Menggambar "Dunia"

Wednesday, June 15, 2016

Dunia, by Amay

Amay, membuat sebuah gambar pada 31 Mei 2015, pukul 22:52

Kali ini, dia sudah bisa memberi judul untuk hasil karyanya. Ketika ditanya apa yang sedang dia gambar, jawabnya, "Ini dunia."

Hihi, ada-ada saja. Memang, di gambar itu ia membuat apa-apa saja yang bisa kita lihat di dunia; ada kereta api, burung, bunga, pelangi, pohon dengan buahnya, awan-awan, mobil, matahari, rumah dengan cerobong asapnya, dan orang (manusia).

Lalu saya berkata padanya, "Terus menggambar ya, sayang. Mama menunggu karya-karyamu selanjutnya."
Read More

Menggambar Rumah Kuning

karya Amay

1 Mei 2015, Amay membuat sebuah gambar di atas kertas. Katanya, ini adalah "rumah kuning", istilah yang dipakainya untuk menyebut rumah yang kami tinggali saat ini.

Di dalam gambar itu, ada pesawat, karena kebetulan rumah kami berada tak jauh dari bandara Adi Sumarmo, Solo, sehingga sering dilintasi pesawat latih.

Secara detail, Amay juga menggambar taman depan rumah, gerbang perumahan lengkap dengan pak satpamnya, antena tv tetangga, torn bergambar penguin, dan saya yang sedang memasak di dapur. 

Keep drawing, my dear, Amay. :)
Read More

Puasa Pertama Amay

Monday, June 6, 2016

Amay dan Aga sehari jelang puasa

Hari ini adalah hari pertama di bulan Ramadhan. Amay sudah berumur 5 tahun dan sebentar lagi naik ke kelas TK B. Maka dari itu, Mama dan Papa mengajak Amay berlatih puasa.
"Nanti Mas Amay boleh buka puasa pas adzan dzuhur. Oke?" kata Mama.
"Oke!" jawab Amay, semangat.
Pagi tadi, Amay sudah makan sahur. Mama dan Papa membangunkannya, meskipun ia terlihat enggan. Tapi, alhamdulillah, meski nasi yang diambilkan Mama tak habis dimakannya, setidaknya Mas Amay punya cadangan energi untuk sehari ini. :)
Setelah sahur, Mas Amay pergi ke masjid bersama Papa untuk melaksanakan shalat Shubuh berjamaah. Kalau biasanya setelah shubuh orang-orang melanjutkan tidur, tidak demikian dengan Mas Amay. Mas Amay, Dik Aga dan Papa berjalan-jalan sebentar, menikmati udara pagi yang segar.
Seperti tak lelah, Mas Amay berlarian pulang ke rumah. Mama mengingatkan, "Jangan lari-lari lho, nanti haus. Mas Amay kan puasa, ngga boleh makan dan minum."
"Iya..." jawab Mas Amay.
Godaan pertama datang waktu Nesyer, teman mainnya di rumah, datang sambil memakan choklat yang juga merupakan kesukaan Amay.
Tapi saat itu Amay berusaha menghibur dirinya sendiri, "Aku ngga suka choki-choki koq, aku sukanya susu boboiboy." katanya pada Nesyer. Hihi...lucu. Mama tau, itu usaha Mas Amay agar tidak tergoda, ya 'kan? :D
Dan ketika adzan dzuhur berkumandang, Mas Amay segera memanggil Mama.
"Ma, sudah adzan lho..."
"Ya...Mas Amay boleh makan dan minum." kata Mama.
Amay pun segera mengambil teh manis sisa sahur tadi, yang Mama taruh di dalam kulkas. Ia pun segera menyantap pisang, melon, dan beberapa potong biskuit.
"Kalau sudah, minum putih, lalu lanjut puasa lagi sampai maghrib ya," kata Mama.
Amay menjawab, "Ya..."
Tapiii..jam baru setengah 2 ketika tiba-tiba Amay merengek, "Ma, haus..."
Dengan sedikit negosiasi akhirnya Mas Amay kembali bisa menahan keinginan untuk minum.
Mama menyuruhnya tidur agar waktu terasa cepat. Apalagi sejak sahur tadi dia belum tidur sama sekali. Tapi apa jawaban Amay? "Mas Amay ngga bisa tidur koq. Mas Amay banyak pekerjaan ni lhoo.."
Pekerjaan yang dia maksud adalah membuat kamera dari kertas lipat. Hihi..ada-ada saja. Maklum, sehari sebelumnya, Mama mengajarinya membuat kamera, dan ia bisa. Seperti orang-orang kebanyakan, yang jika baru bisa melakukan sesuatu maka cenderung mengulang-ulang, Amay pun begitu.
Alhamdulillah, yang dinanti datang juga. Adzan maghrib terdengar dari masjid Nurul Huda. Amay pun segera membatalkan puasa pertamanya. Besok puasa lagi ya, Nak... :*
Read More

Dongeng Ipung Belajar Bersyukur

Wednesday, October 22, 2014

Ini adalah cerpen yang mengantarkan saya menjadi juara harapan 2 di lomba menulis dongeng Nusantara Bertutur. Tulisan ini telah dimuat di Kompas edisi Minggu, 12 Oktober 2014.

Karena cerpen inilah kepercayaan diri saya semakin besar. Ternyata saya bisa. Sebelum ini, selalu muncul keraguan dalam diri, apakah cerita-cerita yang saya buat layak untuk dibaca orang lain? Dan inilah kali pertama saya muncul sebagai juara, meski hanya harapan, di suatu lomba. Sebelumnya tak pernah seberuntung ini. :D

Nah, barangkali ada di antara ibu atau ayah di luar sana yang juga senang membacakan cerita untuk anak-anaknya menjelang tidur. Mungkin cerita ini bisa dibacakan. Semoga bermanfaat untuk semua.



Ipung Belajar Bersyukur

Ipung si capung, bersama sahabatnya Pupu si kupu-kupu, terbang ke sebuah taman.
“Lihat anak-anak manusia itu, bahagia sekali ya? Mereka berlarian dengan kedua kaki mereka.” Ujar Ipung. “Seandainya kakiku kuat seperti mereka.” Ia berandai-andai.
“Ssst, tidak boleh begitu. Kita juga punya kelebihan, lho. Lihat, dengan sayap ini kita bisa terbang. Kita harus bersyukur.” Ucap Pupu bijaksana.
Tiba-tiba seorang gadis kecil mendekati mereka dan berkata pada temannya, “Hei lihat, ada kupu-kupu dan capung!”
Temannya menimpali, “Wah iya, cantik sekali ya mereka? Coba kita punya sayap, kita bisa terbang deh, seperti mereka!”
Ipung dan Pupu yang mendengar percakapan itu saling pandang dan tersenyum. “Tuh kan, mereka juga ingin mempunyai sayap seperti kita.” Kata Pupu, yang disambut dengan anggukan setuju oleh Ipung.
“Lihat! Ada yang sedang menggambar!” seru Ipung.
“Wow, mereka sedang menggambar kita.” Pupu menimpali.
Namun beberapa saat kemudian Ipung menunduk. “Lihatlah, mereka lebih suka menggambarmu, Pu. Sayapmu indah berwarna-warni, sementara aku?” Ipung bersedih.
“Ipung, setiap makhluk mempunyai kelebihannya masing-masing. Aku memang punya sayap yang berwarna-warni, itu kelebihanku. Tapi bukan berarti aku lebih baik darimu.” Pupu kembali menghibur sahabatnya itu.
Tiba-tiba dari atas mereka terdengar suara yang keras menderu-deru. Sebuah benda melintas.
“Apa itu?” Ipung terkejut. “Ayo kita ikuti dia!” Ajaknya. Ia langsung melesat pergi, sementara Pupu tertinggal di belakang.
Pupu terengah-engah memanggil, “Ipung! Tunggu aku! Tuh kan, aku kalah cepat denganmu. Terbangmu cepat sekali. Kelebihanmu itu harus disyukuri.” Kata Pupu sambil berusaha mengatur napasnya.
Ipung tersenyum. “Hehe, maaf. Aku takut kehilangan jejak benda itu, jadi aku ngebut.” Ujarnya sambil tertawa.
“Itu helikopter, buatan manusia.” Pupu menjelaskan. Setelah mengamati dengan seksama, ia kembali berkata, “Ipung, bentuk helikopter itu hampir sama dengan bentuk tubuhmu. Coba kau perhatikan! Kepalanya besar seperti kepalamu, ekornya ramping seperti ekormu.”
“Benar juga.” Ipung pun penasaran. “Tapi mengapa manusia meniru bentuk tubuhku?”
“Karena kamu punya kemampuan terbang lebih cepat dari serangga yang lain. Manusia-manusia itu ingin lebih cepat sampai ke tempat tujuan.” Pupu menerangkan.

Ipung mengangguk dan makin menyadari kelebihannya. “Terima kasih, Pupu. Karena kamu, aku sekarang tahu bahwa setiap makhluk diberi kelebihan oleh Tuhan. Sekarang aku akan lebih banyak bersyukur.” Ipung tersenyum sambil menggandeng sahabat baiknya itu.
Read More

Amay's Art Work

Saturday, September 27, 2014

Amay, di umur 3 tahun 6 bulan

Setelah kegiatan menyusun puzzle tadi malam, pagi ini Amay ketagihan membuat sesuatu. Begitu bangun tidur, yang diingatnya adalah gunting dan kertas.

"Menggunting lagi, yuk, Ma..." ajaknya pada saya yang baru menyelesaikan Shalat Shubuh. Akhirnya saya ikuti kemauannya dengan memberikan beberapa potongan kardus sisa semalam.

"Amay mau buat apa?" tanya saya. Dia belum punya ide sepertinya. Namun begitu melihat sebuah persegi panjang yang di dua sisinya terlipat sebentuk segitiga, ia pun mengambilnya, lalu menggunting garis tanda lipatannya tadi dengan tangannya sendiri. Jadilah sebuah trapesium.

Begitu didapatnya sebuah bentuk yang baru (trapesium), ia langsung berkata, "Ini kayak mobil, Ma..." Mmm, tapi mobil yang belum ber-roda. Lalu dibaliknya trapesium itu, "Kalo gini jadi kapal."

Oh, okay, bagaimana kalau kita membuat mobil dan kapal saja? Kebetulan persegi panjang yang disisinya terlipat sebentuk segitiga itu ada dua. Jadi masih tersisa satu lagi untuk membuat dua buah kendaraan. Amay pun menggunting persegi panjang yang lain, sehingga didapatnya dua buah trapesium.

Saya, menyadari kemampuan Amay yang belum bisa menggunting dengan rapi, menawarkan bantuan untuk membuat dua buah roda dan satu tiang bendera. Dua roda untuk mobil, dan tiang bendera untuk pelengkap kapal yang akan dibuatnya. Selanjutnya, saya serahkan semua urusan pada Amay. Amay membuat sendiri benderanya, juga jendela-jendela mobilnya. Ia sendiri juga yang menempelkan semua bagian itu hingga menjadi dua buah kendaraan yang diinginkannya.

Mobil mainan buatan Amay

Kapal laut buatan Amay


Horeee, Alhamdulillah, sekarang Amay sudah semakin kreatif... :)

Read More