Serba-Serbi Mencari Sekolah untuk Si Sulung

Saturday, March 4, 2023


Anak sulung kami sudah kelas 6 SD saat ini. Jadi, kami harus mulai bergerilya mencari SMP untuknya. Kenapa kok ngga ke sekolah negeri saja? Alasannya karena KK kami masih KK Purworejo, sedangkan saat ini kami tinggal di Karanganyar (Solo). Dengan sistem zonasi seperti saat ini, akan sulit untuk anak kami bisa bersekolah di sekolah negeri. Sehingga, mau tidak mau, kami harus mencari alternatif lain, yakni sekolah swasta.

Sebenarnya, sejak tahun lalu kami sudah punya pilihan sekolah swasta untuknya. Ada satu sekolah yang sesuai dengan visi misi kami. Namun sayang, belakangan baru kami tahu, sekolah itu belum terakreditasi karena masih terbilang baru. Dilema deh. Di satu sisi, kami sudah cocok. Biayanya juga masih terjangkau di kantong kami. Di sisi lain, akreditasi sekolah akan menentukan perjalanan mencari SMA nanti. 

Saya bimbang. Ingin ke sekolah swasta lain, berat di biaya. Di Solo ada SMP Muhammadiyah PK (Program Khusus) yang menduduki peringkat pertama SMP di Surakarta. Namun, uang masuknya di atas 15 juta. SPP-nya pun 1,5 juta tiap bulannya. Buat kami, ini berat. SMPIT Nur Hidayah yang juga berkualitas pun tidak jauh berbeda biayanya. Subhanallah.

Lalu, setelah cari tahu ke sana kemari, kami mendapatkan informasi kalau MTs Negeri 1 Surakarta tidak menerapkan sistem zonasi. MTs Negeri 1 ini juga terbilang bagus, karena masuk 10 besar SMP terbaik di Solo. Nah, di sini, kelasnya terbagi menjadi 3; kelas reguler, kelas sains, dan kelas tahfidz.

1. Kelas Reguler
Seperti sekolah negeri lainnya, pendaftarannya sekitar bulan Juni / setelah anak-anak lulus.

2. Kelas Sains
Ini pun terbagi menjadi 2, yakni kelas sains asrama dan kelas sains non asrama. Kelas sains asrama hanya dibuka 1 kelas, dengan jumlah siswa yang dibutuhkan adalah 24 siswa. Sementara itu, kelas sains non asrama dibuka sebanyak 5 kelas dan masing-masing kelas terdiri dari 28 siswa.

3. Kelas Tahfidz
Untuk kelas tahfidz, dibuka hanya 1 kelas dan harus stay di asrama. Mungkin supaya anak-anak lebih fokus dalam menghafal, ya.. Apalagi jika berada di lingkungan hafidz, pastinya akan lebih mudah. Oya, jumlah kuota siswa yang dibutuhkan di kelas tahfidz juga 24 siswa.
 
Nah, Mas Amay kami daftarkan di kelas sains non asrama karena lokasi sekolahnya juga tidak jauh dari rumah. Mungkin sekitar 15-20 menit naik motor. Maka, pada 10 Februari 2023, saya dan Mama Keefe menuju MTs Negeri 1 Surakarta untuk mendaftarkan putra kami. Alhamdulillah, pendaftaran bisa dilakukan tanpa harus dihadiri anak-anak, mengingat saat itu juga masih hari sekolah.


PPDB MTsN 1 Surakarta


Setelah mendaftar di sekolah ini, setiap hari kami memantau instagram MTsN 1 Surakarta. Di hari terakhir, ternyata jumlah pendaftar mencapai lebih dari 500 siswa. Masya Allah. Selanjutnya, akan diadakan ujian masuk pada hari Ahad, 5 Maret 2023. Materi yang diujikan antara lain Matematika, Bahasa Indonesia, IPA, dan Baca Tulis Al-Qur'an.

Dengan jumlah pendaftar sebanyak itu, kami hanya bisa berdoa agar Mas Amay menjadi salah satu dari 140 siswa yang akan diterima di sekolah tersebut. Aamiin aamiin Yaa Rabbal 'Aalamiin. Mohon do'anya juga dari Om dan Tante yang membaca tulisan ini, yaa... 😊

Update per tanggal 8 Maret 2023; Alhamdulillah, Mas Amay diterima belajar di MTs Negeri 1 Surakarta, kelas Sains Non Asrama. Mohon doanya selalu agar kelak Mas Amay senantiasa diberi kemudahan dan kelancaran dalam menempuh pendidikan, dan semoga kelak ilmunya bisa bermanfaat untuk banyak orang. Aamiin... 





Ditulis dengan Cinta, Mama
Read More

Materi Basa Jawa Kelas 2 SD: Pandhawa

Sunday, February 26, 2023


Basa Jawa iku salah siji piwulangan sing angel. Sapa sing setuju? Hehe... Senadyan aku iki wong Jawa tulen, nanging babagan Basa Jawa, isih akeh sing durung dakpahami. Nanging, sawise duwe anak, gelem ora gelem aku kudu melu sinau. Kayata ing kelas 2 iki, anakku sing cilik kudu ngerti sapa wae kang kalebu Punakawan, lan kepiye silsilahe Pandhawa.

Basa Jawa pancen angel. Mula aku ora maido yen jaman saiki wong tuwa luwih seneng nganggo Basa Indonesia nalika omong-omongan karo anake, amarga Basa Indonesia kuwi luwih gampang. Nanging, pancen luwih becik yen awake dhewe bisa nguri-uri kabudayan. Ya muga-muga, tulisan iki bisa dadi conto lan bisa migunani. 

Oya, sadurunge nulis babagan Punakawan lan Pandhawa, aku arep crita. Iki crita lucu nalika sekolah online ing mangsa pandemi wingi. Anakku sing nomer loro, ora ngerti carane maca menthog. Nalika Bu Guru dhawuh maca "menthog-menthog tak kandhani...", dheweke maca menthog dadi "ment - hog". Mula, anakku digeguyu marang bapake, sing maraake dheweke nangis wektu kuwi.

Alhamdulillah, saiki sekolahe wis normal maneh. Anakku uga dadi luwih terampil ngomong nganggo Basa Jawa, amarga ing sekolah, kanca-kancane sedina-dina uga nganggo Basa Jawa.

Nah, saiki, ayo sinau bareng babagan Pandhawa!


Silsilahe Pandhawa


Prabu Pandhudewanata iku raja ing Astinapura. Garwane ana loro, yaiku Dewi Kunthi lan Dewi Madrim. Dewi Kunthi putrane ana telu, yaiku Puntadewa, Werkudara, lan Arjuna. Dene Dewi Madrim, putrane ana loro, kembar, yaiku Nakula lan Sadewa.

Watake Pandhawa:

1. Puntadewa 

Jenenge liya: Yudhistira
Pusakane: Jimat Kalimasada
Watake: Sabar, jujur, ora seneng perang
Ratu ing: Ngamarta

2. Werkudara

Jenenge liya: Bima
Pusakane: Gada Rujak Polo
Watake: Ora sabar, seneng perang
Satriya ing: Jodhipati

3. Arjuna

Jenenge liya: Janaka
Pusakane: Panah Pasopati
Watake: Rupane bagus, omongane alus
Satriya ing: Madukara

4. Nakula

Jenenge liya: Pinten
Satriya ing: Bumiretawu
Keprigelane: Nambani

5. Sadewa

Jenenge liya: Tansen
Satriya ing: Sawojajar
Kaprigelane: Ngopeni jaran

Punakawan


Punakawan iku abdine Raden Arjuna. Punakawan ana papat, yaiku: Semar, Gareng, Petruk, lan Bagong.


Punakawan iku sapa wae?


1. Semar

Semar iku sejatine dewa sing malih rupa dadi manungsa. Semar iku dewa sing momong wong becik. Semar duwe anak 3: Gareng, Petruk, lan Bagong.

2. Gareng

Gareng kuwi anake Semar sing nomer 1. Mripate kera, tangane ceko. Sikile gejik, yen mlaku pincang.

3. Petruk

Petruk iku anake Semar sing nomer 2. Pawakane kuru lan dhuwur. Irunge dawa.

4. Bagong

Bagong iku anake Semar sing nomer 3. Pawakane lemu, wetenge gedhe. Irune pesek, dedege cendhek. 


Pandhawa duweni musuh, yaiku Kurawa. Kurawa pancen watake ala. Kurawa seneng gawe cilakane Pandhawa, nanging Pandhawa tansah sabar ngadhepi. Tembene Pandhawa sing slamet lan urip mulya.

Nah, iku mau bab Pandhawa. Kepiye silsilahe lan kepiye watake Pandhawa kuwi. Sugeng sinau sedaya!


Kamus:
senadyan: meskipun
gumun: kagum
maido: hran
amarga: karena
tembene: pada akhirnya


Ditulis dengan Cinta, Mama
Read More

Untungnya Aku Tidak Memilih Childfree

Thursday, February 16, 2023


Untungnya aku tidak memilih childfree. Untungnya di masa mudaku dulu, dengungan childfree belum sekencang sekarang ini. Bahkan aku tau istilah childfree juga belum lama, tepatnya setelah menyimak keviralan pemikiran Mbak Gita Savitri. 

Untungnya aku tidak memilih childfree. Di pikiranku, baik dulu maupun saat ini, ketika seorang perempuan memutuskan untuk menikah, artinya dia sudah siap memiliki anak. Baru deh, mau berapa jumlah anaknya, tergantung kesanggupan ia dan pasangannya. Aku bisa berpikir begitu karena setahuku, di agamaku, tujuan dari pernikahan selain untuk menyempurnakan separuh agama, juga untuk melanjutkan keturunan. 

Tujuan pernikahan untuk melanjutkan keturunan


Bahkan Rasulullah SAW menganjurkan pernikahan dan memperbanyak keturunan. Apa tujuannya? Karena beliau ingin membanggakan umatnya di hadapan Nabi-Nabi lainnya di hari kiamat nanti. 

Hadits tentang anjuran pernikahan?


Maka ketika istilah childfree mulai naik, aku berusaha keras memahami itu sebagai hak individu, tapi masih agak kesulitan menerimanya sebagai sebuah keputusan yang tepat. Mohon maaf ya, ngga apa-apa kok kalau kalian menyebutku kolot atau ndeso

Aku bersyukur aku telat tahu tentang childfree. Kalau dulu aku sudah tahu tentang childfree dan memutuskan untuk menganutnya, mungkin aku tak akan tahu rasanya jatuh cinta pada sosok yang belum pernah kujumpai sebelumnya. Dan karena aku tidak memilih childfree, aku jadi paham kenapa doa untuk kedua orang tua berbunyi "Ampunilah dosaku dan dosa kedua orang tuaku, dan sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangiku sewaktu kecil."

Mbak Gita memang benar, punya anak memang bisa bikin stres. Stres kalau anaknya sakit, stres kalau anaknya nggak mau makan, stres kalau tumbuh kembang anak terhambat, stres mikirin biaya sekolah, stres saat mendampingi mereka belajar di rumah, dan stres-stres lainnya.

Punya anak juga bisa bikin repot. Mau keluar rumah, mesti bawa aneka printilan seperti popok sekali pakai, baju ganti, tisu basah dan kering, mainan-mainan, cemilan-cemilan, dll. Bahkan, ibu-ibu bekerja yang masih menyusui itu, bekalnya bertambah dengan pompa asi dan wadah asi perahnya. 

Punya anak juga bikin sakit. Aku masih ingat perihnya luka operasi caesar pasca melahirkan si sulung. Aku juga masih ingat mulasnya kontraksi ketika melahirkan si bungsu, yang saat itu, saking sakitnya, meski jalan lahirku digunting tanpa dibiuspun, rasanya jadi biasa saja. Oya, aku juga tahu bagaimana perihnya puting lecet saat menyusui. Aku tahu bagaimana remuknya badan ibu akibat begadang saat si kecil sakit. Aku juga tahu, gimana sakit hatinya seorang ibu, saat anaknya dibanding-bandingkan dengan anak lain.

Wis to, jadi ibu itu komplit sakitnya.

Tapi, pengalamanku, stres itu akan hilang saat melihat senyum anak-anak terkembang. Kerepotan itu juga perlahan akan berkurang saat mereka semakin besar dan semakin mandiri. Sakit pasca melahirkan itu juga bukan nggak bisa sembuh, ya kan?

Oiya, mau cerita aja sih, anakku sekarang 12 dan 8 tahun. Kadang, aku merindukan masa kecil mereka, yang masih polos saat berbicara, yang meski habis dimarahi tapi tetep nyamperin mamanya kayak nggak ada dendam... Kalau sudah kangen begitu, kadang tanpa sadar air mataku menetes. Betapa waktu cepat sekali berlalu. 😥 Mungkin terlihat lebay, ya... Tapi serius, itulah cinta yang ibu-ibu rasakan. 

Untungnya aku tidak memilih childfree, ya...

Kalau aku childfree, mungkin aku tak akan pernah tahu rasanya dibucinin sampai ke WC aja ditangisi. Kalau aku childfree, aku tak akan pernah tahu bahagianya melihat mata mereka berbinar saat disusui. Kalau aku childfree, aku tak akan pernah tahu bahagianya melihat mereka semakin pintar dari hari ke hari. Kalau aku childfree, aku tak akan pernah tahu bagaimana puasnya hati ketika masakan kita disukai.

Kalau aku childfree, aku tak akan pernah tahu bagaimana dadaku penuh, saat si sulung berkata, "Malam ini dingin, tapi jadi hangat karena ada Mama."

Kalau aku childfree, aku mungkin tak punya pengharapan, siapa yang akan mendoakanku saat aku "pulang" nanti. Iya, mungkin bagi sebagian orang, anak bukanlah investasi. Tapi bagiku, anak sholih adalah tabungan, tempat kita menaruh harapan. Bukan, bukan harta di masa tua yang kuinginkan, tapi doa, di kehidupan di mana aku hanya bisa mengandalkan seluruh amalan.


Hadits tentang 3 amalan yang tidak akan terputus


Jadi sekali lagi, aku bersyukur aku tidak memilih childfree. Memang, ketika punya anak, kerutan di wajah kita akan bertambah. Tapi kita semua pasti tahu, kerutan di wajah itu tidak hanya disebabkan oleh kenyataan memiliki anak. Memang, ketika punya anak, uang yang harusnya bisa buat suntik botox (jujurly, aku bahkan tak pernah merencanakan akan melakukannya), habis buat bayar sekolah mereka. Tapi, kalau aku memilih childfree, mungkin aku tak akan bisa memahami lirik ini; hanya memberi, tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia

*PS: Semoga Allah merahmati para ibu di seluruh dunia. Semoga para pejuang garis dua, segera diberi amanah oleh-Nya. Aamiin aamiin Yaa Rabbal 'Aalamiin... 





Ditulis dengan Cinta, Mama
Read More

Kenangan Semasa Belajar Daring

Sunday, February 12, 2023


Sudah lebih dari satu semester anak-anak kembali belajar tatap muka di sekolah. Ada perasaan lega, bahagia, sekaligus haru karena alhamdulillah, beratnya masa-masa pandemi berhasil kita lalui bersama. Jika menarik kembali kenangan tiga tahun silam, di minggu-minggu awal pandemi saya masih bisa santai. Bahkan, belajar di rumah di awal-awal Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) sangat saya nikmati. Namun, ketika bulan berganti, saya nyaris depresi menghadapi semua ini.

Saya tidak berlebihan. Gejala depresi benar-benar saya rasakan. Rambut rontok tak berbilang, saya sering menangis secara tiba-tiba, dan yang paling terlihat adalah kacaunya siklus bulanan. Di awal pandemi itu, saya tidak haid selama 3 bulan, hingga mengira akan ada anak ketiga. Namun, meski sudah mengecek melalui alat tes kehamilan (ada beberapa merek yang saya coba), tanda-tanda kehamilan tidak muncul juga. 

Alhamdulillah, setelah berusaha menerima apa yang terjadi, kondisi saya mulai membaik. Hal-hal yang menjadi sumber ketakutan saya selama ini, satu per satu menjadi lebih mudah saya jalani. Saya pun kembali siap menjadi "madrosatul uula" bagi kedua anak saya, meski manusiawi lah ya, jika ada saat-saat saya merasa sangat penat. 

Ini sekelumit curhatan yang saya tulis di instagram, saat lelah mendampingi anak-anak belajar dari rumah.

susahnya jadi orang tua


Oh iya, pandemi datang saat si bungsu sedang senang-senangnya menjadi anak TK. Di usia ini, bermain dan belajar dari dalam rumah saja tentu sangat membosankan. Di lain sisi, sang kakak baru duduk di bangku kelas 3, yang mana katanya, materi kelas 3 adalah "gerbang" menuju materi-materi sulit nan serius. 

Jika ditanya, sulit nggak sih mendampingi dua anak yang semuanya masih butuh perhatian? Oh, tentu saja! Saya jadi sering marah-marah, meski sedetik kemudian langsung menyesal. 😥


Kesulitan lainnya adalah ketika harus mengumpulkan foto kegiatan anak, mulai dari saat berjemur, berolahraga, beribadah, mengerjakan tugas, hingga membantu orang tua. Mau dibuat senatural mungkin pun sulit, karena saya juga ingin foto-foto kegiatan itu tetap terlihat bagus. Memang yaa, pengen terlihat sempurna tuh bikin tress bangeeettt. 🙈

Nah, inilah beberapa foto yang diproduksi saat School from Home. Sssst, satu adegan kadang memerlukan belasan kali take foto, lho. 😂


Belajar daring


Kenangan saat Belajar Daring

Serba-serbi Belajar Daring
setoran tugas harian Adek Aga

Foto-foto kegiatan sehari-hari saat PJJ
dokumentasi saat anak-anak melakukan ibadah di rumah

Kenangan tentang Pembelajaran Jarak Jauh
foto saat berolahraga

Contoh kegiatan membantu orang tua
foto saat membantu orang tua

Namun, hikmahnya adalah, saya jadi ikut belajar banyak hal, terutama tentang materi-materi agama karena anak-anak saya sekolah di sekolah Muhammadiyah. Untuk saya yang merupakan produk sekolah negeri, materi agama yang saya pelajari dulu tentu sangat terbatas. Tulisan ini contohnya: Bacaan Gharib: Saktah, Tashil, Imalah, Isymam dan Naql, "lahir" saat saya mendampingi si sulung belajar materi Pendidikan Agama Islam tentang Bacaan Gharib.

Omong-omong, ada satu peristiwa lucu di tahun lalu, saat si bungsu sudah jadi anak kelas 1. Kebetulan, saat kecil dulu Adek Aga mengalami keterlambatan bicara, sehingga penguasaan bahasanya sedikit kurang jika dibandingkan anak seusianya. Jangankan belajar bahasa lain, bercerita dengan Bahasa Indonesia saja kadang masih suka muter-muter bicaranya.


Singkat cerita, suatu hari ada pelajaran Basa Jawa. Ya, Basa Jawa menjadi salah satu mata pelajaran mulok alias muatan lokal, karena kami tinggal di Solo, Jawa Tengah. Jujur saja, meski kami tinggal di Solo, tetapi untuk berkomunikasi sehari-sehari kami menggunakan Bahasa Indonesia. Salah satu alasannya karena Pak Suami berasal dari Majalengka, Jawa Barat. 

Nah, saat belajar daring itu, Aga diminta membaca cerita di buku paket Basa Jawa. Karena Basa Jawa menjadi "bahasa asing" baginya, ia pun mengalami kesulitan. Sayangnya, ketika mengalami kesulitan, Aga akan panik. Kalau sudah panik, dia akan kehilangan kendali, hingga bisa menangis atau tantrum. 

Alhamdulillah, seiring berjalannya waktu, kemampuan berkomunikasinya semakin berkembang. Aga kini sudah pandai menangkap bahasa selain Bahasa Indonesia, yaitu Basa Jawa tentu saja, dan Bahasa Inggris.  



Ditulis dengan Cinta, Mama
Read More

Berbagai Kesibukan Menjelang Ujian Praktik Kelas 6

Sunday, February 5, 2023


Dua hari ini, Mama-Mama wali murid di kelas Mas Amay heboh. Menjelang Ujian Praktik yang akan dilaksanakan tanggal 6 Februari esok, tugas yang harus diselesaikan malah menumpuk ngga karuan. Pengen nangiiissss rasanya, tapi kalau cuma ditangisi, kapan tugasnya akan selesai, ya kan?

Ya, punya anak yang saat ini sudah duduk di kelas 6 SD memang harus super tegar dan stay sabar. Bukan hanya karena perubahan sikap mereka di usia yang memasuki masa pra-remaja, tetapi juga karena padatnya materi menjelang ujian demi ujian ini. 


Hari Sabtu, 4 Februari kemarin misalnya. Ada dua tugas yang harus segera diselesaikan, dan yang membuat semakin pening adalah karena tugas-tugas itu harus diselesaikan secara berkelompok. 

Kenapa tugas berkelompok malah bikin pening? Karena kami harus mencari waktu yang longgar bagi semua anggota. Tak hanya longgar bagi anaknya, tetapi juga bagi orang tuanya. Nah, repotnya di sini, karena di akhir pekan biasanya orang tua sudah punya acara sendiri-sendiri.

Nah, ceritanya, kemarin ada dua tugas yang harus dikumpulkan hari Senin besok, yakni Kliping tentang Bid'ah, Khurafat, dan Tahayul untuk pelajaran PAI, juga membuat taplak jumputan dengan kelereng untuk pelajaran SBdP. Ndilalah alias kebetulan, Mas Amay diminta jadi ketua di kelompok taplak jumputan, jadi mau nggak mau sebagai Mamanya, saya harus ikut tanggung jawab.

Dengan kekuatan bulan, Mama Kepiting pun membagi energi, waktu, dan pikiran, agar dua tugas kelompok ini bisa selesai.

Sabtu pagi, berbekal info dari Mama Raafi, saya pergi ke toko alat jahit di depan Polsek Ngemplak untuk meng-kril kain yang akan dibuat taplak. Ya, untuk tugas membuat taplak jumputan ini, anak-anak sudah diberi kain putih polos dari sekolah. Hanya saja, kain tersebut masih perlu dirapikan dan "dikunci" tepiannya agar serat kain tidak mudah lepas. Teknik yang dipakai adalah teknik kril. Jangan tanya apakah sama atau tidak dengan neci, wolsum dan sebagainya, karena saya tidak paham. Dan karena saya bukan orang yang bisa dan suka menjahit, jujur saja, saya baru tahu kalau ada toko alat jahit di situ, walaupun lokasi toko itu relatif dekat dari rumah. Wkwkwk...


Toko alat jahit Asih di sekitar Klodran, Colomadu

Toko Alat Jahit di sekitar Pasar Gagan, Boyolali


Alhamdulillah, saya tidak perlu menunggu lama hingga kain tersebut selesai di-kril. Cuma 2 menit, selesai (Mungkin karena saat itu tidak ada antrean panjang, ya... Karena pengalaman Mama Raafi, kainnya harus ditinggal dan baru bisa diambil sore harinya). Saya pun hanya perlu merogoh kocek sebesar Rp 4.000,00 saja. Masya Allah.

~

Selesai meng-kril kain, PR saya selanjutnya adalah membuat kliping dan mengatur jadwal dengan Mama-Mama. Akhirnya, disepakati untuk pembuatan taplak ini dilakukan di rumah saya, ba'da dzuhur. Untuk kliping, kami membagi tugas untuk mencari berita. Saya membantu membuat layout, Mama Firlan dan Mama Raafi bertugas mencetak dan menjilid. Alhamdulillah, semua selesai tepat waktu.

Oiya, barangkali ada yang penasaran, pembuatan taplak jumputan dengan kelereng itu seperti apa sih? Nah, seperti ini kira-kira langkah pembuatannya;

1. Kain dibentuk persegi
2. Di-kril setiap sisinya
3. Dibuat titik-titik di tempat yang akan dijumput atau ditali
4. Titik tersebut diberi kelereng lalu diikat dengan karet pentil (memakai karet pentil agar tidak mudah putus saat proses pemasakan / pewarnaan nanti)

Kemarin, prosesnya baru sampai nomor 4. Selanjutnya, untuk pemasakan, pewarnaan, pengeringan, akan dilakukan di hari lain. 

Dan inilah dokumentasi saat anak-anak melakukan pengukuran, penentuan titik, dan pengikatan kelereng.


membuat taplak jumputan dengan kelereng


membuat taplak jumputan dengan kelereng


membuat taplak jumputan dengan kelereng


membuat taplak jumputan / tie dye dengan kelereng

membuat taplak jumputan dengan kelereng


Inilah sementara kesibukan anak-anak, dan pastinya orang tua, menjelang Ujian Praktik Kelas 6. Oiya, untuk materi yang diujikan, tentunya masing-masing sekolah memiliki kebijakan sendiri-sendiri. Dulu waktu saya kelas 6 SD, malah ada ujian memasak, padahal selama sekolah di SD tidak pernah sekalipun ada pelajaran memasak. Bagaimana pula bisa ada ujian memasak? Wkwkwk... Tapi itulah keseruannya, yaa... Omong-omong, waktu Om / Tante sekolah dulu, ujian praktiknya ngapain aja selain praktik wudhu, praktik shalat, lari, senam, dll? 


PS: Oiya, Mama Kepiting mohon doa dari Om / Tante pembaca blog ini, doakan agar Mas Amay dapat menjalani ujian kelas 6 ini dengan baik dan lancar, ya... Terima kasiiih... 



Ditulis dengan Cinta, Mama
Read More

Agar Anak Tak Jadi Pembully Seperti di Drama The Glory

Monday, January 23, 2023

 

"Mama, tadi Mas Amay berantem pas habis sholat ashar (di sekolah)." Kata Si Sulung, Senin sore dua pekan lalu, sewaktu kami melaju di atas motor menuju rumah. Amay memang sekolah sampai sore. Ia dan kawan-kawannya pulang sekolah setelah sholat ashar berjamaah.

"Berantem sama siapa?" Tanya saya, seraya menajamkan pendengaran yang dibisingi deru kendaraan yang berkejar-kejaran dengan kami. 

"Sama anak kelas 6.3." Jawabnya.

"Kok berantem? Memangnya ada masalah apa?" Selidik saya.

"Ceritanya, kelas 6.3 itu memang suka dorong-dorongan kalau pas habis sholat. Nah, waktu Mas Amay mimpin kelas 6.1 buat baris (kebetulan Amay di kelas 6.1, dan saat ini ia didapuk menjadi ketua kelas, dan biasanya selesai sholat, anak-anak akan berbaris dari masjid sampai kembali ke kelas), Si X tiba-tiba dorong Mas Amay. Dia bukannya dorong teman sekelasnya sendiri, malah dorong Mas Amay. Ya udah, Mas Amay bales dorong, eh dia mukul Mas Amay. Mas Amay bales pukul lagi, gitu terus sampai ada yang melerai." Jelasnya.

"Oh... Trus kenapa Mas Amay ngga coba tanya dulu kenapa Si X dorong? Barangkali dia ngga sengaja kan?"

"Enggak, Ma... Si X itu sengaja. Dia memang toxic anaknya, jadi Mas Amay itu sulit husnudzon kalau udah dia yang berbuat." Jawab Amay tegas. "Mama marah nggak sama Mas Amay karena Mas Amay udah berantem?" tanyanya kemudian.

"Enggak. Mas Amay berhak membela diri kok." Kata saya.

Akhirnya, keesokan harinya, saya ceritakan ini ke Mama-Mama saat menjemput sekolah. Sejujurnya, saya sendiri tidak tahu Si X ini yang mana dan bagaimana karakter anaknya. Namun, ketika saya menyebut namanya, Mama-Mama di sekolah langsung maklum. 

"Oh, emang dia itu bisa dibilang trouble maker kok, Ma... Adaaa aja keisengannya." Kata salah satu Mama. Bahkan katanya, saat outbond bersama di akhir semester lalu, dia juga sempat membuat masalah.

Dari sini saya jadi bisa semakin memahami, mengapa Amay terlihat sangat emosi kemarin. Ternyata, korban keisengan Si X memang banyak. Tapi, apakah yang dilakukan Si X kepada Amay termasuk kategori bullying? Simak tulisan ini sampai akhir, ya...

Mengapa Seorang Anak Bisa Jadi Pembully?

Tentang bullying, saya kebetulan baru menyelesaikan drama Korea yang berjudul The Glory. Drama ini berkisah tentang pembalasan dendam seorang korban perundungan.

Diperankan oleh aktris Song Hye Kyo, Moon Dong-eun, adalah seorang siswa sekolah menengah yang bermimpi menjadi seorang arsitek. Ia menjadi korban kekerasan yang dilakukan oleh teman-temannya di sekolah. Moon Dong-eun telah berusaha mencari pertolongan, akan tetapi karena para perundungnya memiliki backingan yang kuat, usahanya pun berakhir sia-sia.

Dengan membawa bekas luka di sekujur tubuhnya, ia pun terpaksa putus sekolah dan mengorbankan mimpinya. Ia sempat berpikir untuk mengakhiri hidupnya, tetapi ia urungkan niatnya, dan malah berencana untuk membalas dendam pada mereka yang telah merundungnya.

The Glory, drama tentang bullying di sekolah

Mengutip www.kemenpppa.go.id, bullying (perundungan / penindasan / perisakan) adalah segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan sengaja oleh satu orang atau sekelompok orang yang lebih kuat atau lebih berkuasa terhadap orang lain dengan tujuan untuk menyakiti dan dilakukan secara terus-menerus.

Jadi, suatu perbuatan bisa disebut sebagai bullying atau perundungan, saat ada unsur-unsur berikut:

  • Memang bermaksud / sengaja melakukan
  • Dilakukan berulang kali (ada pola perilaku)
  • Ada perbedaan posisi kekuasaan (kaya - miskin, kuat - lemah, besar - kecil)

Kembali ke Si X dan Amay. Apakah perbuatan yang dilakukan Si X termasuk kategori bullying? Si X konon dengan sengaja mendorong Amay lebih dulu. Namun, Si X tidak melakukan berulang kali (tidak setiap hari, hanya hari itu saja), dan di sini tidak ada perbedaan posisi. Dia mungkin merasa lebih kuat mentalnya, tapi tanpa dia sangka, Amay ternyata berani melawannya. 

Si X bisa disebut sebagai pembully jika setiap harinya, ia selalu punya sasaran yang sama. Semoga sih tidak, ya... Dan saya berdoa, semoga Si X bisa berhenti "mengisengi" teman-temannya.

Faktor Penyebab Bullying:

Jika diulik lebih dalam, ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan seseorang menjadi pelaku bullying.

Review drama The Glory

1. Faktor Keluarga

Keluarga memegang peranan penting dalam membentuk karakter dan kepribadian anak. Di drama The Glory, pelaku utama bullying ini memiliki keluarga yang bermasalah.

Park Yeon-jin : Gadis cantik dari keluarga yang kaya raya, tetapi keluarganya berantakan. Orang tuanya bercerai, sang ibu dekat dengan seorang petinggi kepolisian dan sering pergi ke dukun peramal.

Jeon Jae-jun : Pengusaha dan pewaris bisnis keluarga yang kaya raya. Di episode 1, sempat terungkap bahwa saat sekolah dulu, orang tuanya sering mengabaikannya. Ia berkata, "Aku yatim selama seminggu. Orang tuaku ke luar negeri untuk bermain golf."

Nah, kalau dikaitkan dengan tulisan Mama Kepiting dua minggu lalu, di sini bisa disimpulkan bahwa ilmu parenting juga bisa tidak berhasil pada orang kaya, yaa... 😁

Baca: Seberapa Pentingkah Ilmu Parenting untuk Para Orang Tua?

Omong-omong tentang Faktor Keluarga, di tanggal 14 Januari kemarin, sekolah mengadakan ESQ untuk siswa-siswi kelas 6. Orang tua / wali murid kelas 6 juga diminta hadir, karena kegiatan tersebut tak hanya penting untuk para siswa yang sebentar lagi akan menempuh ujian, tetapi juga untuk orang tua yang akan mendampingi anak-anaknya melalui sebuah proses belajar yang mungkin sedikit lebih "rumit" dari ujian biasa. 

Di puncak acara, anak-anak diminta untuk tiduran. Di situlah, anak-anak "dicuci otaknya", hingga kemudian satu per satu mulai menangis. Semakin lama, suara tangisan semakin keras terdengar. Kami, para orang tua pun, tak kuasa membendung air mata.

Kemudian, orang tua diminta untuk menghampiri anaknya masing-masing, memeluk, menguatkan, memaafkan, agar ke depannya langkah-langkah mereka lebih ringan. Ya, sejak acara ini, kami seperti membuka lembaran baru. Meski dipenuhi air mata, tetapi acara ini seperti men-charge jiwa.

Namun, Mama Kepiting sempat sedih. Di barisan anak laki-laki, ada bapak-bapak yang berkata, "Ngono wae nangis, cengeng! (Gitu aja nangis, cengeng!)" 

Saya tidak mengenal bapak itu, tetapi yang jelas bukan dari kelasnya Amay. Sedih ya, kok bisa sebagai orang tua bukan merangkul, tapi malah suka mengecilkan perasaan anak, menganggap bahwa tangisan adalah kelemahan, dan jarang mengekspresikan rasa sayang. Kira-kira, cara seperti itu akan menghasilkan anak yang seperti apa? Anak yang empatinya tidak tumbuh dengan baik? Senang mengusik ketenangan orang lain? Na'udzubillah min dzalik. 

Baca : Kesalahan Parenting yang Dapat Menghancurkan Mental Anak

2. Faktor Sekolah

Sekolah juga bisa menjadi penyebab seseorang tumbuh menjadi pelaku pembully, apabila sekolah tersebut kurang ketat melakukan pengawasan terhadap anak didiknya, lemah terhadap peraturan dan sanksi, atau pejabat sekolah tidak peduli terhadap bullying yang terjadi di sekolah.

Seperti di drama The Glory. Bahkan ketika Moon Dong-eun melaporkan tindakan teman-temannya pada polisi, wali kelasnya malah berbalik memarahinya dan memukulinya. Kata wali kelas, "Dipukul teman adalah hal yang biasa."

Bullying scene di drama The Glory


Hanya satu orang yang peduli pada Moon Dong-eun, yaitu perawat sekolah. Namun, perawat sekolah itupun tidak bisa berbuat apa-apa. 😔

3. Faktor Kelompok Sebaya

Pengaruh pergaulan memang luar biasa, Ma... Di drama The Glory, pelaku bullying ini berjumlah 5 orang, dan 2 orang di antaranya bisa dibilang hanya 'kaki tangan', karena bukan berasal dari keluarga kaya raya.

Makanya, kita memang harus mengajarkan pada anak-anak untuk pandai-pandai memilih teman.

4. Kondisi Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial juga memiliki pengaruh yang cukup besar dalam membentuk karakter seseorang, termasuk menjadikannya sebagai pelaku bullying. Ini kalau di-breakdown akan sangat panjang, Ma, karena juga berhubungan dengan kondisi ekonomi, suasana politik, konflik dalam masyarakat, dll. Maka dari itu, tidak berlebihan jika ada ungkapan yang mengatakan "it takes a village to raise a child" karena memang dibutuhkan kekompakan seluruh anggota masyarakat untuk menyediakan lingkungan yang aman dan sehat bagi anak-anak, agar mereka dapat berkembang serta mampu mewujudkan harapan dan cita-citanya.

5. Tayangan Televisi / Media Sosial

Apakah Mama pernah mendengar atau membaca berita seorang anak membanting tubuh temannya karena meniru salah satu tayangan di televisi? Nah, seperti itulah kira-kira hebatnya tayangan televisi dalam mempengaruhi karakter anak-anak kita.

Tantangan kita semakin berat, Ma, karena sekarang semuanya ada dalam genggaman (handphone). Selain harus banyak-banyak berdoa, kita juga mesti membekali anak-anak dengan pengetahuan agama dan teladan yang baik, agar mereka dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.

Apa yang Harus Dilakukan Orang Tua Agar Anak Tak Jadi Pelaku Bullying?


agar anak tak jadi tukang bully

 
Kenapa faktor utama penyebab seseorang menjadi pembully adalah keluarga? Karena jika kondisi keluarganya baik, insya Allah, faktor-faktor lainnya seperti faktor sekolah, teman sebaya, lingkungan sosial, dan pengaruh tayangan televisi / media sosial, bisa dicegah atau diatasi. Jadi, sebagai orang tua, kita perlu melakukan beberapa hal di bawah ini agar anak-anak kita tidak menjadi tukang bully;

1. Sering-sering mengobrol dengan anak. Saat mengobrol ini, kita bisa memasukkan nilai-nilai yang baik dalam kehidupan, baik itu norma agama maupun norma sosial.

2. Bantu anak untuk bisa menjadi panutan yang positif. Berikan apresiasi saat ia melakukan kebaikan. Dukung hobinya, dukung bakatnya, temukan kelebihannya, dan biarkan ia berdamai dengan kekurangannya.

3. Bantu bangun kepercayaan diri anak. Beri apresiasi atas pencapaiannya, temani dan berikan semangat saat anak menemui kegagalan.

4. Jadilah teladan untuk anak kita. Anak-anak adalah peniru ulung. Apa yang dilihatnya sehari-hari, itu juga yang akan mempengaruhi perilakunya sehari-sehari.

5. Jadilah bagian dari pengalaman online anak kita. Kita bisa menjadi teman main game anak-anak, teman nonton anak-anak, atau teman di media sosial yang dimiliki anak-anak.

Nah, Ma, dengan melakukan tips-tips di atas, semoga kita bisa mendidik anak-anak kita agar tumbuh menjadi anak yang baik dan berkarakter mulia. Dan semoga, kita dan anak-anak kita tidak dipertemukan dengan orang-orang yang suka membully seperti di drama The Glory. Aamiin...



Ditulis dengan Cinta, Mama

Read More

Cara Mudah Cegah Munculnya Stretch Mark di Masa Kehamilan

Monday, January 16, 2023

 

Munculnya stretch mark di masa kehamilan kerapkali menimbulkan rasa kurang percaya diri. Lalu, adakah cara mudah untuk mencegah timbulnya stretch mark?

Beberapa waktu lalu di twitter ada yang tanya, gimana sih cara mencegah munculnya strecth mark di masa kehamilan? Meski sebenarnya stretch mark tidak hanya disebabkan oleh kehamilan, tapi memang hampir 90% wanita mengalami stretch mark saat usia kehamilan memasuki 6 - 7 bulan.

cara mencegah timbulnya stretch mark di masa kehamilan

 Apa penyebab munculnya stretch mark

Stretch mark adalah garis-garis halus yang muncul akibat kulit meregang secara mendadak. Biasanya, stretch mark disebabkan oleh peregangan yang dialami kulit karena kurangnya elastisitas kulit selama kehamilan. Hormon kehamilan juga membuat ibu hamil lebih rentan mengalami stretch mark. Risiko ini juga bisa disebabkan oleh faktor genetik atau adanya penyakit tertentu seperti Sindrom Cushing yang menyebabkan produksi hormon terlalu berlebihan sehingga dapat melemahkan kulit, Sindrom Marfan, atau Sindrom Ehlers-Danlos (EDS) yang mempengaruhi protein di kulit sehingga kulit rentan terhadap peregangan.

 Bagaimana Cara Mencegah Timbulnya Stretch Mark di Masa Kehamilan? 

Jika kita tidak memiliki faktor genetik dan tidak memiliki penyakit seperti di atas, munculnya stretch mark dapat kita cegah dengan melakukan beberapa hal di bawah ini;

Menjaga Kelembaban Kulit  

Kulit yang terhidrasi dan terjaga kelembabannya akan meregang dengan lebih mudah saat perut kita membesar. Menjaga kelembaban kulit bisa kita lakukan dengan;

  1. Minum air putih 
  2. Mengoleskan lotion atau minyak zaitun sejak awal kehamilan

Menjaga Berat Badan  

Menjaga berat badan di sini berarti dua hal; menghindari kenaikan berat badan yang terlalu cepat dan menjaga agar tubuh tetap berada di dalam kisaran berat badan yang sehat

Kadang, dengan dalih di perut kita ada "nyawa" yang sedang berkembang dan harus "diberi makan", kita jadi punya alibi untuk mengonsumsi 2 porsi makanan sekali makan. Padahal, kualitas makanan yang kita konsumsi jauh lebih penting daripada kuantitasnya. 

Selain itu, kenaikan berat badan yang terlalu cepat dapat menambah ketegangan pada kulit. Hal ini akan semakin meningkatkan risiko munculnya stretch mark.

Lalu, apa yang bisa kita lakukan agar kehamilan tidak membuat berat badan bertambah secara ekstrim?

1. Makan makanan yang sehat

Seperti yang Mama Kepiting tulis di atas, kualitas makanan yang kita konsumsi jauh lebih penting daripada kuantitasnya. Makanan yang kaya akan vitamin dan mineral dapat membantu menjaga kulit kita tetap sehat dan tidak mudah meregang atau robek.

2. Olahraga secara teratur

Tetap aktif selama kehamilan dapat membantu menjaga otot kita tetap kencang. Otot yang kencang dapat membantu menopang kulit yang meregang.

Ada beberapa pilihan olahraga yang aman untuk ibu hamil, misalnya: jalan kaki, berenang, senam hamil, yoga, pilates, atau sepeda statis.

Mengoleskan Parutan Jahe ke Sekitar Perut dan Paha  

Sebenarnya ada beberapa bahan alami yang bisa dicoba untuk membantu mencegah timbulnya stretch mark, seperti dengan mengoleskan lidah buaya, atau juga dengan mengoleskan jus mentimun yang sudah dicampur dengan air jeruk nipis. Namun, Mama Kepiting tidak bisa memastikan apakah cara ini akan berhasil.

Satu-satunya bahan alami yang Mama kepiting coba di dua kali kehamilan dan berhasil mencegah timbulnya stretch mark adalah dengan mengoleskan parutan jahe di seputar perut dan area paha. Cara ini Mama Kepiting dapatkan saat membaca majalah Femina belasan tahun yang lalu. Setelah dipraktikkan, ternyata cara ini benar-benar berhasil mencegah timbulnya stretch mark.

bahan alami untuk membantu mencegah stretch mark

Jika saat ini Mama sedang hamil dan khawatir akan timbul stretch mark di perut atau area paha, Mama bisa menggunakan cara ini: Parut dua ruas jahe, lalu oleskan di sekitar perut dan area paha. Namun, Mama mesti siap dengan efek yang akan dirasakan beberapa saat setelah Mama mengoleskan parutan jahe tersebut, karena rasanya akan panas dan gatal. Ya, beauty is pain ya, Ma... Tapi insya Allah cara ini sudah terbukti berhasil pada saya.

Yang jelas, meski stretch mark menghiasi tubuh kita, jangan sampai hal itu mengurangi kepercayaan diri kita ya, Ma... We are still beautiful, no matter what... Anggap saja, stretch mark itu adalah tanda cinta kita pada anak-anak. :)


Ditulis dengan Cinta, Mama

Read More

Seberapa Pentingkah Ilmu Parenting untuk Para Orang Tua?

Monday, January 9, 2023

 

Katanya, ilmu parenting hanya berlaku dan hanya bisa diterapkan oleh orang kaya saja. Benarkah demikian?

Faktanya memang banyak guyonan-guyonan parenting yang relate banget dengan kita, anak-anak produk keluarga dari kelas ekonomi menengah ke bawah. Misalnya, ketika anak-anak berantem, bukannya dilerai atau dinasehati, eh malah disodori pisau sekalian. 🙈 Paham kok, bukan berarti orang tua bermaksud agar kita saling menyakiti dengan pisau itu, tapi yang orang tua kita lakukan itu semacam "ancaman halus" (atau bisa juga dibilang sindiran agar kita segera diam?). Nyatanya, yang orang tua kita lakukan itu memang efektif membuat kita berhenti bertengkar. Xixixi...

Contoh lain misalnya, ketika anak main lari-larian trus jatuh, bukannya langsung ditolong, malah dimarahi, "Baru juga dibilangin jangan lari-lari. Ngga dengerin sih, jatuh kan jadinya?" 

Oke, itu omelan versi panjang. 

Versi pendeknya, "Hmm, kaaaan... Kaaannn...." 😅

Baca : 12 Gaya Populer Kekeliruan dalam Komunikasi

Nah, hasil dari gaya parenting seperti itu ya kita-kita ini. Efek baiknya mungkin, kita jadi lebih peka membaca suasana hati orang lain? Efek buruknya, kita jadi gampang overthinking, takut melakukan sesuatu karena takut salah atau gagal.

Pentingnya Ilmu Parenting bagi Orang Tua

Lalu, benarkah ilmu parenting itu cuma bisa berhasil untuk golongan kaya saja?

Menurut saya sih belum tentu. Banyak kok di sekitar saya, keluarga yang secara ekonomi biasa-biasa saja, tetapi bisa menerapkan gaya pengasuhan yang baik pada anak-anaknya. Cuma ya, karena orang biasa, jadi tidak terekspos.

Trus kenapa bisa muncul statement seperti itu? Mmm, mungkin karena yang kita lihat adalah contoh-contoh di TV, seperti keluarga Mona Ratuliu, atau yang sekarang sering disorot adalah gaya pengasuhan Nikita Willy. Kita kan tidak tahu bagaimana keadaan keluarga orang kaya yang lainnya. 😁

Memang, keluarga dengan tingkat ekonomi sejahtera punya lebih banyak privileges, sehingga akan lebih mudah menerapkan ilmu parenting yang baik dan benar, dibandingkan dengan mereka yang berasal dari golongan ekonomi menengah ke bawah. Beberapa privileges itu antara lain;

1. Bisa membayar jasa nanny, jadi ketika lelah mengasuh anak, ada nanny yang bisa menggantikan perannya. Bandingkan dengan orang biasa yang jangankan untuk membayar nanny, untuk membeli diapers saja mesti pintar-pintar atur gaji bulanan. Mereka ini (termasuk saya juga), mau ngga mau harus tetap mengasuh anak-anaknya, bagaimanapun lelah yang dirasa.

2. Orang kaya, ketika anak tidur bisa ikut tidur. Orang yang ekonominya pas-pasan, selagi meninabobokan anaknya, pikirannya sudah berencana mau pegang pel, cucian, setrikaan, atau yang mana dulu nih? 😂 Mereka ini (termasuk saya ding), boro-boro terpikir membayar jasa ART, wong untuk mengirim cucian ke binatu (laundry) supaya pekerjaannya lebih ringan saja masih mikir dua kali.

3. Orang kaya, ketika lelah secara mental saat mengurus anak-anak, bisa langsung pergi ke psikolog tanpa kuatir dengan biaya. Orang-orang kayak saya akan mencari tahu, apakah jasa psikolog bisa ditanggung BPJS? 🙊

4. Orang kaya lebih mudah mengakses ilmu parenting melalui buku-buku atau seminar-seminar parenting. Bagi orang biasa, buku-buku parenting dan seminar-seminar itu adalah sebuah kemewahan. Tak pernah terpikirkan, apalagi menjadi prioritas.

Dari poin-poin di atas bisa disimpulkan, orang-orang dengan keadaan ekonomi yang "mengkis-mengkis",  boro-boro terpikir untuk menerapkan ilmu parenting dengan baik dan benar, karena bisa tetap "waras" saja sudah syukur alhamdulillah. 

Baca: Ketika Saya Menjadi Seorang Ibu; Antara Ekspektasi dengan Realita

Tapi jangan sedih... Seiring dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat kita, juga dengan perkembangan teknologi yang memungkinkan kita untuk mengakses aneka informasi, kesadaran para orang tua mengenai pentingnya ilmu pengasuhan juga semakin meningkat.

Memang, seberapa penting sih ilmu parenting itu? 

Ilmu parenting perlu dipelajari bahkan sebelum anak-anak hadir di tengah-tengah kita. Tujuannya adalah untuk mempersiapkan diri dalam menjalankan tugas sebagai orang tua.

Mengasuh anak adalah bagian dari ibadah. Dalam setiap ibadah yang kita lakukan, ilmu diperlukan sebagai penuntunnya. Kita mau memasak saja perlu ilmu agar masakannya bisa jadi enak. Bahannya apa saja, seberapa banyak takarannya, bagaimana langkah-langkahnya, dll. Maka, mengasuh anak juga perlu ilmu, agar anak-anak yang kita didik dan kita rawat bisa tumbuh menjadi seperti apa yang kita inginkan.

Ada satu buku parenting favorit saya, judulnya "Parenting With Heart" karya Elia Daryanti dan Anna Farida. Buku ini tidak menggurui, ditulis dengan bahasa yang mudah dicerna otak emak-emak, tetapi pilihan diksinya bisa menyentuh hingga relung kalbu. Saya biasa melipat halaman yang penting, tetapi membaca buku ini, rasanya semua halaman harus dilipat karena tak ada yang tidak penting.

Buku parenting paling asik


Jujur, saya langsung jatuh cinta pada buku ini, bahkan sejak halaman pertama. Saya kutipkan sedikit, ya...

Anak-anak datang dalam keadaan baik dan bersih
Nanti, jika saatnya tiba,
Bisakah aku mengembalikannya sebersih semula?
Sanggupkah dagu kita tegak di hadapan-Nya
Sambil berkata, "Wahai Tuhanku, telah kutunaikan tugasku
Telah kujalankan amanah-Mu."

Huwaaa... Pas baru baca pertama kali, saya langsung nangis dong. Huhu...

~

Saya yakin, tak ada orang tua yang dengan sengaja ingin menyakiti anaknya. Saya yakin, semua orang tua punya rasa sayang yang besar pada anak-anaknya. Hanya saja, keterbatasan wawasan, minimnya pengalaman, membuat banyak dari kita salah mengambil keputusan atau tindakan saat menghadapi perilaku anak-anaknya. Semoga, dengan semakin canggihnya teknologi, dengan semakin derasnya arus informasi, kita bisa memanfaatkannya untuk belajar lagi menjadi orang tua terbaik bagi anak-anak kita.

Semoga generasi yang saat ini sedang kita asuh, rawat, dan besarkan, bisa tumbuh menjadi generasi yang tangguh, namun tetap dipenuhi dengan cinta dan kasih. Aamiin...



Ditulis dengan Cinta, Mama

Read More

Puisi untuk Ibu yang Paling Mengaduk Perasaanku

Sunday, January 1, 2023

 

Beberapa waktu lalu, saya membeli dua buah buku. Satu berjudul "Lost Child" karya Torey Hayden, satunya lagi berjudul "Please Look After Mom" karya Shin Kyung-sook - seorang penulis dari Korea Selatan. Kenapa saya tertarik membeli dua buku itu? Salah satu alasannya, terkadang saya membeli sesuatu karena alasan yang sentimentil. Karya-karya Torey Hayden menemani masa-masa belajar saya saat menjadi guru, dulu. Jadie, Venus, dan Sheila; Luka Hati Seorang Gadis Kecil, adalah judul-judul yang pernah saya baca. Maka, ketika saya melihat buku Torey yang lainnya, saya susah menahan diri untuk tidak membelinya juga.

Adapun buku "Please Look After Mom", saya beli karena ada "bau-bau" ibu di situ. Begitulah perasaan anak yang kehilangan ibu, segala hal bisa memantik rindu. Bahkan kata Ustadz Abdul Somad, sakitnya anak yang kehilangan ibunya, adalah sakit yang tidak akan pernah bisa disembuhkan, meski belasan tahun telah berjalan. 

Kepergian ibu bagi seorang anak, rasanya seperti kehilangan separuh dunia. Sakitnya hanya akan sembuh, saat pertemuan di surga-Nya.

Quote tentang ibu yang telah tiada

 

Bagaimana isi kedua buku itu, insya Allah akan saya ulas di tulisan selanjutnya. Kali ini saya akan membahas tentang sebuah puisi yang diselipkan oleh penjual buku ini.

Adalah Mbak Shabrina WS, salah satu penulis favorit saya, yang mempunyai lapak di Instagram @ini_kolibri. Darinyalah saya membeli kedua buku tadi. Mbak Shabrina bukan penjual buku biasa, karena sepenglihatan saya, setiap pesanan selalu dibungkus dengan cinta.

Dan, saya pun merasakannya juga. Buku pesanan saya tidak hanya dibungkus dengan rapi, tapi saya pun mendapatkan bonus puisi. Ya, di buku "Please Look After Mom", Mbak Shabrina menyertakan sebuah puisi karya Kurnia Hidayati, yang berjudul "Masa Kecil Ibu". Puisi itu dimuat di harian Jawa Pos. Bagaimana puisi itu bisa mencabik-cabik perasaan saya? Beginilah bunyinya...

Masa Kecil Ibu

oleh: Kurnia Hidayati

Hampir belasan, jumlah tahun yang menetap di badan
Namun, sebelah bahunya sudah miring, titik-titik lelah tersiar dalam hening
Sebuah selendang batik di leher selalu tersampir
Untuk adik-adik, sepasang tangannya membentang, merengkuh, dan amat lihai membuhul gendongan
Ibu kecil tertatih-tatih memasuki ambang pintu dewasa
Melampaui sejatinya usia
Di pintu itu, tak ada potongan kue tiap tahun atau kerlip lilin angka
Bahkan permainan masa kecil dan nama kawan telah jauh tertinggal di balik punggung
Ibu kecil merajut malam bersama adik-adik dalam dongeng, suapan makan, dan buku pelajaran di genggaman
Ibu kecil paham bahwa dunia tempatnya lelah, seluruh pekerjaan rumah, berkejaran dengan istirah

Kendati kalender terus terlepas dan menyinggungnya dengan keras, hati ibu terus terisi dengan cinta dan kasih
Segala kisah dijalani tanpa mengizinkan saat untuk bersedih
Baginya bahagia ialah lengkung cita di raut orang tua dan adik-adiknya
Menjadi anak kedua dengan sepasang kaki yang senantiasa berdiri
Menghadang apa yang terjadi, untuk adik-adik
Untuk ibu dan ayahnya
Meski dirinya sendiri tak ia pikirkan lagi

~

Membaca puisi ini, saya tak kuasa membendung air mata. Betapa jalan hidup "ibu" di puisi ini, persis dengan apa yang terjadi pada ibu saya. Ibu adalah anak kedua dari delapan bersaudara. Lahir dari pasangan guru, yang saat itu gajinya tak seberapa. Adiknya ada enam, tiga laki-laki, tiga perempuan, semua berjarak dua tahun umurnya. Bagaimana masa kecil ibu dihabiskan? Persis seperti yang Mbak Kurnia Hidayati tuliskan. 

Sekarang ibu sudah beristirahat. Sebagai anak, saya hanya bisa berdoa, semoga Allah memberikan tempat istirahat yang luas, yang terang, yang tenang untuknya. Semoga Allah haramkan api neraka menyentuh tubuhnya. Semoga kelak saya bisa kembali bertemu dengan ibu di jannah-Nya. Aamiin aamiin Yaa Rabbal 'Aalamiin.



Ditulis dengan Cinta, Mama

Read More

Aja Dibanding-bandingke

Saturday, December 24, 2022

 

Setelah penyanyi cilik Farel Prayoga tampil di istana pada perayaan HUT RI 17 Agustus 2022 lalu, kita menjadi sangat familiar dengan kata "aja dibanding-bandingke" yang artinya jangan dibanding-bandingkan. Sebenarnya, kita sudah sering menemui ini di kehidupan sehari-hari, entah sebagai orang yang hobi membandingkan, atau malah jadi korban yang dibanding-bandingkan. Memang ya, membanding-bandingkan adalah sebuah kebiasaan turun-temurun, yang sudah mendarah daging. Padahal, membandingkan termasuk satu dari 12 gaya populer kekeliruan dalam komunikasi lho...

Saking sudah terlalu sering didengar dan dilakukan, kebiasaan membandingkan ini berkembang menjadi lelucon. Misalnya, ketika di media ditampilkan seorang siswa yang cerdas dan berprestasi, komentar-komentar warganet rata-rata begini; "Kasihan yang jadi tetangganya, pasti tertekan."

Kenapa sampai muncul komentar seperti itu, tentu ini adalah salah satu akibat dari seringnya kita membanding-bandingkan atau dibanding-bandingkan.

Nah, momen membanding-bandingkan dan dibanding-bandingkan ini mungkin akan semakin sering terdengar di akhir semester seperti sekarang ini. Betul atau betul? Hihi... Saat anak-anak sudah menerima rapor / laporan hasil belajar, berapa persen orang tua yang fokus dengan perkembangan anaknya tanpa tergoda untuk membandingkannya dengan anak lain?

Dampak suka membanding-bandingkan anak dengan anak lain

 

Semoga kita tidak termasuk orang tua yang hobi membanding-bandingkan pencapaian atau prestasi anak ya, Ma.. Karena, anak yang sering dibanding-bandingkan akan mudah mengalami stres. Mereka juga memiliki rasa percaya diri yang rendah dan cenderung tidak menghargai diri sendiri. 

Kebanyakan orang tua beralibi, tujuan membanding-bandingkan adalah agar anaknya termotivasi untuk bisa berprestasi seperti anak lain. Namun, alih-alih membuat anaknya termotivasi, anak yang dibanding-bandingkan malah bisa menjadi tidak bersemangat, karena ia menganggap upaya dan kerja kerasnya selama ini sia-sia belaka.

Dampak lainnya adalah, anak jadi sulit mengambil keputusan. Kenapa? Karena rasa tidak percaya diri itu tadi. Anak akan ragu untuk melangkah, karena takut berbuat salah.

Efek terburuknya adalah, anak jadi sulit percaya pada orang tuanya, bahkan membenci orang tuanya sendiri. Tentu kita tidak ingin ini terjadi kan, Ma? Na'udzubillah min dzalik.

Nah, Ma, mari mulai sekarang kita ubah kebiasaan buruk kita dengan tidak membanding-bandingkan lagi. Setiap anak itu unik. Mereka memiliki potensinya masing-masing. Agar anak bisa berprestasi dan tetap bahagia, yang perlu kita lakukan sebagai orang tua antara lain;

1. Dukung hobinya

Tidak semua anak harus pintar di bidang akademik. Kadangkala ada anak yang lebih menonjol di bidang seni atau olahraga. Jika itu terjadi pada anak kita, beri dukungan seluas-luasnya, Ma... Siapa tahu dari hobinya itu bisa membawa masa depan yang cerah.

2. Beri apresiasi pada kelebihannya

Pujian yang terlalu berlebihan memang bisa melenakan. Namun, anak tetap membutuhkan pujian agar api semangatnya tetap terjaga. Dengan pujian pula, kepercayaan diri anak bisa terbangun.

3. Bantu anak menghadapi kelemahannya

Suatu hari, Amay, sulung saya berkata, "Ma, kayaknya nilai SBdP Mas Amay jelek deh."

Untuk menenangkannya, saya pun berkata, "Ngga apa-apa, Mas Amay kan ngga harus bisa semuanya (maksudnya, ia tidak harus sempurna di semua bidang)." Saya paham, dia berkata seperti itu, artinya dia sudah benar-benar berusaha, tetapi kemampuannya memang terbatas. 

Kemudian, saya bertanya lagi, "Memang, Mas Amay ngga bisa di bagian mana?" Dengan bertanya seperti itu, saya ingin dia tahu bahwa Mamanya ada untuk membantunya. Kalaupun Mamanya ini tidak bisa membantunya, setidaknya dia tahu bahwa Mama peduli dengan kesulitan yang ia hadapi.

~

Memang susah mengubah suatu kebiasaan ya, Ma... Salah satu tips yang mungkin bisa kita coba agar tidak lagi terbiasa membanding-bandingkan adalah dengan membayangkan jika itu terjadi pada diri kita sendiri. Tentu kita tahu bahwa dibanding-bandingkan adalah hal yang sangat tidak mengenakkan, maka sebisa mungkin, mari kita berusaha agar anak kita tidak merasakannya.



Ditulis dengan Cinta, Mama

Read More

Kiat Mencetak Anak yang Sholih dan Sholihah

Sunday, December 18, 2022

 

Minggu lalu saya menulis tentang kiat menghadapi anak yang hobi berkata kasar. Bukan tanpa tujuan saya menuliskan ini, karena sejujurnya saya cukup prihatin dengan kondisi anak-anak zaman sekarang yang begitu mudah mengucapkan kata-kata kotor. Iya, memang, sebagian besar terjadi karena pengaruh internet, khususnya setelah munculnya beragam social media. Namun begitu, mestinya kita sebagai orang tua juga membekali anak-anak dengan sopan santun dan tata krama baik di dunia nyata maupun di dunia maya.

Mendidik anak agar bisa menjadi sholih dan sholihah memang tidak mudah. Apalagi dengan kemudahan mengakses dunia luar seperti sekarang, tantangan kita sebagai orang tua tentu semakin besar. Untuk itu, mari kita bangun pondasinya sejak awal, yakni dengan membiasakan diri berperilaku baik. Bukankah teladan adalah metode pendidikan terbaik?

Omong-omong soal kiat mencetak anak yang sholih dan sholihah, saya baru saja membaca buku karya Syekh Ali Jaber yang berjudul "Amalan Ringan Paling Menakjubkan - 20 Kiat Menuju Kebahagiaan Hidup". Ada beberapa nasihat yang beliau tuliskan untuk kita para orang tua, agar anak-anak kita tumbuh menjadi anak-anak yang sholih / sholihah.

 1. Menjadi contoh yang baik 

Fudhail bin Iyadh berkata, ketika melihat perubahan akhlak pada istri dan anaknya, beliau langsung berkaca diri. Dosa apa yang telah beliau lakukan, sehingga istri dan anaknya berubah? Artinya, ketika kita mengharapkan keturunan kita menjadi sholih / sholihah, kita harus kembalikan pada diri sendiri. Apakah kita telah menjadi contoh yang sholih / sholihah juga?

Satu hal yang jadi catatan saya; Kesholihan orang tua, dapat menjamin keberkahan anak keturunan kita bahkan sampai tujuh turunan. Orang tua yang sholih, orang tua yang Mukmin, juga akan membawa keluarganya untuk mendapatkan ridho dan surga-Nya Allah.

Masya Allah.

 2. Berdoa, bahkan sejak suami istri melakukan hubungan badan 

Islam memang luar biasa. Bahkan untuk berhubungan suami istri saja kita dianjurkan untuk berdoa. Jangan sampai tidak berdoa ya, Ma, karena hampir setiap ibadah yang kita lakukan memang rawan dicampuri syaithan.

Makanya, doa sebelum berhubungan suami istri mengandung permintaan agar dijauhkan dari setan, dan agar setan tidak mengganggu apa yang direzekikan pada kita (dalam hal ini adalah anak).


Doa sebelum berhubungan suami istri

 3. Menjaga ucapan 

Kadang-kadang, kita ingin mengucapkan kata-kata yang tidak pantas saat kita marah atau kesal. Namun, Ma, kata-kata yang buruk itu akan menanamkan titik hitam di hati anak-anak kita. Karena, mengutip pesan Syekh Ali Jaber, proses perubahan jiwa anak itu dimulai dari kata-kata orang tua. 😥

Jadi, Ma, mulai sekarang, mari kita perhatikan kata-kata kita, karena kata-kata bisa berubah menjadi doa. Apalagi, kata Rasulullah SAW, ada 3 doa yang tidak ditolak, yakni:

  • Doa seorang musafir yang melakukan perjalanan jauh
  • Doa orang yang didzolimi. Termasuk di dalamnya orang-orang yang diambil hartanya, yang difitnah, yang dicuri haknya.
  • Doa orang tua pada anaknya

Mungkin Mama pernah mendengar kisah Syeikh Abdurrahman as-Sudais? Diceritakan bahwa waktu beliau kecil, orang tuanya akan kedatangan tamu agung. Sang bunda memasak aneka makanan untuk menyambut tamu tersebut. Namun, as-Sudais kecil yang sedang bermain tanah, menyebarkan tanah ke makanan tersebut. Sang bunda pun marah, tetapi dengan kata-kata yang tetap mengandung doa, "Jadilah kamu Imam di Masjidil Haram!" 

Kata-kata (doa) Sang Ibunda pun diijabah oleh Allah SWT. Jadi, Ma, yuk, daripada marah-marah dan mengumpat tanpa ada gunanya, lebih baik kita ganti dengan doa-doa baik untuk anak-anak kita. 

 4. Sedekah 

Kiat terakhir yang dipesankan oleh Syekh Ali Jaber agar anak-anak kita menjadi anak-anak yang sholih / sholihah adalah dengan rajin bersedekah. Sedekah adalah salah satu langkah agar selesai segala permasalahan kita, termasuk jika kita memiliki masalah dengan anak-anak kita. Saat bersedekah, niatkan sedekah itu agar anak-anak kita tumbuh menjadi anak-anak yang sholih / sholihah, yang diridhoi oleh Allah SWT, yang bisa menjaga nama baik keluarga, juga bahagia dan selamat dunia dan akhiratnya.

~

Nah, Ma, itulah 4 nasihat yang dipesankan Syekh Ali Jaber dalam buku "Amalan Ringan Paling Menakjubkan" agar anak-anak kita bisa tumbuh menjadi anak yang sholih / sholihah. Mari kita sama-sama berdoa agar generasi penerus di masa mendatang adalah anak-anak yang sholih / sholihah, yang cerdas, santun dan berakhlak mulia. Aamiin aamiin Yaa Rabbal 'Aalamiin.



Ditulis dengan Cinta, Mama

Read More