1 Juni 2020, jelang kenaikan kelas 3 ke kelas 4
"Mas Amay, ini kan sudah bulan Juni. Katanya Mas Amay mau sunat di bulan Juni, kan? Nanti kita cari tempat khitan setelah ambil rapot, yaa..." kata saya.
Amay bergeming, tapi tiba-tiba matanya berair.
"Lho, kok nangis?" tanya saya.
"Mas Amay ngga mau sunat sekarang," jawabnya.
Hmm, manyun lah Mamanya. Upaya sounding selama 1 tahun ngga ada hasilnya. Tapi ya sudah lah, daripada nanti nangis-nangis dan teriak-teriak saat disunat, lebih baik ditunda dulu saja rencana khitannya. Memang, segala bujuk dan rayu harus diiringi doa, agar siap jiwa dan raga dalam menjalankan perintah agama.
~
Mei 2021
Tahun ajaran 2020/2021 hampir usai. Di kelas 4 ini, Mas Amay tidak pernah belajar di sekolah. Selain Belajar Dari Rumah (BDR), sesekali pembelajaran dilakukan di rumah secara berkelompok. Mas Amay berkelompok dengan Firlan, Varo, Raafi, Keefe, juga Nesa, karena rumah kami berdekatan. Seiring dengan semakin kompaknya anak-anak, para Mama pun semakin dekat. Alhamdulillah.
Maka dari itu, ketika salah satu dari kami punya wacana untuk mengkhitankan anak di libur kenaikan kelas ini, Mama-Mama yang lain pun jadi keidean untuk mengkhitankan anak-anak secara bersamaan. Tujuannya supaya anak-anak lebih berani karena tidak khitan sendirian.
Masih pandemi, kok tetep nekat mau sunat?
Pertama, khitan atau sunat adalah kewajiban. Kedua, mumpung ada teman, jadi biar ada yang "senasib sepenanggungan". Ketiga, kalau ditunda-tunda, khawatir anaknya keburu berubah pikiran. Niat baik harus disegerakan, bukan?
Karena semua Mama setuju untuk "khitan bareng-bareng", saya pun mulai hunting tempat khitan di Solo. Secara kebetulan, postingan Ayaa si pemilik www.cahayatheprinces.com yang baru saja mengkhitankan Ben, anak keduanya, di Solo Khitan Center (dr. Ahmad) lewat di beranda. Langsung deh, saya baca review-nya, dan minta nomor kontak dokter yang menangani Ben saat khitan. Tak lupa, saya mengusulkan pada Mama-Mama yang lain, dan alhamdulillah mereka setuju.
Saya bergegas menghubungi dokter Ahmad dan mengutarakan keinginan para Mama untuk mengkhitankan anak-anak secara bersama-sama.
Membaca permintaan saya yang "aneh", dokter langsung menghubungi saya via telepon. Beliau menyampaikan bahwa di kondisi pandemi seperti saat ini, khitan bersama-sama sebaiknya dihindari. Lagipula, secara psikologis, khitan bersama-sama juga ada sisi negatifnya.
"Kalau pasien pertama menangis atau berteriak-teriak kesakitan, yakinkah pasien kedua dan berikutnya bisa tenang?" tanya dr. Ahmad di seberang telepon.
Iya juga sih, masuk akal.
Baiklah... Patuh aja sama dokter, yaa... Toh masih bisa khitan "barengan" dalam artian khitannya di hari yang sama, hanya beda jam saja.
Alhamdulillah, selain benar-benar memikirkan keselamatan pasien, dokter Ahmad juga sangat komunikatif, jadi kami pun bisa berkonsultasi dengan nyaman. Beliau bahkan menawarkan pertemuan secara virtual via zoom.
Tujuannya untuk mengedukasi para orang tua sekaligus mempersiapkan
mental anak-anaknya juga.
Dalam pertemuan virtual tersebut, beliau berulang kali menyampaikan bahwa pasien harus datang sesuai
jadwal agar tidak menimbulkan kerumunan. Selain itu juga tidak boleh membawa
rombongan dalam jumlah besar dan pasien hanya boleh didampingi 2 orang dewasa saja. Taat
prokes banget pokoknya.
~
26 Juni 2021
Dan hari itu pun tiba... Sabtu sore, kami datang ke Solo Khitan Center sesuai jadwal. Sejak beberapa hari sebelumnya, saya dan suami selalu berusaha menguatkan mental Mas Amay. Kami mengingatkan lagi kata-kata dr. Ahmad saat zoom beberapa waktu lalu bahwa khitan tidak sakit, hanya terasa. Sebelum dikhitan akan ada suntikan bius, yang rasanya seperti saat diimunisasi.
Tapi namanya anak-anak, tetap saja ada rasa panik, yaa... Ketika tiba saatnya dibius, Mas Amay berkali-kali minta waktu untuk mempersiapkan (atau menenangkan?) diri.
"Tunggu dulu! jangan disuntik dulu! Mas Amay belum siap..."
Karena ngga siap melulu, akhirnya Mama peluk Mas Amay dan Papa pegangin kakinya, wkwkwk... Nah, setelah dibius, baru deh dia tenang. Bahkan ia sangat tenang dan dengan santai mengobrol dengan dokter yang sedang melakukan tindakan.
FYI, dari obrolan singkat itu, terungkap satu fakta bahwa selain beliau merupakan suami dari Mbak Afifah Afra (seorang penulis buku), ternyata beliau satu almamater dengan saya di SMAN 1 Purworejo.
Ya Allah, begitu sempitnya dunia!
Selang beberapa saat, proses khitan selesai, dan kami pun bersiap untuk pulang. Saat akan pulang, Firlan datang. Ya, jadwal antara Mas Amay dan Firlan memang berurutan. Tak lupa, kami menyemangati Firlan agar rileks dan tidak panik.
Omong-omong, Mas Amay dan Firlan bersahabat sejak TK. Mas Amay memilih
sekolahnya saat ini juga karena Firlan sekolah di sana. Hihi... Saking
selalu bersma, seorang teman TK-nya berkomentar: "TK bareng, SD bareng,
khitan pun bareng. Besok nikahnya juga bareng." 😂
Ya Allah, langsung bayangin kalau nanti mereka nikah nih. Jangan dulu, jangan cepet gede dulu ya, Mas...
Baca: Jangan Cepat Berlalu
Kami tidak menunggui Firlan sampai selesai, karena takut akan "diusir" oleh dr. Ahmad, hihi... Makanya, kami pulang lebih dulu.
Dalam perjalanan pulang, Mas Amay sudah mulai merasakan cekit-cekit di area penisnya. Saya mencoba menghibur dengan mengatakan bahwa setelah sampai rumah, Mas Amay akan meminum obat pereda nyeri yang sudah diberikan oleh dokter. Insya Allah nyerinya akan berkurang.
Di grup WhatsApp, dokter memberi semangat pada kami, sembari mendoakan semoga kami tidak perlu begadang malam itu. Saya mengaminkan sambil membatin, "Apa iya sesakit itu sampai perlu begadang? So far anaknya baik-baik aja kok."
Pertanyaan sombong meski hanya di dalam hati, langsung dijawab oleh Allah.
Sekitar jam 7 malam, Mas Amay mulai rewel. Rewelnya berubah menjadi tangisan dan teriakan, sampai kami bingung sendiri bagaimana menghiburnya. Bahkan tetangga depan sampai kirim WA, hihi... Maafkan ya, Om Isma dan Tante Dewi.
"Mas Amay udah aja... Ngga tahan sakitnya..." Katanya sambil terus menangis.
"Sabar, yaa.. Sakitnya ditahan dulu, yaa..." Papanya sabar banget membujuk Mas Amay.
"Sakit kayak gini ngga bisa di-skip, Mas.. Namanya hidup, ada sakit ada sehat, ada senang ada sedih, semuanya harus dilewati. Namanya khitan ya sakit. Nanti juga ada waktunya sembuh. Kalau sakitnya bisa diwakilkan, Mama juga mau gantiin. Tapi ini kan ngga bisa, jadi mau ngga mau memang Mas Amay harus merasakan sendiri."
Tetot! Ceramah macam apa itu, Mama Kepiting? Anaknya lagi kesakitan, sempet-sempetnya ngomong begini. Hadeh...
"Mama sih ngga ngerasain!" Amay makin teriak dong. Aduh, lucu deh kalau diingat. 😆
Menangis sejak jam 7 malam, tangisan Mas Amay baru berhenti 3 jam kemudian, setelah Mas Amay minum air putih yang sudah dibacain doa sama Akung. Alhamdulillah... Mama pun bisa melipir sebentar untuk nemenin Adek Aga tidur. Ya, meski pada akhirnya Mama ketiduran sih. Hehe... Saya baru kebangun jam setengah 3 pagi, dan ternyata, kata suami, Mas Amay belum tidur juga. Walah...
Ya sudah, akhirnya Papa gantian shift sama Mama. Mama pun menemani Mas Amay, hingga Mas Amay tertidur jam setengah 4 pagi.
Sebenarnya ada obat pereda nyeri dari dokter yang bisa diminum tiap 3
jam sekali. Tapi entahlah, efeknya di Amay kok cuma bertahan sekitar 1 jam saja.
Itu pun kami mempercepat pemberian obat jadi 2,5 jam saking ngga tahan dengar suara tangisan.
Oiya, Dek Aga sangat care sama Mas Amay, lho. Saat Mas Amay menangis, Aga elus-elus punggungnya. Dan Minggu pagi, setelah Mas Amay bangun dari tidur singkatnya, Adek Aga bertanya, "Yang disunatnya masih sakit, Mas?"
Oouwww... Mama jadi meleleh... Semoga Adek Aga ngga trauma karena lihat Mas Amay kesakitan deh. Hehe..
Alhamdulillah, pagi harinya Mas Amay sudah bisa berjalan-jalan. Benar kata Papa, sakitnya cuma sebentar, yaitu saat efek biusnya perlahan menghilang. Di grup Mama-Mama, kami pun saling menyemangati. Indahnyaaa... 😍
Insya Allah, pengalaman khitan ini akan jadi kenang-kenangan indah untuk
Mas Amay, Mas Firlan, Mas Keefe, Mas Raafi, juga Dek Bimo (adiknya Mbak
Nesa), yaa... Barokallah anak-anak hebat! Semoga kalian sehat selalu
dan jadi anak yang sholih. Aamiin YRA.
Biaya Khitan di Solo Khitan Center
Saya yakin informasi ini paling ditunggu oleh Mama-Mama yang akan mengkhitankan putranya. 😊Berapa sih biaya khitan di Solo Khitan Center? Berikut adalah rincian biayanya, ya, Ma...
Dokter Ahmad menggunakan metode klamp dari Turki. Dengan biaya Rp 1.100.000,00, anak-anak akan mendapatkan celana khitan sebanyak 2 pcs, paket obat, dan free 1x kontrol untuk lepas klamp-nya.
Solo Khitan Center berada di Jalan Pamugaran Hijau Jamrud No. 5B, RT 5, RW 4, Kadipiro, Kec. Banjarsari, Kota Surakarta, Jawa Tengah 57136, Telp: 0821-3670-7568.
Ditulis dengan Cinta,
Mama