. Aku bisa berpikir begitu karena setahuku, di agamaku, tujuan dari pernikahan selain untuk menyempurnakan separuh agama, juga untuk melanjutkan keturunan. 

Tujuan pernikahan untuk melanjutkan keturunan


Bahkan Rasulullah SAW menganjurkan pernikahan dan memperbanyak keturunan. Apa tujuannya? Karena beliau ingin membanggakan umatnya di hadapan Nabi-Nabi lainnya di hari kiamat nanti. 

Hadits tentang anjuran pernikahan?


Maka ketika istilah childfree mulai naik, aku berusaha keras memahami itu sebagai hak individu, tapi masih agak kesulitan menerimanya sebagai sebuah keputusan yang tepat. Mohon maaf ya, ngga apa-apa kok kalau kalian menyebutku kolot atau ndeso

Aku bersyukur aku telat tahu tentang childfree. Kalau dulu aku sudah tahu tentang childfree dan memutuskan untuk menganutnya, mungkin aku tak akan tahu rasanya jatuh cinta pada sosok yang belum pernah kujumpai sebelumnya. Dan karena aku tidak memilih childfree, aku jadi paham kenapa doa untuk kedua orang tua berbunyi "Ampunilah dosaku dan dosa kedua orang tuaku, dan sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangiku sewaktu kecil."

Mbak Gita memang benar, punya anak memang bisa bikin stres. Stres kalau anaknya sakit, stres kalau anaknya nggak mau makan, stres kalau tumbuh kembang anak terhambat, stres mikirin biaya sekolah, stres saat mendampingi mereka belajar di rumah, dan stres-stres lainnya.

Punya anak juga bisa bikin repot. Mau keluar rumah, mesti bawa aneka printilan seperti popok sekali pakai, baju ganti, tisu basah dan kering, mainan-mainan, cemilan-cemilan, dll. Bahkan, ibu-ibu bekerja yang masih menyusui itu, bekalnya bertambah dengan pompa asi dan wadah asi perahnya. 

Punya anak juga bikin sakit. Aku masih ingat perihnya luka operasi caesar pasca melahirkan si sulung. Aku juga masih ingat mulasnya kontraksi ketika melahirkan si bungsu, yang saat itu, saking sakitnya, meski jalan lahirku digunting tanpa dibiuspun, rasanya jadi biasa saja. Oya, aku juga tahu bagaimana perihnya puting lecet saat menyusui. Aku tahu bagaimana remuknya badan ibu akibat begadang saat si kecil sakit. Aku juga tahu, gimana sakit hatinya seorang ibu, saat anaknya dibanding-bandingkan dengan anak lain.

Wis to, jadi ibu itu komplit sakitnya.

Tapi, pengalamanku, stres itu akan hilang saat melihat senyum anak-anak terkembang. Kerepotan itu juga perlahan akan berkurang saat mereka semakin besar dan semakin mandiri. Sakit pasca melahirkan itu juga bukan nggak bisa sembuh, ya kan?

Oiya, mau cerita aja sih, anakku sekarang 12 dan 8 tahun. Kadang, aku merindukan masa kecil mereka, yang masih polos saat berbicara, yang meski habis dimarahi tapi tetep nyamperin mamanya kayak nggak ada dendam... Kalau sudah kangen begitu, kadang tanpa sadar air mataku menetes. Betapa waktu cepat sekali berlalu. 😥 Mungkin terlihat lebay, ya... Tapi serius, itulah cinta yang ibu-ibu rasakan. 

Untungnya aku tidak memilih childfree, ya...

Kalau aku childfree, mungkin aku tak akan pernah tahu rasanya dibucinin sampai ke WC aja ditangisi. Kalau aku childfree, aku tak akan pernah tahu bahagianya melihat mata mereka berbinar saat disusui. Kalau aku childfree, aku tak akan pernah tahu bahagianya melihat mereka semakin pintar dari hari ke hari. Kalau aku childfree, aku tak akan pernah tahu bagaimana puasnya hati ketika masakan kita disukai.

Kalau aku childfree, aku tak akan pernah tahu bagaimana dadaku penuh, saat si sulung berkata, "Malam ini dingin, tapi jadi hangat karena ada Mama."

Kalau aku childfree, aku mungkin tak punya pengharapan, siapa yang akan mendoakanku saat aku "pulang" nanti. Iya, mungkin bagi sebagian orang, anak bukanlah investasi. Tapi bagiku, anak sholih adalah tabungan, tempat kita menaruh harapan. Bukan, bukan harta di masa tua yang kuinginkan, tapi doa, di kehidupan di mana aku hanya bisa mengandalkan seluruh amalan.


Hadits tentang 3 amalan yang tidak akan terputus


Jadi sekali lagi, aku bersyukur aku tidak memilih childfree. Memang, ketika punya anak, kerutan di wajah kita akan bertambah. Tapi kita semua pasti tahu, kerutan di wajah itu tidak hanya disebabkan oleh kenyataan memiliki anak. Memang, ketika punya anak, uang yang harusnya bisa buat suntik botox (jujurly, aku bahkan tak pernah merencanakan akan melakukannya), habis buat bayar sekolah mereka. Tapi, kalau aku memilih childfree, mungkin aku tak akan bisa memahami lirik ini; hanya memberi, tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia

*PS: Semoga Allah merahmati para ibu di seluruh dunia. Semoga para pejuang garis dua, segera diberi amanah oleh-Nya. Aamiin aamiin Yaa Rabbal 'Aalamiin... 





Ditulis dengan Cinta, Mama
Read More

Kenangan Semasa Belajar Daring

Sunday, February 12, 2023


Sudah lebih dari satu semester anak-anak kembali belajar tatap muka di sekolah. Ada perasaan lega, bahagia, sekaligus haru karena alhamdulillah, beratnya masa-masa pandemi berhasil kita lalui bersama. Jika menarik kembali kenangan tiga tahun silam, di minggu-minggu awal pandemi saya masih bisa santai. Bahkan, belajar di rumah di awal-awal Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) sangat saya nikmati. Namun, ketika bulan berganti, saya nyaris depresi menghadapi semua ini.

Saya tidak berlebihan. Gejala depresi benar-benar saya rasakan. Rambut rontok tak berbilang, saya sering menangis secara tiba-tiba, dan yang paling terlihat adalah kacaunya siklus bulanan. Di awal pandemi itu, saya tidak haid selama 3 bulan, hingga mengira akan ada anak ketiga. Namun, meski sudah mengecek melalui alat tes kehamilan (ada beberapa merek yang saya coba), tanda-tanda kehamilan tidak muncul juga. 

Alhamdulillah, setelah berusaha menerima apa yang terjadi, kondisi saya mulai membaik. Hal-hal yang menjadi sumber ketakutan saya selama ini, satu per satu menjadi lebih mudah saya jalani. Saya pun kembali siap menjadi "madrosatul uula" bagi kedua anak saya, meski manusiawi lah ya, jika ada saat-saat saya merasa sangat penat. 

Ini sekelumit curhatan yang saya tulis di instagram, saat lelah mendampingi anak-anak belajar dari rumah.

susahnya jadi orang tua


Oh iya, pandemi datang saat si bungsu sedang senang-senangnya menjadi anak TK. Di usia ini, bermain dan belajar dari dalam rumah saja tentu sangat membosankan. Di lain sisi, sang kakak baru duduk di bangku kelas 3, yang mana katanya, materi kelas 3 adalah "gerbang" menuju materi-materi sulit nan serius. 

Jika ditanya, sulit nggak sih mendampingi dua anak yang semuanya masih butuh perhatian? Oh, tentu saja! Saya jadi sering marah-marah, meski sedetik kemudian langsung menyesal. 😥


Kesulitan lainnya adalah ketika harus mengumpulkan foto kegiatan anak, mulai dari saat berjemur, berolahraga, beribadah, mengerjakan tugas, hingga membantu orang tua. Mau dibuat senatural mungkin pun sulit, karena saya juga ingin foto-foto kegiatan itu tetap terlihat bagus. Memang yaa, pengen terlihat sempurna tuh bikin tress bangeeettt. 🙈

Nah, inilah beberapa foto yang diproduksi saat School from Home. Sssst, satu adegan kadang memerlukan belasan kali take foto, lho. 😂


Belajar daring


Kenangan saat Belajar Daring

Serba-serbi Belajar Daring
setoran tugas harian Adek Aga

Foto-foto kegiatan sehari-hari saat PJJ
dokumentasi saat anak-anak melakukan ibadah di rumah

Kenangan tentang Pembelajaran Jarak Jauh
foto saat berolahraga

Contoh kegiatan membantu orang tua
foto saat membantu orang tua

Namun, hikmahnya adalah, saya jadi ikut belajar banyak hal, terutama tentang materi-materi agama karena anak-anak saya sekolah di sekolah Muhammadiyah. Untuk saya yang merupakan produk sekolah negeri, materi agama yang saya pelajari dulu tentu sangat terbatas. Tulisan ini contohnya: Bacaan Gharib: Saktah, Tashil, Imalah, Isymam dan Naql, "lahir" saat saya mendampingi si sulung belajar materi Pendidikan Agama Islam tentang Bacaan Gharib.

Omong-omong, ada satu peristiwa lucu di tahun lalu, saat si bungsu sudah jadi anak kelas 1. Kebetulan, saat kecil dulu Adek Aga mengalami keterlambatan bicara, sehingga penguasaan bahasanya sedikit kurang jika dibandingkan anak seusianya. Jangankan belajar bahasa lain, bercerita dengan Bahasa Indonesia saja kadang masih suka muter-muter bicaranya.


Singkat cerita, suatu hari ada pelajaran Basa Jawa. Ya, Basa Jawa menjadi salah satu mata pelajaran mulok alias muatan lokal, karena kami tinggal di Solo, Jawa Tengah. Jujur saja, meski kami tinggal di Solo, tetapi untuk berkomunikasi sehari-sehari kami menggunakan Bahasa Indonesia. Salah satu alasannya karena Pak Suami berasal dari Majalengka, Jawa Barat. 

Nah, saat belajar daring itu, Aga diminta membaca cerita di buku paket Basa Jawa. Karena Basa Jawa menjadi "bahasa asing" baginya, ia pun mengalami kesulitan. Sayangnya, ketika mengalami kesulitan, Aga akan panik. Kalau sudah panik, dia akan kehilangan kendali, hingga bisa menangis atau tantrum. 

Alhamdulillah, seiring berjalannya waktu, kemampuan berkomunikasinya semakin berkembang. Aga kini sudah pandai menangkap bahasa selain Bahasa Indonesia, yaitu Basa Jawa tentu saja, dan Bahasa Inggris.  



Ditulis dengan Cinta, Mama
Read More

Berbagai Kesibukan Menjelang Ujian Praktik Kelas 6

Sunday, February 5, 2023


Dua hari ini, Mama-Mama wali murid di kelas Mas Amay heboh. Menjelang Ujian Praktik yang akan dilaksanakan tanggal 6 Februari esok, tugas yang harus diselesaikan malah menumpuk ngga karuan. Pengen nangiiissss rasanya, tapi kalau cuma ditangisi, kapan tugasnya akan selesai, ya kan?

Ya, punya anak yang saat ini sudah duduk di kelas 6 SD memang harus super tegar dan stay sabar. Bukan hanya karena perubahan sikap mereka di usia yang memasuki masa pra-remaja, tetapi juga karena padatnya materi menjelang ujian demi ujian ini. 


Hari Sabtu, 4 Februari kemarin misalnya. Ada dua tugas yang harus segera diselesaikan, dan yang membuat semakin pening adalah karena tugas-tugas itu harus diselesaikan secara berkelompok. 

Kenapa tugas berkelompok malah bikin pening? Karena kami harus mencari waktu yang longgar bagi semua anggota. Tak hanya longgar bagi anaknya, tetapi juga bagi orang tuanya. Nah, repotnya di sini, karena di akhir pekan biasanya orang tua sudah punya acara sendiri-sendiri.

Nah, ceritanya, kemarin ada dua tugas yang harus dikumpulkan hari Senin besok, yakni Kliping tentang Bid'ah, Khurafat, dan Tahayul untuk pelajaran PAI, juga membuat taplak jumputan dengan kelereng untuk pelajaran SBdP. Ndilalah alias kebetulan, Mas Amay diminta jadi ketua di kelompok taplak jumputan, jadi mau nggak mau sebagai Mamanya, saya harus ikut tanggung jawab.

Dengan kekuatan bulan, Mama Kepiting pun membagi energi, waktu, dan pikiran, agar dua tugas kelompok ini bisa selesai.

Sabtu pagi, berbekal info dari Mama Raafi, saya pergi ke toko alat jahit di depan Polsek Ngemplak untuk meng-kril kain yang akan dibuat taplak. Ya, untuk tugas membuat taplak jumputan ini, anak-anak sudah diberi kain putih polos dari sekolah. Hanya saja, kain tersebut masih perlu dirapikan dan "dikunci" tepiannya agar serat kain tidak mudah lepas. Teknik yang dipakai adalah teknik kril. Jangan tanya apakah sama atau tidak dengan neci, wolsum dan sebagainya, karena saya tidak paham. Dan karena saya bukan orang yang bisa dan suka menjahit, jujur saja, saya baru tahu kalau ada toko alat jahit di situ, walaupun lokasi toko itu relatif dekat dari rumah. Wkwkwk...


Toko alat jahit Asih di sekitar Klodran, Colomadu

Toko Alat Jahit di sekitar Pasar Gagan, Boyolali


Alhamdulillah, saya tidak perlu menunggu lama hingga kain tersebut selesai di-kril. Cuma 2 menit, selesai (Mungkin karena saat itu tidak ada antrean panjang, ya... Karena pengalaman Mama Raafi, kainnya harus ditinggal dan baru bisa diambil sore harinya). Saya pun hanya perlu merogoh kocek sebesar Rp 4.000,00 saja. Masya Allah.

~

Selesai meng-kril kain, PR saya selanjutnya adalah membuat kliping dan mengatur jadwal dengan Mama-Mama. Akhirnya, disepakati untuk pembuatan taplak ini dilakukan di rumah saya, ba'da dzuhur. Untuk kliping, kami membagi tugas untuk mencari berita. Saya membantu membuat layout, Mama Firlan dan Mama Raafi bertugas mencetak dan menjilid. Alhamdulillah, semua selesai tepat waktu.

Oiya, barangkali ada yang penasaran, pembuatan taplak jumputan dengan kelereng itu seperti apa sih? Nah, seperti ini kira-kira langkah pembuatannya;

1. Kain dibentuk persegi
2. Di-kril setiap sisinya
3. Dibuat titik-titik di tempat yang akan dijumput atau ditali
4. Titik tersebut diberi kelereng lalu diikat dengan karet pentil (memakai karet pentil agar tidak mudah putus saat proses pemasakan / pewarnaan nanti)

Kemarin, prosesnya baru sampai nomor 4. Selanjutnya, untuk pemasakan, pewarnaan, pengeringan, akan dilakukan di hari lain. 

Dan inilah dokumentasi saat anak-anak melakukan pengukuran, penentuan titik, dan pengikatan kelereng.


membuat taplak jumputan dengan kelereng


membuat taplak jumputan dengan kelereng


membuat taplak jumputan dengan kelereng


membuat taplak jumputan / tie dye dengan kelereng

membuat taplak jumputan dengan kelereng


Inilah sementara kesibukan anak-anak, dan pastinya orang tua, menjelang Ujian Praktik Kelas 6. Oiya, untuk materi yang diujikan, tentunya masing-masing sekolah memiliki kebijakan sendiri-sendiri. Dulu waktu saya kelas 6 SD, malah ada ujian memasak, padahal selama sekolah di SD tidak pernah sekalipun ada pelajaran memasak. Bagaimana pula bisa ada ujian memasak? Wkwkwk... Tapi itulah keseruannya, yaa... Omong-omong, waktu Om / Tante sekolah dulu, ujian praktiknya ngapain aja selain praktik wudhu, praktik shalat, lari, senam, dll? 


PS: Oiya, Mama Kepiting mohon doa dari Om / Tante pembaca blog ini, doakan agar Mas Amay dapat menjalani ujian kelas 6 ini dengan baik dan lancar, ya... Terima kasiiih... 



Ditulis dengan Cinta, Mama
Read More